Setiap orang memiliki rahasia. Begitu juga dengan Bob Sadino. Rahasia, tidak selalu berkonotasi jelek, karena yang ini justru rahasia baik, yang penting untuk anda ketahui, pembaca WK. Rahasia ini begitu pentingnya sehingga saya mesti hati-hati mengutarakannya, takut yang memiliki rahasia marah atau mensomasi saya.
Sebelum bercerita tentang rahasia kesuksesan Bob Sadino, saya ingin bercerita tentang rahasia-rahasia lainnya yang ringan-ringan, yang pernah saya dengar. Di Kampung saya, daerah urban yang kini disesaki industri, Kawasan Selatan Gresik, Jawa Timur, ada seorang penjual bakso keliling yang setiap sore selalu ditunggu-tunggu oleh pelanggan. Ia berjualan bakso sejak saya masih remaja, dengan rasa yang biasa-biasa saja. Tetapi dalam lima tahun terakhir, saat penjual bakso mulai banyak, saya melihat perubahan yang besar. Selain rasa baksonya yang enak, rasa kuahnya juga sangat sedap, halal, harganya juga murah.
Pantas, setiap orang selalu menunggu-nunggu saat ia lewat. Namanya, Timbul. Nama ini, kini bukan sekedar nama bakso, tetapi sudah menjadi guyonan jika ada orang yang sedang berdiri di tepi jalan. Ketika ditanya, menunggu siapa? Jawaban slengekan sering dibalas dengan ucapan : menunggu Timbul. Suatu ketika, saat saya pulang kampung, saya mendatangi rumahnya, menanyakan mengapa rasa baksonya begitu enak, tekstur, kekenyalannya, juga rasanya. Semuanya dibuat alami, dari bahan halal, daging sapi beneran, bukan daging glonggongan, tanpa bahan pengawet karena selalu habis dalam sehari.
“Rahasianya apa kok baksonya enak,” tanya saya kepadanya. Karena saya wartawan, dan bukan pedagang bakso, Timbul mau menceritakan perjalanan hidupnya, dari sejak berjualan bakso pertama kali, hingga hari ini. Jika dihitung-hitung, sudah lebih dari 15 tahun ia berjualan bakso. Iapun menceritakan, bagaimana ia setiap hari mencoba membuat bakso terbaik dan rasa terenak sesuai yang diinginkan pelanggan. Setiap pulang dari berjualan, ia selalu mengoreksi kekurangannya bersama istri tercintanya. Menghitung omzet, keuntungan, meskipun jumlahnya tidak seberapa, justru merupakan kegiatan berikutnya.
Untuk mengetahui apa yang diinginkan pelanggan, caranya, ia selalu mendengar apa saja yang dikeluhkan pelanggan, mulai dari kuah yang anyep, bakso yang kurang empuk, hingga omela-omelan lain yang sering diucapkan pelanggan. Semua didengarkan. Saran, kritikan, cacian, tidak membuatnya marah, tetapi malah ‘tersenyum’ dan berkeinginan untuk terus memberikan yang terbaik kepada pelanggannya. Rasa baksonya yang enak rahasianya terletak pada campuran daging, dan bahan lain dengan adonan yang tepat. Rasa kuahnya yang sedap terletak pada perlakuan pemberian bumbu-bumbu dan kaldu yang tepat, serta pengapian saat memasak. Dan tentu saja banyak rahasia-rahasia lainnya yang tidak mungkin saya ceritakan di rubrik sebanyak satu halaman ini.
“Bolehkah resep ini saya bawa ke Jakarta?. Saya yakin resepnya bisa menjadi bakso yang banyak disukai semua orang. Kalau perlu diwaralabakan, atau dimitrakan, seperti teman-teman saya ,”lanjut saya. Yang tidak saya duga jawabannya : “saya ingin membahagiakan tetangga-tetangga saya, orang-orang kampung saya untuk menikmati bakso terlezat yang tidak ada duanya,” ujarnya. Lho kok?. Itulah rahasia Timbul yang saya tak bisa mengoreknya.
Kembali ke Rahasia Bob Sadino. Banyak perhimpunan mahasiswa, perkumpulan pengusaha yang mengundang Bob untuk berbicara. Berbicara tentang kesuksesan dan kiat-kiatnya berbisnis. Cerita kisah hidup dan bisnisnya biasanya bermula dari ia berjualan telur ayam kampung. Saya yang berkali-kali hadir mendengar penuturan Bob, sering mendengar kalimat yang sama, namun setiap waktu penekannya berbeda. Suatu saat saya berkesempatan menjadi moderator acara diskusi bisnis yang diselenggarakan Marketing Club, Mahasiswa Magister Manajemen UGM, di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Peserta yang hadir jumlahnya ratusan yang sangat antusias. Seorang bertanya : Apa kiat sukses Bob Sadino?
Cerita Bob bergulir kembali, mengawali usaha di zaman bahulea, zaman ketika Bob masih susah dengan berjualan telor ayam bersama istrinya ke perumahan-perumahan, menawarkan satu persatu telor tersebut kepada pelanggan yang dikenalnya di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Cerita menjadi sedemikian dramatis. Mengapa begitu dramatis? Karena dipastikan tidak mungkin ada orang yang mau meniru cara Bob untuk memulai bisnis dengan berjualan telor. Tetapi justru inilah rahasia terbesarnya. Bob dan istrinya pandai berbahasa Inggris, Jerman, dan Indonesia. Ia lihay melakukan kegiatan pemasaran.
Bisa dibayangkan seseorang yang memiliki kepiawaian berjualan dengan pemahaman bahasa internasional yang mumpuni, seperti bahasa Inggris dan Jerman, akan membuat Bob berbeda dari yang lainnya. Seorang penjual telor tetapi dapat bergaul dan berkomunikasi dengan orang-orang bule! Rahasia itulah yang paling besar yang mengantarkannya menuju sukses sekarang. Bukan celana pendeknya.
Sumber : http://www.majalahwk.com/artikel-artikel/entrepreneurship/296-edisi-majalah.html
www.jendelahewan.blogspot.com