Rabu, 29 Desember 2010

Menggapai Peluang Wirausaha

Sebagaimana kata pepatah yang sering kita dengar, bahwa peluang adalah emas yang sangat bernilai, sehingga terlalu sayang jika kita membiarkan peluang itu berlalu. Mungkin sebagian besar kita memiliki keinginan untuk menjadi wirausahawan yang sukses. Hal itu wajar dan sebuah cita-cita yang sebaiknya terus dipelihara dan dikembangkan karena sebenarnya banyak peluang wirausaha disekitar kita yang dapat kita jadikan sebagai usaha industri baru kita.

Terkadang sering kita berpikir bahwa untuk menemukan suatu peluang usaha yang brilliant adalah setara dengan cara kita untuk berani memulai berwirausaha. Bagimana hal ini dapat dikatakan setara? Jawabannya sebenarnya adalah sederhana, jika kita tidak mencoba untuk memanfaatkan peluang usaha yang ada dipikiran kita, lantas bagaimana kita akan mengetahui apakah peluang usaha yang kita rencanakan tersebut benar-benar akan sukses atau tidak.

Memang tidak mudah bagi seseorang untuk berani mengambil sebuah peluang wirausaha dan mempraktekannya dengan cara berani memulai berwirausaha atas peluang usaha yang telah diperkirakan tersebut. Terlebih lagi hal ini akan menjadi sangat berat bagi kita yang tidak didukung dengan keadaan, seperti modal usaha yang pas-pasan, tanggung jawab terhadap keluarga yang sedemikian besar, dll.

Berikut ini adalah beberapa informasi sederhana cara jitu memberanikan diri kita untuk memulai memanfaatkan peluang wirausaha yang ada untuk berwirausaha dengan sukses dan berhasil:

1. Melakukan riset pasar. Sebelum kita memulai untuk berwirausaha, maka hal utama yang harus kita lakukan adalah dengan cara melakukan riset pasar dengan kata lain mengumpulkan data sebanyak mungkin berkaitan dengan pasar yang akan kita bidik. Beberapa data yang harus dicerna dengan baik diantaranya adalah tingkat persaingan, kompetisi harga, dan karakteristik dari konsumen yang diincar. Intinya, lakukan riset dilapangan apakah jenis usaha kerja yang akan rintis apakah akan berhasil bertahan atau sebaliknya.

2. Menyusun rencana untuk memulai usaha dengan benar. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan adalah target market bisnis, target pendapat awal per bulan, rencana jangka panjang, biaya operasional dan sebagainya yang sesuai dengan jenis usaha kita.

3. Memahami dan mematuhi aturan, baik dari yang telah kita buat sendiri atau jenis peraturan lainnya yang diluar wewenang kita (missal peraturan daerah). Pasti kita tidak mau kan, usaha yang capek-capek kita kembangkan harus colaps atau harus ditutup gara-gara kita melanggar kebijakan peraturan tertentu.

4. Dan terakhir lakukan strategi pemasaran dengan tepat sasaran. Untuk hal ini biasanya memerlukan waktu yang relatif tidak singkat untuk menguji apakah teknik pemasaran yang kita terapkan berhasi atau tidak.

Ke-empat points diatas sifatnya masih terlalu teori, karena dalam penerapannya membutuhan penjabaran dan banyak variable lainnya yang berpengaruh dan harus dianalisis lebih mendalam lagi. Namun pada intinya, sekali lagi jika kita ingin mengetahui apakah peluang wirausaha yang kita rencanakan akan berhasil atau tidak adalah dengan cara memberanikan untuk mulai berwirausaha atas ide-de usaha yang telah kita miliki.


www.jendelahewan.blogspot.com

Rabu, 22 Desember 2010

Budidaya Ikan Gurame Menggiurkan

Selain lebih mahal, ikan Gurame memiliki banyak penggemar fanatik, sehingga cocok dikembangkan untuk menambang keuntungan.

Ikan gurame adalah ikan air tawar yang banyak digemari konsumen. Dagingnya empuk, rasanya enak dan gurih. Dan, harganya pun lebih mahal kalau dibandingkan jenis ikan air tawar lainnya. Sebagai perbandingan, harga gurame segar di tingkat konsumen Rp25.000 - Rp 35.00 per kg, sementara ikan mas Rp12.000 - Rp14.000 per kg.

Selama ini masyarakat mengenal beberapa jenis gurame, antara lain: Angsa, Jepun, Blausafir, Paris, Bastar dan Porselen. Gurame Porselen lebih unggul dalam hal menghasilkan telur. Jika induk Bastar hanya mampu menghasilkan 2.000-3.000 butir telur, Porselen memproduksi 10.000 butir. Karena itu Gurame Porselen disebut top of the pop.

Kolam yang baik untuk gurame berasal dari jenis tanah liat/lempung, tidak berporos dan cukup mengandung humus. Jenis tanah seperti ini dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor. Kemiringan tanah berkisar 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.

Ikan gurame dapat tumbuh normal di daerah pada ketinggian 50-400 m dpl. Kualitas air pemeliharaan harus bersih, dasar kolamnya tidak berlumpur dan tidak terlalu keruh. Kedalaman kolam 70-100 cm. Pengairan yang baik akan mempengaruhi pertumbuhan ikan.

Pembesaran gurame dapat dilakukan secara polikultur dan monokultur. Polikultur adalah cara pemeliharan gurame secara bersama-sama dengan ikan jenis lain, seperti tawes, mas, nilam, atau mujair. Cara ini lebih menguntungkan, mengingat pertumbuhan gurame lambat.

Sedangkan monokultur, pemeliharaan khusus untuk gurame. Bibit yang ditebar minimal berumur 2 bulan. Debit air kolam yang baik 3 liter/detik, sedangkan polikultur idealnya 6-12 liter/detik. Dengan keasaman air (pH) 6,5-8, dan suhu berkisar 24-28 derajat C.

Kolam budidaya gurame terdiri dari kolam penyimpanan induk, pemijahan, pendederan, pembesaran, dan pemberokan. Kolam pembesaran berfungsi membesarkan benih. Adakalanya diperlukan juga beberapa kolam jaring berukuran 1,25-1,5 cm. Jumlah bibit yang ditebar sebaiknya tidak lebih dari 10 ekor/meter persegi.

Kolam pemberokan adalah tempat pembersihan ikan sebelum dipasarkan. Kolam ini berukuran 10 x 10 m. Lebar pematang bagian atas 0,5 m, dan bagian bawah 1 m dengan ketinggian 1 m.

Makanan pokok ikan gurame berupa pelet. Namun, di daerah yang sulit memperoleh pelet dapat menggunakan alternatif lain, berupa daun-daunan, seperti: pepaya, keladi, ketela pohon, genjer, kimpul, kangkung, ubi jalar, ketimun, labu dan dadap.

Pemupukan sebaiknya dilakukan setiap kali pemeliharaan, dan pada saat kolam dikeringkan, dengan tujuan untuk meningkatkan makanan alami. Caranya, pertama-tama diberi pupuk kandang 7,5 kg untuk tiap 100 m2 kolam. Air disisakan sedikit demi sedikit sampai ketinggian 10 cm, dan dibiarkan selama 3 hari. Kemudian dilanjutkan pupuk buatan (kimia), seperti TSP atau Urea, 500 gram setiap 100 m2 kolam. Pupuk ditebarkan merata ke setiap dasar dan sudut kolam.

Panen gurame tergantung permintaan konsumen. Umumnya, setelah gurame berumur 2-3 tahun. Umur 2 tahun, ukuran panjangnya mencapai 25 cm, dan berat 0,3 kg/ekor, umur 3 tahun panjangnya sekitar 35 cm dan beratnya 0,7 kg/ekor. Untuk ikan berumur 4 tahun panjangnya dapat mencapai 40 cm dan berat 1.5 kg/ekor.


www.jendelahewan.blogspot.com

Menggapai Mimpi Desa Nila

MENTERI Kelautan dan Perikanan Dr Fadel Muhammad, disaksikan Gubernur Jateng Bibit Waloyo dan Bupati Klaten Sunarno SE, baru-baru ini meluncurkan Program Budidaya Ikan Nila varietas Larasati dan BEST (Bogor Enhanced Strain Tilapia) di lahan Pembenihan Budidaya Ikan Air Tawar di Desa Janti, Kecamatan Polanharjo.

Komitmen pemerintah ini diharapkan bukan sekadar perhatian sesaat, namun secara konsisten diikuti langkah-langkah konkret agar ke depannya mampu mendorong ekonomi rakyat lebih menggeliat.

Kabupaten Klaten khususnya bagian utara memiliki sumber air alam yang melimpah. Selain sebagai faktor pendukung utama pertanian dan pasokan air bersih, sumber air alam ini selanjutnya oleh para petani ikan di Kecamatan Polanharjo, Tulung,

Karanganom dan sekitarnya dimanfaatkan secara cerdas guna mengaliri kolam – kolam buatan untuk budidaya perikanan air tawar.

Beberapa varietas ikan dicoba dibudidayakan mulai jenis mujahir, tumbro, bawal, lele serta nila sebagai varietas unggulan
Sampai saat ini hasil yang diraih masyarakat sungguh menggembirakan.

Selain mendorong tingkat pendapatan, menggerakan perekonomian berbasis pemberdayaan, budidaya ikan di Klaten mampu menjadi ikon wilayah Kecamatan Polanharjo dan sekitarnya sebagai sentra produksi ikan air dengan kualitas baik.

Dengan luas baku usaha perikanan 74 hektare, jumlah pembudidaya ikan tercatat 1.849 orang, Kecamatan Polanharjo dan sekitarnya setiap tahunnya mampu menghasilkan 3.726,43 ton ikan siap jual.

suaramerdeka.com,07 Januari 2010.


www.jendelahewan.blogspot.com

Senin, 20 Desember 2010

Sukses Membudidaya Ikan Arwana

Ikan arwana memang eksotis. Bentuk tubuhnya yang gagah, dan warna sisiknya yang mempesona membuat ikan ini banyak digemari orang. Apalagi banyak juga yang meyakini, ikan arwana merupakan ikan keberuntungan. Salah satu jenis ikan arwana unggulan adalah arwana super red. Harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Salah seorang yang menggeluti usaha budidaya ikan arwana super red ini adalah Tris Tanoto, di kolam miliknya di Jalan Raya Hankam, Munjul, Jakarta Timur. Untuk mencapai lokasi kolam ikan arwana Tris Tanoto dari Jakarta, dapat melalui jalan tol Jagorawi. Keluar di pintu tol Cibubur, mengambil arah ke arah Munjul, Jakarta Timur.

Di 12 kolam seluas 3.500 meter persegi inilah, Tris Tanoto memelihara sekitar 500 ekor ikan arwana, dengan dibantu 30 orang karyawannya. Dia telah menggeluti usaha ini sejak 20 tahun lalu.

Yang terpenting diperhatikan dalam memelihara ikan arwana adalah air kolamnya. Karena ikan arwana menyukai air yang jernih dan volumenya cukup. Rata – rata kedalaman air kolam ikan arwana antara 1,5 meter hingga 2 meter.

Selain itu, yang perlu diparhatikan juga adalah pakannya. Di tempat ini, Tris Tanoto juga melakukan pengembang biakan ikan arwana. Saat bertelur, induk ikan dipisahkan agar telurnya tetap utuh.

Saat telur berkembang menjadi anakan, juga dipisahkan secara bertahap. Setiap tahapan dipindahkan ke aquarium di ruangan yang berbeda, mulai dari usianya satu minggu. Setelah usianya satu bulan, bentuk tubuh ikan arwana mulai terlihat jelas.

Ikan arwana dipasarkan ketika telah berumur lebih dari satu tahun. Ini dikarenakan, setelah umur satu tahun, tubuh ikan arwana tidak lagi mengalami banyak perubahan. Harga ikan arwana super red di pasaran ekspor dengan ukuran 60 centimeter, berkisar 3 ribu hingga 4 ribu dollar Amerika Serikat. (Helmi Azahari/Ijs)

dari : indosiar.com


www.jendelahewan.blogspot.com

Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM)

Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. Selain itu Kelompok ini terbukti tahan terhadap berbagai macam goncangan krisi ekonomi. Maka sudah menjadi keharusan penguatan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah yang melibatkan banyak kelompok. Kriteria usaha yang termasuk dalam Usaha Mikro Kecil dan Menengah telah diatur dalam payung hukum berdasarkan undang-undang.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) ada beberapa kriteria yang dipergunakan untuk mendefinisikan Pengertian dan kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Pengertian-pengertian UMKM tersebut adalah :

1. Usaha Mikro
Kriteria kelompok Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha Kecil
Kriteria Usaha Kecil Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.

3. Usaha Menengah
Kriteria Usaha Menengah Adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi
bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Kriteria Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah menurut UU ini digolongkan berdasarkan jumlah aset dan Omset yang dimiliki oleh sebuah usaha.
No Usaha Kriteria Asset Kriteria Omzet
1 Usaha Mikro Maks. 50 Juta Maks. 300 Juta
2 Usaha Kecil > 50 Juta – 500 Juta > 300 Juta – 2,5 Miliar
3 Usaha Menengah > 500 Juta – 10 Miliar > 2,5 Miliar – 50 Miliar

Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasar Perkembangan

Selain berdasar Undang-undang tersebut,dari sudut pandang perkembangannya Usaha Kecil Dan Menengah dapat dikelompokkan dalam beberapa kriteria Usaha Kecil Dan Menengah yaitu:

- Livelihood Activities, merupakan Usaha Kecil Menengah yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima.

- Micro Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.

- Small Dynamic Enterprise, merupakan Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor

- Fast Moving Enterprise, merupakam Usaha Kecil Menengah yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB).
Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Berdasarkan Lembaga dan Negara Asing

Lembaga dan negara-negara asing mendefinisikan Kriteria Usaha Kecil dan Menengah bersarkan pada beberapa hal yaitu, jumlah tenaga kerja, pendapatan dan jumlah aset. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah tersebut sebagai berikut:

I. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Menurut World Bank.
Menurut World Bank Usaha Kecil Dan Menengah dikelompokkan menjadi tiga kelompok:
1. Medium Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan maksimal 300 orang
2. Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
3. Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta

2. Small Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta

3. Micro Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu

II. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Negara Singapura

Singapuram mendefinisikan Usaha Kecil dan Menengah sebagai usaha yang memiliki minimal 30% pemegang saham lokal serta aset produktif tetap (fixed productive asset) di bawah SG $ 15 juta.

III. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Negara Malaysia

Malaysia, menetapkan definisi UKM sebagai usaha yang memiliki jumlah karyawan yang bekerja penuh (full time worker) kurang dari 75 orang atau yang modal pemegang sahamnya kurang dari M $ 2,5 juta. Definisi ini dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Small Industry (SI), dengan kriteria jumlah karyawan 5 – 50 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu
2.Medium Industry (MI), dengan kriteria jumlah karyawan 50 – 75 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah M $ 500 ribu – M $ 2,5 juta.

IV. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Negara Jepang

Jepang, membagi Usaha Kecil dan Menengah sebagai berikut :

1. Mining and manufacturing, dengan kriteria jumah karyawan maksimal 300 orang atau jumlah modal saham sampai sejumlah US$2,5 juta.

2. Wholesale, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 840 ribu

3. Retail, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 54 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 820 ribu

4. Service, dengan kriteria jumlah karyawan maksimal 100 orang atau jumlah modal saham sampai US$ 420 ribu

V. Kriteria Usaha Kecil Dan Menengah Negara Korea Selatan

Korea Selatan, mendefinisikan UKM sebagai usaha yang jumlahnya di bawah 300 orang dan jumlah assetnya kurang dari US$ 60 juta.

VI. European Commision, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :

1. Medium-sized Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 250 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 50 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 50 juta

2. Small-sized Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 50 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 10 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 13 juta

3 Micro-sized Enterprise, dengan kriteria :
1. Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
2. Pendapatan setahun tidak melebihi $ 2 juta
3. Jumlah aset tidak melebihi $ 2 juta

(Galeriukm).

Sumber :
- Depkop Website
- http://infoukm.wordpress.com/


www.jendelahewan.blogspot.com

Minggu, 19 Desember 2010

Ikan Cupang, Keunggulan yang Terabaikan

Ikan cupang hias atau Betta splendens selama ini kerap dipersepsikan sebagai ikan ”murahan” dan banyak ditemukan di rawa, empang, ataupun sawah. Dengan harga jual di pasar minimal Rp 1.000 per ekor, keunggulan ikan yang juga dikenal dengan sebutan ikan laga ini sering terabaikan dan hanya dijadikan ikan aduan.

Dalam kurun satu dekade terakhir ikan cupang hias yang banyak berkembang di kawasan Asia Tenggara kian populer di mancanegara. Ikan hias ini sering ditampilkan dalam ajang-ajang promosi dan pameran ikan hias internasional. Harga ikan kecil yang berukuran 3-5 sentimeter itu bisa mencapai jutaan rupiah per ekor.

Ciri menonjol dari ikan yang gerakannya agresif ini adalah warnanya yang menarik dan indah dengan sirip yang lebar dan bisa mekar. Jenis ikan cupang hias yang banyak diminati adalah cupang alam (wild betta), selain ikan cupang hasil budidaya.

Popularitas ikan cupang hias kian berkilau seiring dengan semakin beragamnya corak ikan cupang. Ini yang membuat pasar ikan cupang tidak seperti ikan hias lainnya, yang naik turun seiring dengan tren selera peminat ikan hias.

Peminat ikan cupang dari Indonesia juga kian berkembang, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di pasar internasional. Pembudidaya ikan cupang hias di Indonesia pun patut berbangga. Produk ikan cupang hias Indonesia tidak kalah dibanding ikan sejenis yang diproduksi oleh Thailand dan China, dua negara yang dikenal sebagai produsen ikan hias dunia.

Ikan cupang hias jenis serit (crown tail) yang asli Indonesia, misalnya, banyak diburu oleh konsumen dari Asia, Amerika Serikat, dan Kanada. Ikan dengan ekor menyerupai sebuah mahkota itu harganya bisa mencapai Rp 1 juta per ekor. ”Ikan cupang serit dari Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan produk serupa dari luar negeri,” ujar Hendy Wijaya, pembudidaya ikan cupang hias.

Kurang promosi

Namun, sayang, keunggulan ikan cupang hias hasil budidaya para peternak dalam negeri tersebut kalah promosi. Akibatnya, banyak pehobi ikan cupang hias yang membeli ikan cupang dari Thailand. Bahkan, dalam ajang Kontes Ikan Hias Mas Koki dan Cupang di Raiser Ikan Hias Cibinong, Jawa Barat, Agustus 2009, tidak banyak peminat dan pehobi yang datang menyaksikan kontes tingkat nasional itu.

Ketua Panitia Kontes Ikan Hias Mas Koki dan Cupang di Raiser Ikan Hias Cibinong Raymond H Tanner mengemukakan, sarana promosi dan pemasaran ikan mas koki dan cupang hias produksi Indonesia belum optimal sehingga keunggulan ikan hias hasil budidaya dalam negeri itu belum terangkat. ”Masih ada keraguan pasar domestik terhadap kualitas ikan mas koki dan cupang hasil produksi dalam negeri,” ujarnya.

Menurut Hendy, pengembangan ikan cupang hias tidak membutuhkan perawatan khusus. Hanya butuh waktu dan ketekunan dalam proses menjodohkan ikan cupang. Hal ini karena ikan cupang jantan sangat pemilih dalam menentukan pasangan. ”Kalau seekor ikan cupang jantan tidak mau dipasangkan dengan cupang betina, si betina bisa dihajar habis,” ujar Hendy.

Selain itu, pasca pemijahan diperlukan pengawasan. Sebab, ada kecenderungan ikan cupang betina yang telah menghasilkan telur akan disingkirkan oleh cupang jantan. Cupang jantan cenderung merawat sendiri telur dan anakan. Sebaliknya, cupang betina cenderung memakan telur hasil pemijahan.

Saat ini, pemasaran sebagian ikan cupang dilakukan melalui internet. Melalui pemasaran berbasis internet itu, produk ikan cupang dalam negeri bisa laku dijual hingga ke benua lain. Ikan cupang yang diekspor umumnya berkualitas tinggi, yaitu berukuran tubuh lebih dari 4,5 sentimeter, dengan harga jual minimal ratusan ribu rupiah.

”Semakin bagus bentuk tubuh, fisik, dan sirip ikan cupang, harga jualnya makin bagus. Bisnis ini menguntungkan karena tidak ada standar atau patokan harga tertentu. Harga bergantung minat,” ujar Hendy.

Kalah dengan Singapura

Potensi spesies ikan hias di perairan Indonesia tak perlu diragukan. Perairan Indonesia menyimpan tidak kurang dari 4.500 jenis ikan hias air tawar dan ikan hias air laut. Alam Indonesia juga cocok untuk pengembangan spesies ikan hias yang berasal dari negara lain, seperti mas koki (Carrasius auratus), koi (Cyprinus carpio), dan discus (Symphysodon discus).

Meski memiliki ribuan jenis ikan hias, tetapi dalam perdagangan ikan hias, Indonesia belum ”masuk hitungan”. Nilai ekspor ikan hias Indonesia tahun 2003-2008 cenderung stagnan. Ekspor ikan hias Indonesia tahun 2008 hanya 9,5 juta dollar AS. Pangsa pasar Indonesia dalam perdagangan ikan hias global baru 7,5 persen, jauh di bawah Singapura yang menguasai 22,8 persen pangsa pasar ikan hias dunia.

Padahal, data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) 2006 menyebutkan, 90 persen dari kebutuhan ikan hias Singapura disuplai dari Indonesia.

Sumber : kompas.com, 29 September 2009


www.jendelahewan.blogspot.com

Sabtu, 18 Desember 2010

Menggeluti Usaha Budidaya Ikan Koi

Liukan sekelompok ikan koi yang sedang diberi makan ini terlihat sempurna dan penuh keindahan. Selaras dengan keindahan tubuhnya, ikan koi juga merupakan ikan pembawa keberuntungan. Karena itu, ikan ini tidak hanya layak dikoleksi, tetapi juga dibudidayakan. Salah satu tempat budidaya ikan koi adalah Koi Collection milik Roni, di Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat.

Untuk mencapai Koi Collection milik Roni, dapat melalui Jalan Tol Jagorawi, keluar pintu tol Jati Asih, lalu mengambil arah ke Komsen. Letaknya di Desa Jati Asih, Kecamatan Jati Asih, Bekasi.

Tempat ini merupakan salah satu pilihan pehobi ikan koi menambah koleksinya. Disini sang pemiliknya, Roni, membudidaya ikan koi dengan konsep kembali ke alam Indonesia. Konsep versi Roni ini memberi naungan pada kolam koi dengan bangunan berbahan bambu dan beratap rumbia.

Walau sepintas tampak sederhana, namun koleksi ikan koi Roni tidak sesederhana naungan atap dan tiang bambunya. Koleksi koi disini kerap menyabet berbagai gelar bergengsi pada kontes ikan koi.

Cyprinus capriyo merupakan nama Latin ikan koi yang mempunyai kekerabatan yang sama dengan ikan mas. Konon, ikan mas merupakan nenek moyang ikan koi. Oleh karena itu, ikan koipun bisa dikonsumsi.

Di negara asalnya Jepang, ikan koi bisa mencapai panjang maksimum 120 cm. Sedangkan di Indonesia ikan koi baru bisa mencapai panjang maksimum 75 cm. Ikan koi termasuk ikan yang berumur panjang. Konon ikan koi milik Kekaisaran Jepang mencapai umur 120 tahun, dengan panjang 120 cm.

Ini adalah ikan koi terbesar disini. Jenisnya showa. Jenis showa ditandai dengan kombinasi tiga warna, hitam, putih dan merah. Showa ini panjangnya mencapai 75 cm. Ikan koi disini jumlahnya sekitar 3 ribu ekor. Panjangnya antara 15 cm sampai 75 cm. Harganya mulai dari 100 ribu hingga i25 juta rupiah per ekor. Kolam ikan koi disini sengaja dibuat lebih dalam. Rata-rata kedalamannya 1,5 m. Sedangkan ikan koi di kolam taman milik pehobi, kedalamannya berkisar setengah meter hingga satu meter.

Dengan perawatan yang cermat dan kecintaannya terhadap ikan koi, Roni mampu menghasilkan ikan koi berkualitas unggulan, yang mampu menembus pasar ekspor di luar negeri, seperti Jerman dan Belanda. (Helmi Azahari/Ijs)

dari : indosiar.com


www.jendelahewan.blogspot.com

Jumat, 17 Desember 2010

Pemijahan Lele Dumbo Secara Alami

Kebutuhan masyarakat akan protein hewani semakin meningkat, hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Karena ikan ini sangat mudah dibudidayakan dan dapat hidup dan berkembang pada perairan yang buruk. Semakin berkembangya usaha budidaya lele, kebutuhan benih dirasa masih kurang.

Berikut diuraikan secara singkat teknik pemijahan lele dumbo, yang dapat dilakukan pada lahan yang sempit dan menggunakan sarana prasarana yang sederhana.

TEKNIK PEMIJAHAN

1. Menyiapkan Media Pemijahan
a. Menyiapkan bak pemijahan, bak yang digunakan cukup dengan ukuran 2x3m dengan kedalaman bak 1m. Bak dicuci dengan larutan permanganat dosis 1 sendok teh dicampur dengan 3 liter air atau 5 gr/m3 air.
b. Menyiapkan Kakaban, terbuat dari ijuk yang dibingkai dengan bambu.
c. Menyiapkan Air Pemijahan, bak pemijahan diisi dengan air setinggi 40 cm. Air yang digunakan adalah air dari PDAM.

2. Menyiapkan Induk Lele
a. Merawat Induk Lele, Induk lele yang akan dipijahkan harus diberikan pakan yang baik agar dapat menghasitkan benih yang baik. Induk lele setiap hari diberikan pakan daging bekicot atau ikan rucah. Pemberian pakan dilakukan pagi dan sore dengan dosis 10% dari berat badan. Bak penampungan induk dekat dengan bak pemijahan agar menangkapnya mudah. Sebaiknya induk jantan dan betina ditempatkan secara terpisah. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, perawatan induk-induk dilakukan secara terpisah.
b. Memilih induk lele siap pijah, Ciri-ciri induk betina siap pijah adalah :
* Bagian perut membesar dan lunak kalau diraba,
* Dubur terlihat merah dan lubang pengeluaran telur lunak melebar,
* Membuat gerakan mondar-mandir,
* Bagian dubur merah dan lunak dan kalau diurut dari arah perut akan keluar cairan putih atau sperma.
c. Memijahkan Lele Dumbo
* Isi bak pemijahan dengan air setinggi 40 cm.
* Pasang kakaban hingga menutupi 80% permukaan air. Lepaskan induk-induk lele yang sudah dipilih dengan perbandingan 1 betina dan 2 jantan.
* Proses pemijahan akan terjadi pada malam hari yang ditandai terlebih dahulu adanya kejar-kejaran antara induk betina dan jantan mengitari kakaban.
* Amati pada pagi hari, telur-telur sudah dilepas dan menempel pada seluruh permukaan kakaban.
d. Menetaskan Telur
* Menyiapkan bak penetasan telur, bersihkan terlebih dahulu bak-bak dengan permangkanat.
* Isi air penetasan setinggi 40 cm, pindahkan / angkat kakaban masukan kedalam bak yang sudah disiapkan.
* Amati telur-telur tersebut setelah 24 jam dan telur-telur tersebut mulai menetas. Telur yang baik akan menetas sampai 35 jam. Anak ikan yang keluar dari telur masih sangat kecil dan lemah. Badan transparan dan kalau dilihat dengan microskop akan terlihat masih mengandung kuning telur. Telur-telur yang tidak terbuahi berwarna kuning susu dan tidak akan menetas serta akan membusuk. Telur-telur yang terbuahi terlihat kuning transparan dan akan menetas setelah 34 jam sampai dengan 48 jam dikeluarkan oleh induk.
e. Pemeliharaan Larva
* Menyiapkan bak untuk budidaya pakan alami berupa dapnia atau cacing rambut. Cacing rambut banyak dijual di kios-kios pedagang ikan hias.
* Setelah telur lebih dari 48 jam dan sudah terlihat banyak yang menetas maka kakaban diangkat secara hati- hati.
* Merawat larva, larva yang baru beberapa hari menetas kondisinya masih sangat lemah. Larva in tidak memerlukan pakan tambahan sampai menunggu kandungan kuning telurnya habis. Kandungan kuning telur akan habis setelah menetas 7 hari. Untuk menjaga mortalitas yang tinggi pertu dipasang aerasi.
* Memberi pakan larva. Setetah kandungan 7 hari, kandungan kuning telur yang asd sudah habis dan harus segera diberi pakan tambahan dari luar. Pakan pertama dapat diberikan kuning telur yang diblender setiap pagi dan sore sebanyak satu butir per 5000 ekor. Pemberian pakan cacing rambut dapat diberikan setelah 11 hari dan juga dapnia.

MEMANEN BENIH LELE

Panen benih lele bukan merupakan kegiatan akhir dari kegiatan budidaya. Pemungutan hasil pertama dilakukan setelah benih berumur 17 sampai 21 hari (panjang t 2,5 cm). Pada ukuran tersebut benih lele sudah bisa ditebar pada petak pembesaran secara langsung atau ditebar pada tempat penampungan sambil menunggu pembeli.

ALAT BAHAN PEMANEN

Alat berupa seser, ember, waring, kantong plastik, tali karet, tabung udara, mangkok kecil. Perhitungan hasil biasanya dilakukan secara manual. Untuk memperoleh benih yang seragam digunakan ember plastik yang berlubang-lubang.

Sumber:
Warta Jaladri No. 03/01/05
BPPP Tegal
Jl. Martoloyo PO BOX 22 Tegal
Telp. 0283-356393, Fax. 0283-322064
E-mail : bp3tegal@dkp.go.id, bppp_tegal@plasa.com


www.jendelahewan.blogspot.com

Rabu, 15 Desember 2010

Mau Bisnis Dengan Modal Kecil, Bisa Coba Popcorn

Makanan ringan merupakan pasar bisnis yang cukup potensial, pasalnya hampir setiap orang suka mengkonsumsi makanan ringan atau camilan. Popcorn merupakan salah satu makanan ringan yang cukup digemari. Dengan beragam variasi rasa olahan popcorn menjadikan bisnis ini patut dicoba. Memulai bisnis makanan ringan popcorn cukup sesuai untuk usaha dengan modal kecil karena bahan baku dan pengolahan yang cukup murah. Meski bahan bakunya murah namun keuntungan bisnis ini bisa lumayan.

Inovasi dalam aneka rasa popcorn menjadi salah satu kunci keberhasilan bisnis ini. Karena konsumen camilan cenderung ingin juga bereksperimen dengan aneka rasa yang berbeda. Misalnya saja rasa manis, asin, pedas dan lain-lain.

Jika anda tertarik untuk memulai bisnis popcorn berikut ini tips-tips yang perlu dipertimbangkan sebelum memulainya:

1. Tulis sebuah rencana bisnis untuk bisnis popcorn Anda.
Gambarkan fokus tertentu bisnis popcorn Anda, seperti popcorn gourmet atau popcorn rendah lemak. Berikan gambaran umum tentang rasa berbeda yang akan Anda berikan, termasuk variasi gurih dan manis. Sertakan gambaran klien utama Anda termasuk apakah Anda akan mengemas popcorn Anda dan menjualnya secara grosir, apakah Anda akan membuka sebuah lokasi di bagian depan toko atau apakah Anda akan beroperasi di sebuah booth di pameran dan acara olahraga.

Berikan informasi keuangan dengan rencana bisnis atau business plan Anda termasuk proyeksi aliran kas yang menjelaskan bagaimana Anda akan menangani fluktuasi musiman seperti penjualan yang menurun di musim dingin jika Anda memliki konsesi popcorn.

2. Beli peralatan yang dibutuhkan untuk bisnis popcorn.
Peralatan yang diperlukan termasuk penggorengan khusus dengan kompor jika Anda akan membuat dan mengemas popcorn, atau sebuah alat pembuat popcorn yang portabel jika Anda ingin berjualan dalam acara-acara temporer. Dirikan fasilitas untuk kode kesehatan yang relevan.

Popcorn tidak dianggap sebagai makanan berbahaya sehingga Anda tidak akan perlu menyimpan dalam kulkas kecuali jika Anda memberikan tambahan seperti mentega. Namun Anda akan membutuhkan lingkungan dengan sanitasi yang bersih seperti bak cuci piring aluminium untuk mencuci peralatan dan fasilitas cuci tangan yang bisa digunakan dengan mudah. Dapatkan ijin dari Depkes.

3. Beli inventaris untuk bisnis popcorn Anda dari supplier online atau penjual layanan makanan.
Belilah popcorn kering, penyedap rasa, dan bahan pembungkus seperti kantong dan kaleng. Desain dan cetak label untuk popcorn Anda. Jika Anda menjual produk eceran yang dikemas atau grosir, masukkan daftar bahan-bahan, berat produk, informasi alergen dan zat gizi serta informasi kontak perusahaan Anda.

4. Pasarkan bisnis popcorn ke pelanggan potensial yang menikmati kudapan gurih dan manis.
Desain sebuah tanda atraktif dan penuh warna jika Anda inin menjual popcorn di toko eceran atau tempat yang disetujui. Jika Anda menjual popcorn secara grosir, jadwalkan demonstrasi produk di toko-toko yang membeawa merek Anda untuk meberikan sampel rasa pada pembeli potensial.

Sumber: http://ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/4914-raup-untung-dari-renyahnya-popcorn.html


www.jendelahewan.blogspot.com

Senin, 13 Desember 2010

Tips Sukses Budidaya Udang Windu

1. Pemilihan lokasi budidaya
Pantai merupakan daerah terendah dari suatu aliran sungai. Akibatnya, kualitas air tawar di daerah hilir atau di lokasi tambak menjadi rawan terhadap pengaruh negatif dari daerah hulu, seperti endapan sedimen, hanyutan pestisida, dan polutan industri atau polutan rumah tangga. Dengan kata lain, pengelolaan air yang tidak baik di daerah hulu dapat berakibat buruk pada daerah hilir. Persoalan ini menunjukkan bahwa pengelolaan daerah pantai tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan daerah hulu. Karena itu pembangunan tambak budidaya udang windu hendaknya didukung oleh persyaratan seperti berikut ini:
- Tambak dibangun di luar wilayah padat penduduk dan industri.
- Lokasi tambak bukan kawasan hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan produksi.
- Tambak memiliki sumber air yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya.
- Tambak memiliki saluran irigasi yang memenuhi syarat agar air tersedia secara teratur, memadai, dan terjamin.
- Sumber air tawar tidak berasal dari air tanah (sumur bor) karena penggunaan air tanah dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian, yakni terjadinya instrusi air laut (peresapan air laut ke perairan tawar) yang menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

2. Pemilihan induk
Induk betina yang dipilih harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
- Berat lebih dari 50 gram.
- Kandungan telur tinggi.
- Sudah matang telur (terlihat dari warna abu-abu di punggung).
- Bentuk tubuh normal, tidak cacat.
- Bersih dari kotoran dan parasit.

Sedangkan persyaratan induk jantan adalah sebagai berikut:
- Berat lebih dari 40 gram.
- Kaki jalan kedua tidak terlau besar.
- Tidak agresif.
- Bentuk tubuh normal, tidak cacat.
- Bersih dari kotoran dan parasit.

3. Pakan induk
Udang windu bersifat nocturnal, artinya aktif mencari makan dan beraktivitas pada malam hari atau pada suasana gelap. Sebaliknya, pada slang hari aktivitasnya menurun dan lebih banyak membenamkan dirinya di dalam lumpur atau pasir. Makanan udang windu bervariasi, baik jenis maupun komposisinya, tergantung dari umurnya. Namun, umumnya udang bersifat karnivora (pemakan hewan). Makanannya berupa hewan-hewan kecil, seperti invertebrate (hewan tidak bertulang belakang) air, udang kecil, kerang (bivalvae), dan ikan kecil.

Udang yang dibudidayakan di tambak bisa diberi pelet. Induk udang memerlukan makanan alami yang mempunyai kandungan kolesterol tinggi yang berasal dari kerang-kerangan dan krustase lain (kepiting). Jenis makanan ini diperlukan untuk mempercepat proses pematangan telur.

4. Teknik pemijahan
Di alam, udang windu muda banyak ditemukan di perairan payau dengan salinitas rendah, seperti di muara sungai tempat pertemuan antara air laut dan air tawar. Setelah dewasa kelamin, udang windu akan menuju perairan laut dalam yang kondisi airnya jernih dan tenang dan menjadikan tempat tersebut untuk berkembang biak.

Kondisi yang demikian juga diperlukan jika udang windu dipijahkan di luar habitat aslinya, misainya di tempat pembenihan (hatchery) udang windu. Pemijahan udang windu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemijahan ikan.

Udang windu akan matang kelamin pada umur 1,5 tahun dan siap melakukan tugasnya untuk berkembangbiak. Pada saat itu, berat tubuhnya mencapai 90-120 gram/ekor.

Perkawinan udang windu umumnya berlangsung pada malam hari. Ada kecenderungan, pada saat bulan purnama terjadi pemijahan massal udang windu yang sudah matang kelamin.

Pemijahan terjadi tatkala udang jantan mengeluarkan spermatozoa dari alat kelamin jantan (petasma) kemudian memasukannya ke dalam alat kelamin (telichum) udang betina. Setelah terjadi kontak langsung, induk betina akan nengeluarkan sel telur sehingga terjadilah pembuahan. Telur hasil pembuahan ini akan melayang di dasar perairan laut dalam. Selanjutnya, telur yang sudah menetas akan menjadi larva yang bersifat planktonik (melayang) dan akan naik ke permukaan air.

Dalam satu kali musim pemijahan, seekor induk betina menghasilkan telur sebanyak 200.000-500.000 butir. Setelah telur menetas, larva udang windu mengalami perubahan bentuk beberapa kali seperti berikut ini:
- Periode nauplius atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani selama 46-50 jam dan larva mengalami enam kali pergantian kulit.
- Periode Zoea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-120 jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
- Periode mysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam dan larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali.
- Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub-stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
- Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt. Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenil hingga udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang gonad, udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk melakukan pemijahan. Udang dewasa menyukai perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt.

Sumber : http://www.lintasberita.com/go/1141381


www.jendelahewan.blogspot.com

Sabtu, 11 Desember 2010

Rahasia Bob Sadino

Setiap orang memiliki rahasia. Begitu juga dengan Bob Sadino. Rahasia, tidak selalu berkonotasi jelek, karena yang ini justru rahasia baik, yang penting untuk anda ketahui, pembaca WK. Rahasia ini begitu pentingnya sehingga saya mesti hati-hati mengutarakannya, takut yang memiliki rahasia marah atau mensomasi saya.

Sebelum bercerita tentang rahasia kesuksesan Bob Sadino, saya ingin bercerita tentang rahasia-rahasia lainnya yang ringan-ringan, yang pernah saya dengar. Di Kampung saya, daerah urban yang kini disesaki industri, Kawasan Selatan Gresik, Jawa Timur, ada seorang penjual bakso keliling yang setiap sore selalu ditunggu-tunggu oleh pelanggan. Ia berjualan bakso sejak saya masih remaja, dengan rasa yang biasa-biasa saja. Tetapi dalam lima tahun terakhir, saat penjual bakso mulai banyak, saya melihat perubahan yang besar. Selain rasa baksonya yang enak, rasa kuahnya juga sangat sedap, halal, harganya juga murah.

Pantas, setiap orang selalu menunggu-nunggu saat ia lewat. Namanya, Timbul. Nama ini, kini bukan sekedar nama bakso, tetapi sudah menjadi guyonan jika ada orang yang sedang berdiri di tepi jalan. Ketika ditanya, menunggu siapa? Jawaban slengekan sering dibalas dengan ucapan : menunggu Timbul. Suatu ketika, saat saya pulang kampung, saya mendatangi rumahnya, menanyakan mengapa rasa baksonya begitu enak, tekstur, kekenyalannya, juga rasanya. Semuanya dibuat alami, dari bahan halal, daging sapi beneran, bukan daging glonggongan, tanpa bahan pengawet karena selalu habis dalam sehari.

“Rahasianya apa kok baksonya enak,” tanya saya kepadanya. Karena saya wartawan, dan bukan pedagang bakso, Timbul mau menceritakan perjalanan hidupnya, dari sejak berjualan bakso pertama kali, hingga hari ini. Jika dihitung-hitung, sudah lebih dari 15 tahun ia berjualan bakso. Iapun menceritakan, bagaimana ia setiap hari mencoba membuat bakso terbaik dan rasa terenak sesuai yang diinginkan pelanggan. Setiap pulang dari berjualan, ia selalu mengoreksi kekurangannya bersama istri tercintanya. Menghitung omzet, keuntungan, meskipun jumlahnya tidak seberapa, justru merupakan kegiatan berikutnya.

Untuk mengetahui apa yang diinginkan pelanggan, caranya, ia selalu mendengar apa saja yang dikeluhkan pelanggan, mulai dari kuah yang anyep, bakso yang kurang empuk, hingga omela-omelan lain yang sering diucapkan pelanggan. Semua didengarkan. Saran, kritikan, cacian, tidak membuatnya marah, tetapi malah ‘tersenyum’ dan berkeinginan untuk terus memberikan yang terbaik kepada pelanggannya. Rasa baksonya yang enak rahasianya terletak pada campuran daging, dan bahan lain dengan adonan yang tepat. Rasa kuahnya yang sedap terletak pada perlakuan pemberian bumbu-bumbu dan kaldu yang tepat, serta pengapian saat memasak. Dan tentu saja banyak rahasia-rahasia lainnya yang tidak mungkin saya ceritakan di rubrik sebanyak satu halaman ini.

“Bolehkah resep ini saya bawa ke Jakarta?. Saya yakin resepnya bisa menjadi bakso yang banyak disukai semua orang. Kalau perlu diwaralabakan, atau dimitrakan, seperti teman-teman saya ,”lanjut saya. Yang tidak saya duga jawabannya : “saya ingin membahagiakan tetangga-tetangga saya, orang-orang kampung saya untuk menikmati bakso terlezat yang tidak ada duanya,” ujarnya. Lho kok?. Itulah rahasia Timbul yang saya tak bisa mengoreknya.

Kembali ke Rahasia Bob Sadino. Banyak perhimpunan mahasiswa, perkumpulan pengusaha yang mengundang Bob untuk berbicara. Berbicara tentang kesuksesan dan kiat-kiatnya berbisnis. Cerita kisah hidup dan bisnisnya biasanya bermula dari ia berjualan telur ayam kampung. Saya yang berkali-kali hadir mendengar penuturan Bob, sering mendengar kalimat yang sama, namun setiap waktu penekannya berbeda. Suatu saat saya berkesempatan menjadi moderator acara diskusi bisnis yang diselenggarakan Marketing Club, Mahasiswa Magister Manajemen UGM, di Yogyakarta beberapa waktu lalu. Peserta yang hadir jumlahnya ratusan yang sangat antusias. Seorang bertanya : Apa kiat sukses Bob Sadino?

Cerita Bob bergulir kembali, mengawali usaha di zaman bahulea, zaman ketika Bob masih susah dengan berjualan telor ayam bersama istrinya ke perumahan-perumahan, menawarkan satu persatu telor tersebut kepada pelanggan yang dikenalnya di Kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Cerita menjadi sedemikian dramatis. Mengapa begitu dramatis? Karena dipastikan tidak mungkin ada orang yang mau meniru cara Bob untuk memulai bisnis dengan berjualan telor. Tetapi justru inilah rahasia terbesarnya. Bob dan istrinya pandai berbahasa Inggris, Jerman, dan Indonesia. Ia lihay melakukan kegiatan pemasaran.

Bisa dibayangkan seseorang yang memiliki kepiawaian berjualan dengan pemahaman bahasa internasional yang mumpuni, seperti bahasa Inggris dan Jerman, akan membuat Bob berbeda dari yang lainnya. Seorang penjual telor tetapi dapat bergaul dan berkomunikasi dengan orang-orang bule! Rahasia itulah yang paling besar yang mengantarkannya menuju sukses sekarang. Bukan celana pendeknya.

Sumber : http://www.majalahwk.com/artikel-artikel/entrepreneurship/296-edisi-majalah.html


www.jendelahewan.blogspot.com

Kelebihan/keunggulan budidaya belut di air bersih

Di semua usaha pasti ada kelemahan/kekurangan dan kelebihannya, dalam budidaya belut di air bersih itu sendiri mempunyai kunggulann atau kelebihan-kelebihan tersendiri antara lain :

Belut Mudah Dikontrol
Budidaya belut di Media Air Bersih tanpa lumpur terbilang lebih effektif dibandingkan dengan budidaya belut di media lumpur. Khususnya kemudahan dalam melakukan pengontrolan terhadap belut yang dibesarkan, selain itu jika ada belut yang terlihat sakit atau mati, akan mudah terlihat sehingga bisa segera diambil dari kolam budidaya.

Penebaran Benih Belut Lebih Banyak
Budidaya Belut dengan media air bersih memungkinkan pembudidaya untuk meningkatkan jumlah belut yang di besarkan di kolam hingga bisa mencapai 30 kali lipat per m2 di banding budidaya belut di media lumpur. Hal ini dapat di lakukan karena di media air bersih, fungsi lumpur sebagai alat perlindungan/persembunyian bagi belut, sedangkan budidaya belut di air bersih peranan tubuh belut itu sendiri bisa di jadikan tempat perlindungan/persembunyian bagi belut itu sendiri (pengganti lumpur). Dalam Budidaya belut di air bersih berdasarkan uji coba, untuk ukuran 1m2 bisa ditebar benih belut 30kg, sedangkan di media lumpur penebaran benih untuk ukuran 1 m2 hanya bisa kita tebar 1kg maksimal 1,5kg, jika penebaran melebihi angka tersebut pertumbuhan belut akan terganggu, bahkan bisa terjadi saling serang menyerang antar belut untuk berebut wilayah hidupnya. Sehingga tingkat kematian belut di media lumpur akan semakin tinggi.

Meminimalkan Angka Kanibalisme
Seperti binatang-binatang lainnya, belut yang dibesarkan di dalam air yang berlumpur terutama belut jantan atau belut yang sudah mencapai umur 6-8 bulan, akan memperlakukan habitat tempatnya bernaung sebagai daerah kekuasaannya. bila merasa terusik oleh belut yang lain dan daerah kekuasaannya terancam, belut tersebut akan saling serang menyerang. Hal itulah yang menyebabkan tingginya angka kematian pada belut-belut yang kita pelihara di media air berlumpur. namun, dalam hal ini tidak akan terjadi pada belut yang dipelihara di media air bersih tanpa lumpur, karena antara belut satu dengan yang lainya justru saling membutuhkan, dalam metode budidaya belut di air bersih, badan belut adalah sebagai tempat untuk saling melindungi dan sebagai tempat persembunyian.

Lebih Effisien Dan Effektif
Belut yang sudah kita kenal dengan gaya hidupnya yang selalu bersembunyi didalam lumpur yang berair. Namun hal yang sebenarnya dimana ada lobang belut yang masih ada belutnya disitu pasti akan terdapat air yang jernih. Dengan adanya hal tersebut berarti syarat hidup belut adalah di air jernih (air bersih), dan tanpa lumpurpun masih bisa hidup dan bisa dibesarkan. Budidaya belut di air bersih (air jernih) tanpa lumpur memungkinkan para pembudidaya tidak akan kerepotan karena harus mencari jerami, debog pisang ataupun lumpur sebagai medianya namun dengan budidaya belut di air bersih cukup dengan air yang jernih saja dan dalam budidaya belut di air bersih juga akan menghemat lahan karena dalam pembikinan kolam dengan media air bersih, bisa disusun menjadi 3 tingkat atau lebih. dalam pemberian pakan di media air bersih juga tidak cuma-cuma(mubadzir) karena setiap kita tebar pakannya, belut akan melihat sehingga belut akan langsung memangsanya.


www.jendelahewan.blogspot.com

Kamis, 09 Desember 2010

Peluang Usaha Unik : Lobster Air Tawar Nan Menawan

Bila Anda sudah bosen dengan budidaya jenis ikan-ikanan darat, mungkin cobalah budidaya yang satu ini. Sering salah kaprah kalau jenis binatang ini hanya hidup di lautan, ternyata ada pula yang hidup di perairan darat. Nah, dari sekian banyak jenis lobster air tawar yang ada, yang paling layak dan mudah untuk dibudidayakan adalah yang berjenis cherax quadricarinatus atau biasa disebut red claw. Selain dagingnya cukup banyak (dan lezat tentunya), juga mudah dalam pemeliharaannya. Bahkan gizi yang dikandung si lobster ini lebih baik dan non kolesterol.

Unsur mudah dalam pemeliharaan ini sangat penting ditekankan, mengingat tidak hanya berkaitan dengan biaya operasional yang harus reasonable, tapi juga masalah fleksibilitas tempat pengembangbiakan. Bagi yang punya keterbatasan lahan, budidaya lobster ini bisa juga dilakukan di bak-bak artifisial semacam wadding pool anak-anak, box stereofom, hingga talang air.

Secara umum, budidaya lobster air tawar (kita singkat aja dengan LAT) dibagi dalam dua jenis, yaitu pembibitan dan pembesaran. Kalau pembibitan lebih mengarah kepada produksi bibit yang dijual untuk pembesaran, sedangkan pembesaran lebih mengarah kepada usaha pembesaran bibit-bibit LAT hingga pada ukuran yang dianggap layak untuk dikonsumsi. Namun bisa pula antara proses pembibitan dan pembesaran dijadikan satu.

Modal awalnya adalah Anda harus memiliki beberapa sepasang indukan. Dengan memiliki indukan yang sehat dan memenuhi protap (prosedur tetap), proses pembibitan akan lebih baik. Meski terkesan mudah dalam proses beternak LAT, namun saya sarankan untuk mengikuti pelatihan beternak hewan cantik ini. Selain bisa langsung paham dengan praktek, biasanya bisa berguru langsung kepada peternak yang sudah mapan. Bintaro Fish Center yang dimiliki oleh Ir. CunCun Setiawan merupakan salah satu tempat latihan beternak LAT yang layak direkomendasikan.

Masalah harga pasar, sebenarnya cukup menjanjikan. Namun karena pangsa pasarnya masih belum mature, maka seringkali harga pasar tidak bisa dijadikan patokan. Tapi secara ekonomis budidaya ini cukup menjanjikan. Permintaan atas LAT ini tiap tahun semakin meningkat, terutama untuk daerah Jabodetabek dan pangsa pasar ekspor. Untuk lebih jelasnya, bisa Anda lihat di http://www.lobsterairtawar.com/ atau
http://www.lobsterkingsfarm.com/. Lebih enaknya lagi tinggal Anda buka google dan ketikkan lobster air tawar.


www.jendelahewan.blogspot.com

Meningkatkan Kinerja Usaha

Mengelola bisnis usaha kecil tidak ada bedanya dengan mengelola perusahaan besar. Semuanya memerlukan usaha serius, kerja keras dan efektif. Kinerja perusahaan yang baik secara keseluruhan akan menentukan keberhasilan bisnis yang dikelola. Kinerja berkaitan dengan semangat karyawan di dalam menjalankan fungsinya secara baik dan benar. Jika karyawabn memandang perusahannya pantas diberi komitmen sepenuh hati (engage) , maka kinerjanya akan meningkat dan konsekuensinya kinerja perusahaan akan meningkat pula.

Untuk mewujudkan itu perlu dianalisa beberapa faktor yang bisa meningkatka kinerja perusahaan secara significant. Idealnya perusahaan bisa memenuhi seluruh key driver secara maksimal. Namun, tentu saja itu sulit. Solusinya, Menurut Direktur Pengelola Multi Talenta Indonesia, Irwan Rei, menganjurkan perusahaan melakukan survei internal tentang hal berikut:

* Faktor pendorong utama (key driver) apa saja yang saat ini relatif rendah nilainya dibandingkan dengan yang lain?

* Mana yang harus atau bisa diperbaiki terlebih dulu?

* Faktor apakah yang kalau diperbaiki memberi pengaruh besar pada peningkatan motivasi dan komitmen karyawan?

* Apa yang relatif cepat dan mudah dilakukan perusahaan untuk memperbaiki kondisi yang ada?

Irwan menilai, faktor-faktor ini saling terkait satu sama lain. Pengembangan karier berhubungan dengan sistem penggajian, kepemimpinan dengan komunikasi dan penetapan sasaran kerja (sense of direction).

Perbaikan di satu faktor umumnya turut memperbaiki faktor lain. Yang mesti digarisbawahi, ia mewanti-wanti, besarnya pengaruh key driver serta berbagai komponennya tak akan sama untuk setiap individu ataupun kelompok karyawan. Alhasil, perusahaan dapat membangun rencana perbaikan berdasarkan pengelompokan-pengelompokan karyawan yang ada.

Setelah analisis dilakukan, perusahaan perlu menyusun rencana kerja perbaikan kondisi yang ada. Misalnya, bila nilai di bagian peluang karier rendah, lihatlah apakah perusahaan telah memiliki sistem pengembangan karier (career growth model) yang baik.

Akan tetapi, mengingat ini menyangkut manusia yang sifatnya kompleks, model-model motivasi dan komitmen, menurut Irwan, tidak akan pernah 100% akurat dan eksak. Karena itu, tidak ada jaminan 100% program perbaikan akan meningkatkan motivasi dan komitmen karyawan. Namun, setidaknya memberikan kita suatu dasar di dalam melakukan perbaikan.(Galeriukm).

Sumber: http://swa.co.id/2007/03/menjadi-perusahaan-pillihan/


www.jendelahewan.blogspot.com

Selasa, 07 Desember 2010

Mencetak Wirausaha Sukses Harus sejak Dini

Inovasi dan kreativitas menjadi modal penting dalam membangun kewirausahaan. Selain itu, juga ketahanan mental yang membuat wirausahawan bertahan dalam berbagai kondisi usahanya.
Generasi wirausaha yang kreatif dan berani tampil dengan brand inovatif akan dimiliki Indonesia, jika wirausaha ditanamkan pada anak usia 0-7 tahun.

"Entrepreneurship perlu masuk dalam kurikulum seperti yang dilakukan sekolah internasional yang ada di Indonesia. Program business day di sekolah internasional ini mengajarkan anak untuk kreatif. Anak berpikir mengenai apa yang mau dijual. Hal kecil seperti ini melatih anak untuk berpikir kreatif dan berinovasi," jelas pengamat ekonomi, Aviliani, saat peluncuran program reality show kompetisi wirausaha Diplomat Success Challenge, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Pengetahuan yang didapat pada usia ini akan diterima anak 80 persen. Jika sudah melebihi usia tujuh tahun, yang diandalkan hanyalah bakatnya, tambah Aviliani. Wirausahawan yang sukses dilatari oleh sikap mental, kreativitas, dan inovasi yang telah terlatih sejak kecil.

Siapa pun bisa menjadi wirausahawan, tetapi tingkat keberhasilannya dipengaruhi daya inovasi dan kreasi dalam diri. Seperti karyawan yang ingin beralih profesi menjadi pebisnis contohnya, hal ini mungkin saja. Namun, kata Aviliani, mereka cenderung memilih usaha yang mudah seperti franchise dan cenderung memiliki kreativitas rendah.

"Karyawan bisa saja beralih menjadi wirausaha, namun kecenderungan cara berpikirnya adalah daripada uang ditabung, lebih baik berbisnis dengan franchise. Kreativitasnya rendah. Karenanya, orang Indonesia lebih suka franchise daripada membangun brand baru," lanjutnya.

Melibatkan anak dalam kegiatan bisnis orangtuanya juga menjadi cara melatih kewirausahaan. Anak akan merekam perilaku orangtuanya saat menjalani usaha. Pengalaman inilah yang akan melekat dalam dirinya.

"Orang Indonesia cenderung meminta anak fokus ke sekolah saja setinggi-tingginya, sementara orangtua menjalani berbisnis. Saat anak harus menggantikan bisnis orangtuanya, yang terjadi adalah usaha tak berhasil karena anak tidak tahu cara berjualan atau menghadapi konsumen," jelas Aviliani.

Jika saja anak dibolehkan terlibat dalam aktivitas bisnis orangtuanya sejak kecil, maka sikap mentalnya akan terbangun. Anak mampu menjalani bisnis orangtuanya saat dewasa karena tak gengsi dan mau bekerja keras, seperti orangtua yang membangun bisnis dari nol.

Sumber : http://female.kompas.com


www.jendelahewan.blogspot.com

Kamis, 02 Desember 2010

Kepekaan dan Ketegasan Dibutuhkan dalam Wirausaha

Karakter individu acapkali dikaitkan dengan bakat berbisnis. Jika terlalu baik hati atau cenderung tak tega dengan orang lain, dianggap tak cocok menjalani usaha. Kurangnya ketegasan bisa membuat usaha merugi.

Anggapan atau pendapat yang berkembang seperti ini terkadang menghalangi sebagian orang untuk berbisnis. Keinginan untuk berwirausaha dan mendapatkan penghasilan lebih dengan kemandirian yang dibangunnya, akhirnya pudar atau tertunda.

Salma Dian Priharjati, pendiri Totok Aura Dian Kenanga, menjalani wirausaha sejak enam tahun lalu dengan keinginannya untuk selalu memberikan layanan terbaik untuk pelanggan. Termasuk juga memberikan keuntungan yang didapatnya untuk lebih mensejahterakan karyawan.

"Menyenangkan karyawan didahulukan. Saat tarif dasar listrik naik misalnya, kami berpikir dan akhirnya juga menaikkan gaji karyawan. Karyawan yang bekerja dengan hati senang akan lebih sayang dengan perusahaan, termasuk juga kepada pemiliknya," papar Dian saat ditemui Kompas Female di gerai Dian Kenanga di Pejaten, Jakarta Selatan, Selasa (21/9/2010) lalu.

Kepekaan yang terbangun dengan menyenangkan karyawan berbuah loyalitas dan integritas karyawan Dian Kenanga. Inilah yang membuat bisnis perawatan kebugaran tubuh dan wajah ini terus berkembang dan ternama.

"Berbisnis dengan menggunakan hati tak lantas membuat pemilik tak bisa tegas. Begitupun sebaliknya, siapa bilang jika bersikap tegas juga tak pakai hati," lanjut Dian, yang menyeimbangkan ketegasan dan kepekaan dalam menjalani bisnisnya.
Dian yang mengembangkan bisnis bersama suami, Aria Abiasa, berbagi pengalamannya membangun Dian Kenanga Totok Aura yang kini memiliki dua gerai dan berencana akan membuka tiga gerai lagi di Bintaro, Depok, dan Kelapa Gading.

1. Fokus pada hal yang disenangi dan dikuasai
Anda dapat memulai suatu usaha dengan apa yang Anda senangi dan Anda kuasai. Jika Anda senang dengan usaha yang digeluti, Anda tidak ragu untuk menguasai setiap detail dari usaha Anda tersebut. Tidak mungkin seseorang menjadi ahli tanpa menyenanginya. Selalu ada korelasi antara kesenangan dan keahlian.

2. Memisahkan uang pribadi dan uang perusahaan
Ketika Anda menjadi wirausahawan, Anda harus pintar-pintar memisahkan antara uang perusahaan dan uang pribadi. Anda masih digaji dengan uang perusahaan. Setiap rupiah yang Anda pinjam dari uang perusahaan harus dikembalikan dengan jumlah yang sama.

3. Memperhatikan kesejahteraan pegawai
Meskipun Anda adalah pemilik usaha, Anda juga harus memperhatikan kesejahteraan para pegawai yang Anda miliki. Tanpa memperhatikan kesejahteraannya, Anda tidak dapat mengharapkan pelayanan yang baik.

"Tidak akan ada pelayanan yang baik tanpa menggaji karyawan dengan baik. Kesejahteraan pelayanan harus diperhatikan.Tanpa karyawan, semua usaha tidak akan berhasil, sebagus dan sepintar apapun konseptor yang menangani," kata Dian.

4. Melayani dengan hati
Untuk membangun sebuah usaha di bidang jasa, pelayanan yang diberikan harus maksimal. Sehebat apapun suatu produk, jika pelayanan tidak terjaga dengan baik akan menjadi sia-sia. Mentalitas untuk melayani harus dimiliki tidak hanya oleh pegawai tetapi juga oleh pemiliknya.

"Kasih, berbagi, dan bersandar pada pencipta harus menjadi dasar dari pelayanan baik pada pelanggan maupun karyawan. Semua ini hanyalah titipan untuk melakukan kebaikan, itulah yang harus disadari," imbuhnya.

Sumber : Kompas.com


www.jendelahewan.blogspot.com

Senin, 29 November 2010

Budidaya Ikan Nila Merah

Nila merah dikenal juga sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara homorum dengan mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan ini masuk ke Indonesia pada tahun 1981 dari Filipina dan tahun 1989 dari Thailand.

Budi daya nila merah telah berkembang di beberapa daerah, bahkan produksinya telah diekspor ke Eropa dan Amerika Serikat. Dagingnya putih serta tebal. Rasanya enak, seperti ikan kakap merah. Di beberapa negara Eropa, daging nila merah dimanfaatkan sebagai substitusi bagi daging kakap merah.

Dalam budi daya, ikan nila merah mempunyai keunggulan antara lain 1) ikan nila merah respon terhadap pakan buatan, 2)pertumbuhan cepat, 3) dapat hidup dalam kondisi kepadatan tinggi, 4) nilai perbandingan antara konsumsi pakan dan daging Yang dihasilkan lebih rendah, 5) tahan terhadap penyakit dan lingkungan perairan yang tidak memadai, 6) rasa dagingnya enak dan banyak digemari masyarakat.

A. Sistematika
Famili : Chiclidae
Spesies : Oreochromis niloticus
Nama dagang : red tilapia
Nama lokal : kakap merapi, mujarah

B. Ciri-ciri dari Aspek Biologi
1. Ciri fisik
Tubuh ikan agak bulat dan pipih. Mulut terletak di ujung kepala (terminal). Garis rusuk (linea lateralis) terputus menjadi dua bagian dan terletak memanjang mulai dari atas sirip dada. Jumlsh sisik garis rusuk sebanyak 34 buah. Warna badan kemerahan polos atau bertotol-totol hitam dan sering pula berwarna albino (bule).

2. Pertumbuhan dan perkembangan
Nila merah bersifat beranak pinak dan cepat pertumbuhannya. Selain itu, ikan ini memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan kadar garam sampai 30 promil. Kedewasaan pertama tercapai pada umur 4-6 bulan dengan bobot 100-250 g. Jenis ikan ini dapat memijah 6-7 kali/tahun.

Seekor induk betina dapat menghasilkan telur sebanyak 1.000 - 1.500 butir. Saat pemijahan ikan jantan akan membuat sarang dan menjaganya. Telur yang telah dibuahi dierami oleh induk betina di dalam mulutnya. Penjagaan oleh betina masih terus dilanjutkan sampai seminggu setelah telur-telur tersebut menetas.

Di dalam karamba jaring apung ikan ini dapat mencapai ukuran di atas 250 g dalam waktu 4 bulan dari bobot awal sekitar 20 g. lkan jantan tumbuh lebih cepat dan lebih besar dibanding betinanya.

C. Pemilihan Lokasi Budi Daya

Sebagai ikan yang tergolong eurihalin, ikan nila merah dapat dibudidayakan di perairan tawar, payau, dan laut. Namun demikian, pada perairan dengan kadar garam tinggi (>29 ppt) ikan ini masih tumbuh baik, tetapi tidak dapat berkembang biak. Nila merah dapat tumbuh baik pada lingkungan perairan yang bersuhu antara 27-33 0 C; kadar oksigen terlarut >3 mg/l; pH 7-8,3; alkalinitas 90 — 190 mg/l; kesadahan 62-79 mg CaCO 3, kecepatan arus 10 -2o cm/dt, kecerahan >3 m, dan kedalaman air 10-20 M.

D. Wadah Budi Daya

Rakit sebagai tempat karamba dapat dibuat dari bahan kayu, pipa besi antikarat, atau bambu. Pelampung berupa drum plastik bervolume 200 l. Untuk satu unit KJA berukuran 5 m x 5 m, memerlukan 8-9 Pelampung karamaba dibuat dari jaring yang bahannya dari polietilen. Ukuran mata jaring tergantung dari ukuran ikan yang akan dipelihara. Pada setiap sudut karamba harus diberi pemberat dari batu atau semen cor seberat 2-5 kg. Jangkar diperlukan yang berfungsi untuk menjaga rakit agar tidak terbawa arus. Jangkar bisa terbuat dari besi, kayu, maupun coran semen.

E. Pengelolaan Budi Daya

1. Penyediaan benih
Pembenihan nila merah secara umum ditujukan untuk memproduksi benih campuran jantan betina. Mengingat ikan jantan mempunyai ukuran yang lebih besar dan laju pertumbuhan yang lebih cepat, banyak petani mengarahkan pada budi daya nila merah jantan. Oleh karena itu, para pakar budi daya perikanan telah berupaya menciptakan teknologi pembenihan nila merah jantan dengan penggunaan 6o mg hormon metiltestosteron yang dicampur ke dalam 1 kg pakan larva. Proses alih kelamin tersebut berlangsung selama 28 hari.

Pengangkutan benih sebaiknya dilakukan dengan sistem terbuka jika membutuhkan waktu kurang dari 4 jam. Sementara itu, apabila lebih dari 4 jam, pengangkutan dapat dilakukan dengan sistem tertutup menggunakan kantong plastik yang ditambahkan oksigen.

2. Penebaran
Penebaran benih dilakukan pada pagi atau sore hari agar kondisi udara tidak terlalu panas. Sebelum penebaran, harus diperhatikan kondisi kualitas air. Jika kualitas air pengangkutan beda dengan kualitas air lokasi budi daya, perlu dilakukan adaptasi secara perlahan-lahan terutama terhadap salinitas dan suhu. Padat tebar yang optimal untuk diaplikasikan adalah 500 ekor/m3 dengan bobot awal benih 15-20 g/ekor dan waktu pemeliliaraan 3 bulan untuk sistem budi daya tunggal kelamin (jantan saja).

3. Pemberian pakan
Pada waktu muda ikan ini pemakan plankton, baik plankton nabati maupun hewani. Beranjak dewasa ikan nila merah mulai makan detritus dan sering juga alga benang. Selain bersifat herbivore, ikan ini bersifat omnivore sehingga dapat diberikan pakan buatan (pelet). Ikan ini tanggap, terhadap pakan buatan (pelet), baik pelet tenggelam maupun terapung. Pakan buatan yang diberikan adalah pelet dengan kandungan protein 26-28% sebanyak 3% dari bobot badan per hari. Frekuensi pemberiannya 3 kali sehari, yaitu pagi, siang, dan malam.

F. Pengendalian Hama dan Penyakit

Untuk mengetahui jenis penyakit dan Cara pencegahannya, diperlukan diagnose gejala penyakit. Gejala penyakit untuk ikan nila merah yang dibudidayakan dapat diamati dengan tenda-tanda berikut.

a) Penyakit kulit Gejala
- Berwarna merah di bagian tertentu.
- Kulit berubah warna menjadi lebih pucat.
- Tubuh berlendir.

Pengendalian
1) Perendaman ikan dalam larutan PK (kalium permanganat) selama 3o-6o menit dengan dOSiS 2 g/10 l air. Pengobatan dilakukan berulang 3 hari kemudian.
2) Perendaman ikan dengan Negovon (kalium permanganat) selama 3 menit dengan dosis 2-3,5%.

b) Penyakit pada insang
Gejala
- Tutup insang bengkak.
- Lembar insang pucat/keputihan.

Pengendalian
- Cara pengendalian sama dengan penyakit kulit.

c) Penyakit pada organ dalam Gejala
- Perut ikan bengkak.
- Sisik berdiri.
- Ikan tidak gesit.
- Pengendalian

Cara pengendaliannya sama dengan penyakit kulit.
Adapun secara umum hal-hal yang dilakukan untuk dapat mencegah timbulnya penyakit pada budi daya ikan nila merah di KJA adalah sebagai berikut.

1. HIndari penebaran ikan secara berlebihan melebihi kapasitas.
2. Berikan pakan cukup, baik kualitas maupun kuantitasnya.
3. Hindari penggunaan pakan yang sudah berjamur.

G. Panen

Ikan nila merah yang dipelihara dengan padat penebaran 50o ekor/m3 dapat dipanen setelah 3 bulan. Produksinya 85 kg/m3 dan sintasan 85%. Pemanenan ikan di KJA mudah dilakukan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung dari kebutuhan.

Panen harus dilakukan hati-hati untuk mencegah terjadinya luka akibat gesekan atau tusukan sirip ikan lainnya. Cara panennya adalah dasar karamba diangkat perlahan-lahan. Namun, salah satu sisi karamba harus tetap berada dalam air untak memungkinkan ikan berkumpul. Setelah itu, ikan yang sudah terkumpul disisi karamba diseleksi dan ditangkap dengan menggunakan seser secara perlahan-lahan.

sumber : Penebar Swadaya, 2008


www.jendelahewan.blogspot.com

PENYAKIT PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH YANG DISEBABKAN OLEH Staphylococcus aureus

penyakit pada sapi
Penyakit-penyakit Pada Sapi | Website Dunia Veteriner
Studi literatur: Pericarditis Traumatica pada Sapi duniaveteriner; 05.23.09; Kesehatan hewan, penyakit-penyakit pada sapi; penyakit pada sapiments Off MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
duniaveteriner. penyakit pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH tag MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH penyakit-penyakit-pada-sapi - patogen - Mirip
penyakit pada sapi
[PPT]
PENYAKIT PADA SAPI PERAH
Jenis Berkas: Microsoft Powerpoint - Versi HTML
PENYAKIT PADA SAPI PERAH. OLEH : Drh. Imbang Dwi Rahayu, MKes. imbang.staff.umm.ac.id. UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG. MASTITIS. Radang ambing pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
imbang.staff.umm.ac.id MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH files MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 2010 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 01 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH penyakit-pada-sapi.ppt - Mirip
penyakit pada sapi
[PDF]
PENYAKIT VIRAL PADA RUMINANSIA Prof. Roostita L. Balia
Jenis Berkas: PDF MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Adobe Acrobat - Tampilan Cepat
Penyakit mulut kuku adalah penyakit akut dan sangat menular pada: Sapi, kerbau, babi, kambing, domba dan hewan berkuku genap lainnya. MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
blogs.unpad.ac.id MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH roostitabalia MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH wp MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH penyakit-viral-pada-ternak-1.pdf - Mirip
penyakit pada sapi
VB6 Source Code - Sistem Pakar Diagnosa Penyakit pada Sapi
planetKode. penyakit pada sapi menjual source code program aplikasi Sistem Pakar (Expert System) dengan kasus Diagnosa Penyakit pada Sapi, full source code.
PENYAKIT PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH YANG DISEBABKAN OLEH Staphylococcus aureus .planetkode. penyakit pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Source-Code-VB6-Sistem-Pakar-Diagnosa-Penyakit-pada-Sapi.html - patogen
penyakit pada sapi
[PDF]
INVESTIGASI WABAH PENYAKIT PADA SAPI BALI DI KECAMATAN LONG IKIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
Jenis Berkas: PDF MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Adobe Acrobat - Tampilan Cepat
Kata kunci: wabah penyakit pada sapi Bali, Kalimantan Timur. ABSTRACT MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH . Angka mortalitas sapi Bali pada wabah penyakit di Kec. Long Ikis MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
bppv-dps.info MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH _6_Wabah%20JD%20Kaltim%202005_Des2005.pdf - Mirip
penyakit pada sapi
INVESTIGASI WABAH PENYAKIT PADA SAPI BALI DI KECAMATAN LONG
30 Jul 2010 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH INVESTIGASI WABAH PENYAKIT PADA SAPI BALI DI KECAMATAN LONG IKIS KABUPATEN PASIR KALIMANTAN TIMUR. (An Investigation of Bali Cattle Disease MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
PENYAKIT PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH YANG DISEBABKAN OLEH Staphylococcus aureus .docstoc. penyakit pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH INVESTIGASI-WABAH-PENYAKIT-PADA-SAPI-BALI-DI-KECAMATAN-LONG - patogen
penyakit pada sapi
PENYAKIT - Sapi Gila - Pusat Informasi Penyakit Infeksi
19 Mar 2005 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH BENARKAH PENYAKIT SAPI GILA MENULAR PADA MANUSIA ? MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Prion dikenal menyebabkan penyakit pada binatang yaitu penyakit sapi gila, MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
PENYAKIT PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH YANG DISEBABKAN OLEH Staphylococcus aureus .infeksi. penyakit pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH articles.php?lng=in&pg=49 - patogen - Mirip
penyakit pada sapi
Penyakit Pada Sapi « ZONA FARM
Penyakit Pada Sapi. 2010 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 04 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 16 zonafarm Leave a penyakit pada sapiment Go to penyakit pada sapiments. Penyakit Antraks. Penyebab penyakit ini adalah Bacillus anthracis yang menular MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
zonafarm.wordpress. penyakit pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 2010 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 04 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH 16 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH penyakit-pada-sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH - patogen
penyakit pada sapi
Pengendalian Penyakit Pada Sapi
30 Nov 2009 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Penyakit ngorok merupakan penyakit infeksius pada sapi dan kerbau yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida. MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH
ternakku. penyakit pada sapi MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH index.php?option= penyakit pada sapi_content&view MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH - patogen
penyakit pada sapi
MANGLAYANG FARM ONLINE :: KCT: Diare pada Sapi Pedet :: April :: 2006
6 Apr 2006 MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH Diare pada ternak khususnya sapi bukan merupakan sebuah penyakit, tapi lebih merupakan tanda atau gejala klinis dari sebuah penyakit yang



PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH YANG DISEBABKAN OLEH Staphylococcus aureus

28 November 2010 oleh ekabees

PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH YANG DISEBABKAN OLEH Staphylococcus aureus

Oleh
Sayu Putu Yuni Paryati
B161020061

E-mail : yunisayu@yahoo.com

PENDAHULUAN

Mastitis atau peradangan pada jaringan internal ambing umum terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh dunia (Duval 1997). Secara ekonomi, mastitis banyak menimbulkan kerugian karena adanya penurunan produksi susu yang mencapai 70% dari seluruh kerugian akibat mastitis. Kerugian lain timbul akibat adanya residu antibiotika pada susu, biaya pengobatan dan tenaga kerja, pengafkiran, meningkatnya biaya penggantian sapi perah, susu terbuang, dan kematian pada sapi serta adanya penurunan kualitas susu (Kirk et al. 1994; Hurley dan Morin 2000). Tingkat keparahan dan intensitas mastitis sangat dipengaruhi oleh organisme penyebabnya (Duval 1997).
Mastitis dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme, di antaranya adalah bakteri. Salah satu bakteri penyebab mastitis subklinis yang sering terisolasi adalah Staphylococcus aureus. Dengan terapi antibiotika, S. aureus dapat dimusnahkan dari permukaan kulit ambing, namun akan tetap tumbuh pada jaringan ikat yang lebih dalam dan ini menyebabkan S. aureus cenderung menjadi resisten terhadap antibiotika (Hoblet dan Eastridge 1992 ; Arpin et al. 1996). Sifat resistensi ini juga ditentukan oleh gen resisten yang terbawa oleh plasmid (Woodford et al. 1998). Kegagalan pengobatan juga disebabkan karena kegagalan antibiotika mencapai jaringan yang terinfeksi atau bakteri penyebabnya (Godkin 1998). Bakteri umumnya bertahan pada jaringan dalam beberapa minggu atau bulan sebagai penyebab mastitis subklinis (Bramley 1991).
Penelitian mengenai patogenesis mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. agalactiae telah dilakukan menggunakan mencit sebagai hewan model (Estuningsih 2001). Demikian juga patogenesis mastitis nekrotik akut (Shibahara dan Nakamura 1998) serta mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. aureus telah diteliti secara in vitro menggunakan biakan jaringan (Purnami 1999), namun belum banyak diketahui mengenai patogenesis penyakit yang disebabkan oleh S. aureus pada kasus mastitis subklinis secara in vivo. Berbagai kendala mungkin dihadapi untuk mempelajari patogenesis mastitis subklinis pada jaringan kelenjar ambing sapi, sehingga perlu dilakukan penelitian pada hewan lain yang mungkin dapat dijadikan model untuk sapi. Dalam penelitian ini akan digunakan mencit sebagai hewan model.

Hipotesis

1. Ada perubahan struktur dan sekresi susu pada jaringan ambing penderita mastitis subklinis akibat infeksi bakteri S. aureus.
2. Terjadi variasi kerusakan jaringan ambing penderita mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. aureus sesuai dengan lamanya waktu infeksi.
3. Mencit dapat digunakan sebagai hewan model untuk menjelaskan patogenesis mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. aureus pada sapi.

TINJAUAN ONTOLOGI MASTITIS PADA SAPI PERAH

Pengertian Mastitis
Mastitis didefinisikan sebagai peradangan pada jaringan internal kelenjar ambing. Penyakit ini umum terjadi pada peternakan sapi perah di seluruh dunia (Duval 1997). Peradangan dapat terjadi pada satu kelenjar atau lebih dan mudah dikenali apabila pada kelenjar susu menampakkan gejala peradangan yang jelas. Kelenjar ambing membengkak, oedematus berisi cairan eksudat disertai tanda-tanda peradangan lainnya, seperti ; suhu meningkat, kemerahan, rasa sakit dan penurunan fungsi. Akan tetapi seringkali sulit untuk mengetahui kapan terjadinya suatu peradangan, sehingga diagnosis terhadap mastitis sering dilakukan melalui pengujian pada produksi susunya, misalnya dengan melakukan penghitungan jumlah sel somatik (JSS) dalam susu (Bramley 1991).
Berdasarkan respon radang yang terjadi, mastitis dapat dibedakan menjadi : mastitis perakut, akut, sub akut, subklinis dan kronis (Hurley dan Morin 2000 ; Nelson dan Nickerson 1991). Mastitis subklinis merupakan mastitis yang paling umum terjadi, yaitu kira-kira 15 – 40 kali lebih banyak dibandingkan dengan mastitis klinis (Hurley dan Morin 2000). Sebagian besar kejadian mastitis di Indonesia merupakan mastitis subklinis (Wibawan et al. 1995). Pada mastitis subklinis terjadi peningkatan jumlah sel radang, adanya mikroorganisme patogen dan terjadi perubahan kimia susu (Sudarwanto 1993). Diagnosis mastitis subklinis dapat dilakukan dengan melakukan penghitungan jumlah sel somatik (JSS) dalam susu (Bramley 1991), tapi jumlah sel somatik pada susu dapat meningkat seiring dengan bertambahnya umur sapi (Duirs and Macmillan 1979).

Penyebab Mastitis Subklinis Staphylococcus aureus
S. aureus tersebar luas di dunia dan banyak menyebabkan kelainan-kelainan pada kulit dan membran mukosa hewan maupun manusia. Bakteri ini bersifat gram positif, fakultatif anaerob, katalase positif, koagulase positif dan menghasilkan asam laktat. Pada biakan agar padat membentuk koloni kuning keemasan (Todar 1998). S. aureus tidak membentuk spora, tidak ada flagela, tumbuh baik pada suhu 37 C dan mati apabila dipanaskan pada suhu 80 C selama setengah jam.
Berbagai komponen S. aureus yang berperan dalam mekanisme infeksi adalah : (1) Polisakarida dan protein yang merupakan substansi penting di dalam dinding sel, seperti protein adhesin hemaglutinin (Wahyuni 1998) dan glikoprotein fibronectin (Nelson et al. 1991). Protein permukaan ini berperan dalam proses kolonisasi bakteri pada jaringan inang; (2). Invasin yang berperan dalam penyebaran bakteri di dalam jaringan, misalnya leukocidin, kinase, hyaluronidase; (3). Kapsul dan protein A yang dapat menghambat fagositosis oleh leukosit polimorfonuklear ; (4). Substansi biokimia, seperti : carotenoid dan produk katalase, dapat membuat bakteri bertahan hidup dalam fagosit ; (5). Protein A, coagulase dan clumping factor untuk menghindarkan diri dari respon imun inang. S. aureus dengan coagulase negatif terbukti kurang virulen dibandingkan dengan yang mempunyai faktor coagulase (Haraldsson dan Jonsson 1984) ; dan (6). Toksin yang dapat melisis membran sel dan jaringan inang (Todar 1998).
S. aureus mempunyai arti penting sebagai penyebab mastitis subklinis karena bakteri ini dapat menyebar ke mana-mana dan dapat membentuk koloni dengan baik pada kulit dan puting ambing. Keberadaannya pada kulit merupakan suatu keuntungan bagi bakteri ini untuk terhindar dari sel fagosit, sehingga bakteri menjadi persisten (Todar 1997). S. aureus dapat dimusnahkan dari permukaan kulit ambing dengan terapi antibiotika, namun bakteri akan tetap tumbuh pada jaringan ikat yang lebih dalam, menyebabkan S. aureus cenderung menjadi resisten terhadap antibiotika (Hoblet dan Eastridge 1992 ; Arpin et al. 1996). Sifat resistensi ini juga ditentukan oleh gen resisten yang terbawa oleh plasmid (Woodford et al. 1998). Kegagalan pengobatan juga disebabkan karena kegagalan antibiotika mencapai jaringan yang terinfeksi atau bakteri penyebabnya (Godkin 1998). Bakteri umumnya bertahan pada jaringan dalam beberapa minggu atau bulan sebagai penyebab mastitis subklinis (Bramley 1991).
Selain sebagai penyebab mastitis klinis maupun subklinis, S. aureus dikenal pula sebagai bakteri komensal, yang dapat diisolasi dari sebagian besar permukaan tubuh. Bakteri ini bersifat “strain-host specific”, artinya ada kaitan antara biotipe dengan spesies inang (Hajek dan Marsalek 1971). S. aureus merupakan flora normal pada manusia, terutama ditemukan pada saluran pernapasan bagian atas, kulit dan mukosa. Pada babi sehat, S. aureus banyak ditemukan pada cairan bronchoalveolar (Hensel et al. 1994).
Kemampuan S. aureus menginvasi dan hidup dalam sel-sel endotel diyakini dapat menyebabkan infeksi endovascular yang bersifat persisten dengan menimbulkan kerusakan pada sel-sel endotel. Kerusakan sel-sel endotel ini diduga sebagai bagian dari proses apoptosis yang disebabkan oleh infeksi S. aureus (Menzies dan Kourteva 1998).

Histopatologi Mastitis
Secara histopatologi, pada mastitis subklinis dapat ditemukan adanya peradangan dan degenerasi pada parenkim (epitel) saluran-saluran air susu. Selain itu juga ditemukan adanya reruntuhan sel-sel somatik yang meningkat (Ressang 1984; Duval 1997), deskuamasi dan regresi epitel. Sel-sel radang (leukosit-leukosit berinti polimorf) banyak ditemukan di dalam lumen saluran air susu (Ressang 1984).
Penelitian pada mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. agalactiae menunjukkan bahwa patogenesis penyakit dimulai dengan menempelnya bakteri pada permukaan sel epitel, kemudian masuk ke dalam sel epitel alveol kelenjar susu menyebabkan degenerasi dan nekrosa. Nekrosa berlanjut dan menyebabkan atrofi alveol kelenjar susu disertai respon peradangan yang menyebabkan terjadi involusi kelenjar susu. Selanjutnya terjadi proses persembuhan berupa pembentukan jaringan ikat. Pada hari keempat setelah diinfeksi, sebagian jaringan ikat digantikan oleh jaringan lemak dan bakteri terperangkap di dalam kelenjar ambing (Estuningsih 2001).

TINJAUAN EPISTEMOLOGI MASTITIS SUBKLINIS

Tinjauan epistemologi mastitis subklinis pada sapi perah akan menjelaskan mengenai mekanisme kejadian penyakit serta patogenesis bakteri S. aureus sebagai penyebab mastitis subklinis yang umum dijumpai pada sapi perah. Patogenesis penyakit dijelaskan berdasarkan gambaran histopatologi dari kelenjar ambing mencit sebagai hewan model dalam penelitian ini.

Histologi Kelenjar Ambing
Struktur kelenjar ambing tersusun dari jaringan parenkim dan stroma (connective tissue). Parenkim merupakan jaringan sekretori berbentuk kelenjar tubulo-alveolar yang mensekresikan susu ke dalam lumen alveol. Lumen alveol dibatasi oleh selapis sel epitel kuboid. Lapisan sel epitel ini dikelilingi oleh sel-sel myoepitel yang bersifat kontraktil sebagai responnya terhadap hormon oxytocin dan selanjutnya dikelilingi oleh stroma berupa jaringan ikat membrana basalis. Pembuluh darah dan kapiler terdapat pada jaringan ikat di antara alveol-alveol ini. Beberapa alveol bersatu membentuk suatu struktur lobulus dan beberapa lubulus bergabung dalam suatu lobus yang lebih besar. Penyaluran susu dari alveol sampai ke glandula sisterna melalui suatu sistem duktus yang disebut ductus lactiferus (Hurley 2000).
Sel yang melapisi alveol bervariasi penampilannya, tergantung aktivitas fungsionalnya. Pada keadaan kelenjar tidak laktasi, sel berbentuk kuboid. Bila aktif menghasilkan sekret (susu), selnya berbentuk silindris. Dan bila susu dicurahkan ke dalam lumen, meregang, sel-sel kembali berbentuk kuboid dengan ukuran yang jauh lebih besar dan sel-sel penuh berisi sekret (Singh 1991). Sel-sel sekretoris alveol kaya akan ribosom, kompleks golgi dan droplet lemak serta banyak memiliki vakuol sekretoris (Russo dan Russo 1996).
Pada mencit, masa laktasi berlangsung selama 3 – 4 minggu tergantung strain mencit dan sekresi susu maksimal terjadi antara 12-13 hari post partus. Setelah masa sapih, sel-sel epitel mulai berdegenerasi dan alveol mulai menurun aktifitasnya untuk memproduksi susu dan berubah bentuk menjadi kumpulan struktur massa sel tanpa lumen. Pada saat ini lobulus alveolar mulai diisi dengan jaringan lemak (fat pad).

Patogenesis Mastitis
Duval (1997) menjelaskan bahwa proses infeksi pada mastitis terjadi melalui beberapa tahap, yaitu adanya kontak dengan mikroorganisme dimana sejumlah mikroorganisme mengalami multiplikasi di sekitar lubang puting (sphincter), kemudian dilanjutkan dengan masuknya mikroorganisme akibat lubang puting yang terbuka ataupun karena adanya luka (Gambar 1). Tahap berikutnya, terjadi respon imun pada induk semang. Respon pertahanan pertama ditandai dengan berkumpulnya leukosit-leukosit untuk mengeliminasi mikroorganisme yang telah menempel pada sel-sel ambing. Apabila respon ini gagal, maka mikroorganisme akan mengalami multiplikasi dan sapi dapat memperlihatkan respon yang lain, misalnya demam.

Penelitian pada mencit yang diinfeksi dengan S. aureus, memperlihatkan bahwa tahap kritis patogenesis mastitis terjadi ketika terjadi interaksi antara neutrofil dan S. aureus pada 12 sampai 18 jam setelah diinokulasi S. aureus melalui kelenjar ambing. Fagositosis bakteri oleh neutrofil mulai terlihat pada 6 jam setelah infeksi. Setelah 12 jam pasca infeksi, neutrofil mengalami perubahan-perubahan yang bersifat degeneratif, mengakibatkan S. aureus dapat mencapai lumen alveol dan terjadi peningkatan jumlah bakteri ekstraseluler pada 18 jam setelah infeksi (Anderson dan Chandler 1975).
Hurley dan Morin (2000), menjelaskan bahwa peradangan pada ambing diawali dengan masuknya bakteri ke dalam ambing yang dilanjutkan dengan multiplikasi. Sebagai respon pertama, pembuluh darah ambing mengalami vasodilatasi dan terjadi peningkatan aliran darah pada ambing. Permeabilitas pembuluh darah meningkat disertai dengan pembentukan produk-produk inflamasi, seperti prostaglandin, leukotrine, protease dan metabolit oksigen toksik yang dapat meningkatkan permeabilitas kapiler ambing. Adanya filtrasi cairan ke jaringan menyebabkan kebengkakan pada ambing. Pada saat ini terjadi diapedesis, sel-sel fagosit (PMN dan makrofag) keluar dari pembuluh darah menuju jaringan yang terinfeksi dilanjutkan dengan fagositosis dan penghancuran bakteri. Tahap berikutnya, terjadi proses persembuhan jaringan.
Paryati (2002) menyatakan bahwa infeksi bakteri S. aureus dengan dosis infeksi pada mencit tidak menyebabkan adanya perubahan jaringan ambing secara klinis. Ambing dari semua kelompok mencit yang diinfeksi dengan S. aureus tidak menampakkan adanya tanda-tanda peradangan dan terlihat sama dengan kelompok kontrol. Puting tampak normal, tidak menampakkan adanya pembengkakan, eksudasi maupun keropeng. Keadaan ini tampak pada seluruh kelompok perlakuan. Puting pada semua mencit berwarna putih, tersembunyi di antara rambut abdomen. Mencit juga tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah, tidak menggaruk-garuk dan tidak menunjukkan tingkah laku yang berbeda dibandingkan dengan mencit kontrol. Aktivitas makan dan minum berjalan normal, menunjukkan bahwa infeksi S. aureus tidak menimbulkan perubahan secara klinis.
Ketika kulit bagian ventral mencit dibuka, tampak ada perubahan pada bagian subkutis. Subkutis tampak lebih basah pada mencit yang diinfeksi S. aureus. Hal ini terlihat pada kelompok mencit 12, 16, 20, 24 dan 36 jam pasca infeksi. Diperkirakan karena terjadinya edema radang ringan. Sedangkan pada kelompok mencit 2 jam sampai dengan 8 jam pasca infeksi tidak tampak adanya perubahan ini. Hiperemi pada pembuluh darah yang menuju ke kelenjar ambing tampak pada kelompok mencit 2 jam sampai dengan 36 jam pasca infeksi. Juga disertai adanya sedikit eksudat disekitarnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelenjar ambing sedang terjadi peradangan. Dan pada kelompok mencit 48 jam pasca infeksi, keadaan subkutis sedikit kering sehingga kulit agak susah dipisahkan dari kelenjar ambing.
Pengamatan histopatologi menggunakan pewarnaan HE pada kelompok 2 jam pasca infeksi (p.i.) memperlihatkan edema jaringan interstitium dan pembendungan pembuluh darah inter-alveoler. Sel-sel epitel alveol mulai mengalami hiperplasia. Struktur kelenjar ambing dan sekresi susu tidak berbeda nyata (P>0,05) bila dibandingkan dengan kelenjar ambing mencit kontrol. Susunan kelenjar masih dalam batas normal.
Empat jam pasca infeksi, masih terlihat adanya edema jaringan interstitium dan pembendungan pembuluh darah. Pada saat ini, dilatasi pembuluh darah disertai dengan diapedesis mulai tampak sebagai respon inang terhadap infeksi. Juga tampak adanya infiltrasi sel-sel radang polimorfonuklear (PMN) pada jaringan interstitium. Arsitektur kelenjar dan sekresi susu masih dalam batas normal (P>0,05). Tampak adanya stagnasi sekresi susu pada lumen ductus lactiverus sebagai akibat dari adanya hambatan pengaliran susu.
Hasil uji statistik memperlihatkan struktur kelenjar ambing kelompok mencit 2 dan 4 jam pasca infeksi (p.i.) memperlihatkan struktur kelenjar yang berbeda nyata (P<0,05) bila dibandingkan dengan kelompok 72, 84 dan 96 jam p.i.; serta kelompok 6 jam p.i. berbeda nyata (P<0,05) dengan kelompok 72 dan 96 jam p.i. Penurunan jumlah alveol yang aktif terjadi pada kelompok mencit 60 sampai 96 jam p.i. (P<0.05) bila dibandingkan dengan kontrol menunjukkan adanya pengaruh infeksi oleh S. aureus akibat terjadinya atrofi kelenjar, menyebabkan penurunan sekresi susu. Isi lumen alveol dan keutuhan epitel menunjukkan kemampuan epitel alveol dalam mensekresikan susu. Namun demikian, keberadaan susu di dalam lumen alveol dapat pula dipandang sebagai keadaan retensi susu jika disertai dengan terjadinya degenerasi epitel alveol dan tubular. Hambatan pengaliran susu dapat terjadi jika terdapat kebengkakan atau hambatan akibat banyaknya reruntuhan sel pada sistem duktus penyalur. Stagnasi sekresi susu tampak pada tubulus ductus lactiverus pada 4 dan 6 jam p.i. (Paryati 2002).
Selanjutnya dijelaskan bahwa penurunan sekresi susu juga tampak nyata (P<0,05) pada kelompok mencit 60, 72 dan 96 jam p.i dibandingkan dengan kelompok 6 dan 20 jam p.i. Penurunan sekresi susu terjadi karena berkurangnya jumlah kelenjar yang aktif dan terjadi atrofi kelenjar alveol.
Hurley dan Morin (2000) lebih lanjut menjelaskan, bahwa terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan kelenjar ambing untuk bertahan dari infeksi, di antaranya adalah : jaringan yang menjadi kurang efektif pada umur tua; PMN yang terlalu muda pada kelenjar dan adanya PMN yang tidak memusnahkan bakteri tapi sebaliknya malah melindungi bakteri dari proses penghancuran berikutnya. Hal lain juga disebabkan karena adanya komponen lipid pada susu yang kemungkinan menghambat reseptor Fc pada leukosit, menyebabkan degranulasi yang berlebihan dan meningkatnya gejala peradangan. Lemak dan casein susu yang tertelan oleh PMN dapat menyebabkan kegagalan PMN dalam proses ingesti bakteri. Kemampuan PMN dalam fagositosis dan membunuh bakteri juga dapat menurun pada keadaan defisiensi vitamin E atau selenium.
Pemusnahan bakteri melalui sistem oxygen respiratory burst membutuhkan oksigen yang lebih banyak, namun kadar oksigen pada susu jauh lebih rendah daripada konsentrasi oksigen dalam darah. Demikian juga glukosa sebagai sumber energi pada susu sangat rendah konsentrasinya, padahal untuk fagositosis diperlukan energi yang lebih tinggi. Di samping itu, susu mengandung komponen opsonin (seperti : imunoglobulin dan komplemen) yang relatif sedikit dan dalam susu hampir tidak ada aktivitas lisosim (Hurley dan Morin 2000).

Pengujian hipotesis
Suriasumantri (1999) menjelaskan bahwa metode ilmiah adalah langkah-langkah dalam proses pengetahuan ilmiah dengan menggabungkan cara berpikir rasional dan empiris dengan penghubung berupa hipotesis. Hipotesis merupakan kesimpulan yang ditarik secara rasional dalam sebuah kerangka berpikir yang bersifat koheren dengan pengetahuan ilmiah sebelumnya dan hipotesis tersebut berfungsi sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang ditelaah dalam kegiatan ilmiah. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis untuk mengetahui apakah kenyataan empiris sesuai dengan hipotesis yang telah dibuat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa hipotesis yang telah dibuat dapat diterima, artinya bahwa pernyataan yang terkandung dalam hipotesis tersebut dianggap benar, yaitu :

1. Ada perubahan struktur dan sekresi susu pada jaringan ambing penderita mastitis subklinis akibat infeksi bakteri S. aureus.
2. Terjadi variasi kerusakan jaringan ambing penderita mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. aureus sesuai dengan lamanya waktu infeksi.
3. Mencit dapat digunakan sebagai hewan model untuk menjelaskan patogenesis mastitis subklinis yang disebabkan oleh S. aureus pada sapi.



TINJAUAN AKSIOLOGI PATOGENESIS MASTITIS SUBKLINIS PADA SAPI PERAH

Selama ini, penanggulangan terhadap kasus mastitis hanya ditujukan untuk membasmi agen penyebabnya, misalnya dengan pemberian antibiotika dalam jangka waktu yang lama. Hal ini telah diketahui banyak menimbulkan efek samping, di antaranya akumulasi residu antibitika dalam produk hewan yang dapat merugikan masyarakat konsumen, disamping juga faktor biaya yang relatif mahal. Pengobatan biasanya hanya dilakukan pada hewan-hewan yang secara klinis menunjukkan gejala sakit.
Namun kenyataan yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa hewan yang secara klinis terlihat sehat bukan berarti bahwa dalam tubuhnya tidak terjadi perubahan yang secara ekonomi dapat merugikan. Sebagai contoh dalam penelitian ini, bahwa mastitis subklinis tidak memperlihatkan gejala pada inangnya, namun terjadi penurunan sekresi susu yang diakibatkan oleh adanya infeksi oleh S. aureus. Pada kasus mastitis, jalan infeksi bakteri S. aureus biasanya melewati puting ambing. Diduga infeksi diawali oleh keberhasilan bakteri menembus lapisan tanduk puting lalu dilanjutkan oleh proses adhesi dan kolonisasi (Jonsson dan Wadström 1993).
Dengan mengetahui patogenesis S. aureus sebagai penyebab mastitis subklinis, dapat dijelaskan bagaimana mekanisme bakteri dalam menimbulkan kerusakan pada jaringan inangnya. Dengan demikian dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai upaya pencegahan mastitis tanpa penggunaan antibiotika, misalnya pemanfaatan S. aureus sebagai kandidat vaksin yang dapat mencegah adhesi bakteri pada sel inang atau menggertak kekebalan spesifik dan non spesifik inang dalam upaya penanganan mastitis subklinis. Selanjutnya, penggunaan obat-obatan seperti antibiotika yang diketahui mempunyai berbagai macam efek samping pada ternak maupun pada masyarakat konsumen dapat dikurangi atau bahkan ditiadakan.
Penggunaan mencit sebagai model untuk penelitian penyakit pada sapi , khususnya penyakit yang menyerang ambing dapat dipertimbangkan mengingat bahwa mencit mempunyai struktur kelenjar yang sama dengan sapi. Hal ini berarti dapat menekan biaya penelitian karena harga mencit relatif murah dan mudah didapat.



PENUTUP

Gambaran histopatologi kelenjar ambing mencit yang secara klinis tidak menunjukkan adanya peradangan (mastitis) pada kenyataannya menunjukkan adanya perubahan struktur dari kelenjar berupa degenerasi, nekrosis dan atrofi. Perubahan ini berpengaruh terhadap sekresi susu, baik secara kuantitas maupun kualitas, ditunjukkan oleh adanya lumen kelenjar yang kosong dan berkurangnya kelenjar yang aktif.
Mencit memiliki struktur kelenjar yang sama dengan kelenjar ambing mencit, sehingga dapat disimpulkan bahwa mencit dapat digunakan sebagai hewan model untuk penelitian pada sapi perah. Namun demikian, perlu dilakukan penelitian pada jaringan kelenjar ambing sapi sebagai studi banding. Dan penggunaan metode lain dalam mempelajari infeksi S. aureus perlu dikembangkan, misalnya dengan menggunakan teknik imunositokimia, mikroskop elektron ataupun dengan pewarnaan khusus lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson JC, Chandler RL. 1975. Experimental Staphylococcal Mastitis in The Mouse : Histological, Ultrastructural and Bacteriological Changes Caused by A Virulent Strain of Staphylococcus aureus. J. Comp. Path. 85:499-510.

Arpin C, Lagrange I, Gachie JP, Bebear C, Quentin C. 1996. Epidemiologycal study of an outbreak of infection with Staphylococcus aureus resistant to lincosamides and streptogramin A in a French Hospital. J.Med.Microbiol. 44:303-310.
Bramley AJ. 1991. Mastitis : Physiology or Pathology? Flem.Vet.J. (62) : Suppl. 1, 3-11.

Duirs GF, Macmillan KL. 1979. Interrelationships between somatic cell counts, production, age and mastitis organisms in individual cows. Proceedings of the New Zealand Society of Animal Production. 39:175-179.

Duval J. 1997. Treating mastitis without antibiotics. Ecological Agriculture Projects. http://www.eap.mcgill.ca/Publications/EAP69.htm. [15-12-2000].

Estuningsih S. 2001. Patogenesis mastitis subklinis pada sapi perah : Pendekatan histopatologis mastitis subklinis akibat infeksi Streptococcus agalactiae hemaglutinin positif pada mencit. Disertasi Doktor Pascasarjana. IPB.

Godkin A. 1998. Staphylococcus aureus Mastitis : A contagious bacterial infection of the udder. Health Management, OMAFRA (519):846-965. agodkin@omafra.gov.on.ca. [22-10-1998].

Hajek V, Marsalek E. 1971. The Differentiation of Pathogenic Staphylococci and Sugestion for Their Taxonomic Classification. Zbl. Bacteriol. Parasit. (Abt I Orig.) 217a:176-182

Haraldsson I, Jonsson P. 1984. Histopathology and Pathogenesis of Mouse Mastitis Induced with Staphylooccus aureus Mutans. J. Comp. Path. 94:183196.

Hensel A, Ganter M, Kipper S, Krehon S, Wittenbrink MM, Petzoldt K. 1994. Prevalence of Aerobic Bacteria in Bronchoalveolar Lavage Fluids from Healthy Pigs. Am. J. Vet. Res. 55(12) : 1697-1702.

Hoblet KH, Eastridge ML. 1992. Control of Contagious Mastitis. Dairy Guide Leaflet. Ohio.

Hurley WL, Morin DE. 2000. Mastitis Lesson A.. Lactation Biology. ANSCI 308. http://classes aces.uiuc.edu/Ansci 308/. [13-12-2001].

Hurley WL. 2000. Mammary tissue organization. Lactation Biology. ANSCI 308. http://classes aces.uiuc.edu/Ansci 308/. [17-11-2001].

Jonsson P, Wadstr̦m T. 1993. Staphylococcus in : Pathogenesis of bacterial infections in animals. Second edition. Edited by Carlton LG. and Charles O.T. Iowa State University Press. Ames : 21 Р35.

Kirk JH, De Graves F, Tyler J. 1994. Recent progess in : Treatment and control of mastitis in cattle. JAVMA 204:1152-1158.

Menzies BE, Kourteva I. 1998. Internalization of Staphylococcus aureus by Endothelial Cells Induces Apoptosis. Infection and Immunity. 66(12):5994-5998.

Paryati SPY. 2002. Patogenesis Mastitis Subklinis yang Disebabkan oleh Staphylococcus aureus pada Mencit Berdasarkan Gambaran Histopatologi sebagai Hewan Model untuk Sapi Perah. Tesis. Program Magister. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Purnami NL. 1999. Perbandingan kemampuan adhesi Streptococcus agalactiae dan Staphylococcus aureus yang memiliki antigen permukaan hemaglutinin pada permukaan biakan sel epitel ambing sapi. Skripsi. FKH-IPB Bogor.

Nelson W, Nickerson S. 1991. Mastitis counter attack. Babson Bros.

Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. NV. Percetakan Bali. pp. 153-163.

Russo IH, Russo J. 1996. Mammary Gland Neoplasia in Long-term Rodent Studies. Eviron Health Perpect. 104:938-967.

Shibahara T, Nakamura K. 1998. Pathology of acute necrotizing mastitis caused by Staphylococcus aureus in a dairy cow. http://ss.jircas.affrc.go.jp/engpage/jarq/33-2/Shibahara/shibahara.htm.

Singh I. 1991. Teks dan atlas histologi manusia. Alih bahasa : Jan Tambayong. Edisi I. Binarupa Aksara. Jakarta. 300-301.

Sudarwanto M. 1993. Mastitis subklinis dan cara diagnosa. Makalah dalam Kursus Kesehatan Ambing dan Program Pengendalian Mastitis. IKA-IPB (tidak dipublikasikan).

Todar K. 1997. Bacteriology 330 Lecture Topics : Colonization and Invasion. http://www.bact.wisc.edu/bact330/lecturecoli

Todar K. 1998. Bacteriology 330 Lecture Topics : Staphylococcus. http://www.bact.wisc.edu/bact330/lecturestaph. [2-4-2001].

Wahyuni AETH. 1998. Peran hemaglutinin Streptococcus agalactiae dalam proses adhesi pada sel epitel sapi perah. Thesis Magister Sains. Program Pascasarjana – IPB.

Wibawan IWT, Pasaribu FH, Huminto H, Estuningsih S. 1995. Ciri biovar Streptococcus agalactiae sebagai petunjuk infeksi silang antara sapi dan manusia. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi IV Tahap-1.

Woodford N, Watson AP, Patel S, Jevon M, Waghorn DJ, Cookson BD. 1998. Heterogeneous location of the mupA high-level mupirocin sesistance gene in Staphylococcus aureus. J.Med.Microbiol. 47:829-835.
www.jendelahewan.blogspot.com