Tampilkan postingan dengan label Budidaya Udang Windu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budidaya Udang Windu. Tampilkan semua postingan

Rabu, 16 Mei 2012

Budidaya Udang Windu

Udang Windu merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia. Rasa udang windu yang manis dan berukuran besar membuat komoditas ini disukai oleh pasar Internasional. Kisaran harga Udang windu bisa mencapai 150 ribu per kilogram untuk isi 10-15 ekor Udang windu. Pemerintah telah meningkatkan target produksi Udang windu pada tahun 2010 mendatang menjadi 377.645 ton setelah tahun 2009 ditargetkan sebesar 123.100 ton (Sumber: Kompas 28/11/09). Ekspor Udang windu saat ini adalah Amerika Serikat, Jepang dan Uni Eropa. Seiring dengan Pola Konsumsi masyarakat dunia yang lebih menyukai makanan organik, maka hasil budi daya udang windu dengan pola pemeliharaan organik membuat udang windu memiliki peluang yang besar diterima pasar.

Persyaratan Budi Daya Udang Windu
Udang windu merupakan hewan yang cocok dipelihara pada lahan tambak di daerah sepanjang pinggir pantai dengan tekstur tanah liat atau tanah liat berpasir supaya dapat menahan air.Suhu air berkisar antara 26 sampai 30 derajat Celcius, salinitas 15-30 ppt. Selain itu lokasi tambak Udang windu diupayakan steril dari zat-zat kimia pencemar, termasuk bakteri coli yang sering dijumpai pada lokasi dekat WC. Maka diupayakan WC berada jauh dari areal tambak. Udang windu bebas zat kimia akan mudah diterima pasar eksport.

Persiapan Lahan Tambak Udang Windu
Persiapan tambak Udang Windu bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan,dan produktivitas lahan, dengan mengeliminasi faktor-faktor yang tidak mendukung kelangsungan hidup udang dan mengoptimalkan beberapa faktor yang memberikan dukungan bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang windu.

Konstruksi tambak udang windu diupayakan mampu menahan air, mampu membuang air limbah, mampu memelihara kualitas air, dan tambak dapat dikeringkan dengan mudah dan sempurna. Tanah dasar tambak harus dalam kondisi yang sesuai untuk kehidupan
dan pertumbuhan udang. Hal ini karena sebagian besar waktu hidup dan mencari makan udang berada di tanah dasar tambak. Untuk mengupayakan hal tersebut persiapan lahan untuk menebar udang windu meliputi kegiatan:
- Pengeringan Lahan, bertujuan agar gas-gas sisa metabolit dapat menguap.
- Pembalikan tanah pada Tambak, ini dilakukan untuk menyempurnakan proses oksidasi pada tanah.
- Pengapuran dilakukan bila PH tanah kurang dari 6.0
- Pemupukan dengan pupuk organik, untuk menjamin ketersediaan pakan alami bagi udang windu.

Pengairan Tambak Udang Windu
Setelah lahan tambak bagi Udang windu siap digunakan saatnya memberikan pangairan pada tambak. Hal yang perlu diperhatikan adalah sumber air harus bebas dari polutan berbahaya dan tidak memungkinkan masuknya hama pada udang windu. Pada pintu masuk air menuju tambak perlu diberi penyaring terlebih dahulu.Penting juga dilakukan biofiltrasi pada air tambak, dengan biofiltrasi air akan disaring secara alami sehingga kondisi air benar-benar bersih dan sehat. Biofiltrasi bisa memanfatkan tanaman bakau dan tanaman lainnya yang akan menyerap residu beracun pada air.
Pemilihan Bibit Udang Windu

Benih Udang windu dipilih berdasarkan beberapa syarat berikut :
- Warna : warna tubuh transparan, kecoklatan atau kehitaman, punggung tidak berwarna keputihan atau kemerahan.
- Gerakan : gerakan berenang aktip, menentang atau menyongsong arus, cenderung mendekat ke arah cahaya (fototaksis positif).
- Kesehatan dan kondisi tubuh : kondisi tubuh benur yang sehat setelah mencapai ukuran PL 10 organ-organ tubuhnya lengkap,
maxilla, mandibulla, antenulla dan ekor membuka, hepato pancreas transparan, usus penuh dan gelap.
- Responsif terhadap rangsangan : benur akan menjentik menjauh dengan adanya kejutan atau jika wadah sampel benur diketuk, dan
akan berenang mendekati sumber cahaya jika ada rangsangan cahaya, serta responsip terhadap pakan yang diberikan .

Penebaran dilakukan pada pagi atau sore hari untuk menghindari stress dengan terlebih dahulu meletakkan kantong benih di pojok tambak secara perlahan-lahan.

Pengaturan pemberian pakan

a. Penghitungan jumlah pakan bisa dilakukan dengan FCR balik yaitu dengan membagi FCR yang sudah ditargetkan dengan membagi masing – masing bulan (bulan I – IV).
b. Pemberian pakan pada benih yang baru ditebar dihitung sebagai contoh 100.000 PL X 0,01 gr = 1.000 gr. Untuk tambak yang gersang (miskin pakan alami) diberikan 100% biomass setiap kali makan (1 kg). Untuk tambak yang kaya akan zooplankton pemberian 50% biomass.
c. Cara pemberian pakan, pada bulan awal pemeliharaan pakan dalam bentuk crumble, maka perlu dibasahi sedikit agar tidak tertiup angin, serta mudah tenggelam ke dalam air.

Pemberian pakan dapat ditambahkan atau dikurangi dari pakan yang seharusnya apabila berada pada kondisi sebagai berikut :
a. 5 – 7 hari menjelang purnama pakan ditambah 10%.
b. Pada saat purnama atau kondisi moulting massal yang ditandai dengan banyaknya cangkang yang ditemui dipermukaan air atau di
ancho, maka pakan dikurangi sebanyak 10 – 20%.
c. Pada saat suhu kurang dari 250 C (pada kondisi dini hari/musim bediding sekitar Juli – September di pulau Jawa) pakan dikurangi 30%.
d. Penurunan kualitas air seperti : pH lebih dari 8,9; alkalinitas kurang dari 100 ppm; oksigen kurang dari 2,5 ppm pakan diberikan sesuai dengan laju konsumsi di anco dan aktivitas udang mencari pakan disepanjang pematang (Tabel 13). Bila didapati kelompok ukuran udang yang berbeda pada bulan kedua atau ketiga, udang besar diberi pakan sesuai dengan prosentase populasinya, setengah jam kemudian diberikan untuk porsi udang yang kecil. Cara kedua pakan dibagi atas porsi masing–masing ukuran dan diberikan serentak.

Panen Udang Windu
Udang windu dapat dipanen pada usia sekitar 4 bulan.Panen sebaiknya dilakukan pada malam hari agar udang yang dipanen tidak cepat rusak karena suhu tinggi. Sebagai konsekuensinya sarana penerangan harus disediakan dalam jumlah yang cukup. Apabila konstruksi tambak ideal, dan sarana panen mencukupi maka panen dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan.

Analisis Usaha Udang Windu

I. Investasi
Sewa tambak (1,5 ha/th) 1,5 @ 3.000.000, = 4.500.000,-
Pompa 6” lengkap 2 unit @ 4.500.000, = 9.000.000.-
Kincir berangkai 2 unit @6.000.000, = 12.000.000,-
Peralatan lapangan (jala, ember dll)1 paket @1.000.000,- = 1.000.000,-
Perbaikan konstruksi tambak 1,5 hektar @ 2.000.000,- = 3.000.000,-

Jumlah I 29.500.000,-

II. Biaya Operasional (siklus/5 Bulan)
a. Biaya Tetap
Sewa tambak (1 ha/siklus) = 2.250.000,-
Penyusutan pompa (10%/siklus) = 1.700.000,-
Penyusutan kincir (10%/siklus) = 2.500.000,-
Penyusutan peralatan lapangan (25%/siklus) = 250.000,-
Penyusutan kontruksi tambak (25%/siklus) = 750.000,-

Jumlah IIa 7.450.000,-

b. Biaya Tidak Tetap
Persiapan lahan 1,5 ha @ 1.000.000, = 1.500.000,-
Benih 300.000 ekor @35 = 10.500.000,-
Pakan 7.000 kg @9.200, = 64.400.000,-
Probiotik 200 liter@ 40.000 = 8.000.000,-
Kaporit 70 galon @135.000,- = 9.450.000,-
Inokulan plankton 20 ton @35.000, = 700.000,-
Pupuk an organik 200 kg @ 1.600,- = 320.000,-
Kapur 2.000 kg @450, = 900.000,-
BBM (kincir, pompa dll) 5.000 liter@ 5.000, = 25.000.000,-
Tenaga kerja (2 x 5 orang) 10 OB @750.000,- = 7.500.000,-
Biaya panen 2 unit @1.000.000,- = 2.000.000,-

Jumlah II b 130.270.000,-

Total biaya operasional (IIa+IIb) Per siklus (5 bulan) 130.270.000,-
Per tahun (2 siklus) 260.540.000,-

III Produksi
Kelangsungan hidup 65% ukuran panen 35 gram/ekor, harga jual Rp. 50.000,-/kg,
produksi 2 kali pertahun Pendapatan dari produksi :

65% x 300.000 ekor x 35 gram (persiklus) 4.875 kg 50.000,- 243.750.000,-
Per tahun 2 siklus 9.750 kg 50.000,- 487.500.000,-

IV Suku bunga investasi per tahun 20 % 5.900.000,-

V. Keuntungan bersih sebelum pajak
Per hektar/sikuls 113.480.000,-
Per hektar/tahun (2 siklus) 226.960.000,-

VI. Rentabililitas ekonomi 78%

VII. B/C Ratio 1.87

VIII. Pay back periode(tahun) 1.2

Dinilai dari rentabilitas ekonomi (78% > 20%) dan B/C ratio (1,87 > 1), maka usaha budidaya udang windu intensif layak dilakukan. Tentu saja harus menerapkan
keseluruhan standar prosedur yang dipersyaratkan.

Sumber : DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA BALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU JEPARA

www.jendelahewan.blogspot.com

Rabu, 29 Februari 2012

Penyakit pada Budidaya Udang Windu

Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ;

1. Bintik Putih.
Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.

2. Bintik Hitam/Black Spot.
Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.

3. Kotoran Putih/mencret.
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin.

4. Insang Merah.
Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya.

5. Nekrosis.
Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.

Sumber : http://budidayanews.blogspot.com/2011/04/penyakit-pada-budidaya-udang-windu.html

www.jendelahewan.blogspot.com

Cara Budidaya Udang Windu

I. Pendahuluan
Udang merupakan jenis ikan konsumsi air payau, badan beruas berjumlah 13 (5 ruas kepala dan 8 ruas dada) dan seluruh tubuh ditutupi oleh kerangka luar yang disebut eksosketelon. Umumnya udang yang terdapat di pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae, sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh para ahli.

Udang merupakan salah satu bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan konsumen dunia terhadap udang rata‐rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia terus bermunculan. Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada kurun waktu tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada produk perikanan. Selepas tahun 1995

JENIS
Klasifikasi udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub‐klas : Malacostraca (udang‐udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub‐ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae

MANFAAT
1) Udang merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per 100 gram bahan.
2) Udang dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng, terasi, krupuk, dll. 3) Limbah pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4) Limbah yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5) Limbah yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas, pangan, dll.
6) Chitosan yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak mudah larut dalam air.

II. Teknis Budidaya
Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor, yaitu :
2.1. Syarat Teknis
- Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah.
- Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
- Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah.
- Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
- Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri.

2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
- Tambak Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur.
- Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik.

2.3. Benur / BIBIT
href="http://budidayanews.blogspot.com/2011/04/cara-pembibitan-udang-windu.html">Pembibitan

2.4. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan, meliputi :
- Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
- Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
- Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
- Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
- Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak.

2.5. Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha.

2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru.

Tahap penebaran benur adalah :
- Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
- Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
- Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
- Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.

2.7. Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.

Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON.

Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme.

2.8. Panen.
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.

III. Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.

Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S
(jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari).
g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.

Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian.

Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen.

Sumber : http://budidayanews.blogspot.com/2011/04/i.html

www.jendelahewan.blogspot.com

Sabtu, 02 Juli 2011

Jenis-Jenis Udang Potensial Budidaya

Udang merupakan komoditas utama yang paling diminati sebagai makanan. Dagingnya yang gurih dan rasanya yang lezat membuat komoditas yang satu ini begitu familiar dan digemari hampir semua orang. Melimpahnya jenis udang yang hidup di perairan Indonesia membuat peluang untuk membudidayakan dan memasarkan udang begitu potensial. Terlebih lagi, masing-masing jenis udang tersebut memiliki ciri yang unik dan khas. Tidak heran jika banyak orang yang tergiur untuk menangkap atau membudidayakan udang.

Prospek pasar udang kini makin luas, bahkan sudah merambah ke arah pasar ekspor. Berdasarkan data dari Departemen Kelautan dan Perikanan RI, udang sendiri merupakan penyumbang devisa terbesar dari sektor perikanan. Dengan fakta tersebut maka peluang untuk menjadikan udang sebagai prospek budidaya semakin terbuka dan sangat potensial.

Berikut ini beberapa jenis udang potensial untuk dibudidayakan maupun ditangkap:

1). Udang Jerbung ( Penaeus merguiensis )

Udang jerbung disebut juga udang putih “ White Shrimp “.
Ciri-cirinya antara lain : kulitnya tipis dan licin, warna putih kekuningan dengan bintik hijau dan ada yang berwarna kuning kemerahan. Udang ini mempunyai jenis-jenis lain seperti :
* Udang Peci, warna kulitnya lebih gelap dan berbintik hitam dengan nama dagang White Shrimp.
* Udang Bambu, warna kulitnya kuning berbercak merah seperti bambu dengan nama dagang Bamboo Shrimp.
* Udang Banana , warna kulitnya kuning seperti kulit pisang dengan nama dagang Banana Shrimp.

2). Udang Flower ( Penaeus sp )

Udang ini berwarna hijau kehitaman dengan garis melintang coklat, kulit dan kakinya agak kemerahan. Corak warnanya seperti bunga dengan nama dagang Flower Shrimp.

3). Udang Windu / Pacet / Tiger ( Penaeus monodon )

Udang ini kulitnya tebal dan keras, berwarna hijau kebiruan dengan garis melintang yang lebih gelap, ada juga yang berwarna kemerah-merahan dengan garis melintang coklat kemerahan. Nama dagang Tiger Shrimp.

4). Udang Cokong / Tokal / Galah / Fresh Water ( Macrobrachium sp )

Udang ini adalah udang air tawar. Warnanya bermacam-macam, ada yang hijau kebiruan, hijau kecoklatan, kuning kecoklatan dan berbercak seperti udang windu tetapi bentuknya lebih bulat. Nama dagangnya Fresh Water Shrimp.

5). Udang Dogol ( Metapenaeus monoceros )

Udang ini kulitnya tebal dan kasar, berwana merah muda agak kekuningan. Nama dagangnya adalah Pink Shrimp , ada yang berwarna kuning kehijuan disebut yellow White Shrimp.

6). Udang Kucing “Cat Prawn”

Udang ini kecil-kecil, yang paling besar berukuran 31 – 40 ekor/lb. Warnanya hijau dengan garis-garis melintang kuning dan putih. Ada juga yang berwarna kuning dengan garis melintang coklat dan putih. Nama dagangnya Cat Prawn.

7). Udang Medium

Termasuk jenis udang ini adalah udang peci yang warnanya lebih gelap dan berbintik-bintik hitam dan udang dogol yang warna kulitnya merah kecoklatan. Nama dagangnya Medium Shrimp.

8). Udang Sikat / Kipas ( Panulirus sp )

Udang ini seperti “ Lobster “ tetapi ukurannya lebih kecil dan kulitnya lebih lunak serta agak kasar. Warna kulit kecoklatan bergaris-garis melintang. Nama dagangnya Baby Slipper Lobster.

9). Udang Karang / Barong ( Panulirus sp )

Udang ini seperti udang sikat tetapi ukurannya ada yang besar dan kulitnya keras. Warnanya ada bermacam-macam, ada yang hijau, coklat, coklat kemerahan dan hitam kebiruan, biasanya berbintik-bintik putih, merah atau coklat. Nama dagangnya ‘Lobster’.

Sumber : http://bisnisukm.com/jenis-jenis-udang-potensial-budidaya.html


www.jendelahewan.blogspot.com

Senin, 13 Desember 2010

Tips Sukses Budidaya Udang Windu

1. Pemilihan lokasi budidaya
Pantai merupakan daerah terendah dari suatu aliran sungai. Akibatnya, kualitas air tawar di daerah hilir atau di lokasi tambak menjadi rawan terhadap pengaruh negatif dari daerah hulu, seperti endapan sedimen, hanyutan pestisida, dan polutan industri atau polutan rumah tangga. Dengan kata lain, pengelolaan air yang tidak baik di daerah hulu dapat berakibat buruk pada daerah hilir. Persoalan ini menunjukkan bahwa pengelolaan daerah pantai tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan daerah hulu. Karena itu pembangunan tambak budidaya udang windu hendaknya didukung oleh persyaratan seperti berikut ini:
- Tambak dibangun di luar wilayah padat penduduk dan industri.
- Lokasi tambak bukan kawasan hutan suaka alam, hutan wisata, dan hutan produksi.
- Tambak memiliki sumber air yang memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya.
- Tambak memiliki saluran irigasi yang memenuhi syarat agar air tersedia secara teratur, memadai, dan terjamin.
- Sumber air tawar tidak berasal dari air tanah (sumur bor) karena penggunaan air tanah dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerugian, yakni terjadinya instrusi air laut (peresapan air laut ke perairan tawar) yang menyebabkan terjadinya penurunan permukaan tanah.

2. Pemilihan induk
Induk betina yang dipilih harus memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
- Berat lebih dari 50 gram.
- Kandungan telur tinggi.
- Sudah matang telur (terlihat dari warna abu-abu di punggung).
- Bentuk tubuh normal, tidak cacat.
- Bersih dari kotoran dan parasit.

Sedangkan persyaratan induk jantan adalah sebagai berikut:
- Berat lebih dari 40 gram.
- Kaki jalan kedua tidak terlau besar.
- Tidak agresif.
- Bentuk tubuh normal, tidak cacat.
- Bersih dari kotoran dan parasit.

3. Pakan induk
Udang windu bersifat nocturnal, artinya aktif mencari makan dan beraktivitas pada malam hari atau pada suasana gelap. Sebaliknya, pada slang hari aktivitasnya menurun dan lebih banyak membenamkan dirinya di dalam lumpur atau pasir. Makanan udang windu bervariasi, baik jenis maupun komposisinya, tergantung dari umurnya. Namun, umumnya udang bersifat karnivora (pemakan hewan). Makanannya berupa hewan-hewan kecil, seperti invertebrate (hewan tidak bertulang belakang) air, udang kecil, kerang (bivalvae), dan ikan kecil.

Udang yang dibudidayakan di tambak bisa diberi pelet. Induk udang memerlukan makanan alami yang mempunyai kandungan kolesterol tinggi yang berasal dari kerang-kerangan dan krustase lain (kepiting). Jenis makanan ini diperlukan untuk mempercepat proses pematangan telur.

4. Teknik pemijahan
Di alam, udang windu muda banyak ditemukan di perairan payau dengan salinitas rendah, seperti di muara sungai tempat pertemuan antara air laut dan air tawar. Setelah dewasa kelamin, udang windu akan menuju perairan laut dalam yang kondisi airnya jernih dan tenang dan menjadikan tempat tersebut untuk berkembang biak.

Kondisi yang demikian juga diperlukan jika udang windu dipijahkan di luar habitat aslinya, misainya di tempat pembenihan (hatchery) udang windu. Pemijahan udang windu sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pemijahan ikan.

Udang windu akan matang kelamin pada umur 1,5 tahun dan siap melakukan tugasnya untuk berkembangbiak. Pada saat itu, berat tubuhnya mencapai 90-120 gram/ekor.

Perkawinan udang windu umumnya berlangsung pada malam hari. Ada kecenderungan, pada saat bulan purnama terjadi pemijahan massal udang windu yang sudah matang kelamin.

Pemijahan terjadi tatkala udang jantan mengeluarkan spermatozoa dari alat kelamin jantan (petasma) kemudian memasukannya ke dalam alat kelamin (telichum) udang betina. Setelah terjadi kontak langsung, induk betina akan nengeluarkan sel telur sehingga terjadilah pembuahan. Telur hasil pembuahan ini akan melayang di dasar perairan laut dalam. Selanjutnya, telur yang sudah menetas akan menjadi larva yang bersifat planktonik (melayang) dan akan naik ke permukaan air.

Dalam satu kali musim pemijahan, seekor induk betina menghasilkan telur sebanyak 200.000-500.000 butir. Setelah telur menetas, larva udang windu mengalami perubahan bentuk beberapa kali seperti berikut ini:
- Periode nauplius atau periode pertama larva udang. Periode ini dijalani selama 46-50 jam dan larva mengalami enam kali pergantian kulit.
- Periode Zoea atau periode kedua. Periode ini memerlukan waktu sekitar 96-120 jam dan pada saat itu larva mengalami tiga kali pergantian kulit.
- Periode mysis atau periode ketiga. Periode ini memerlukan waktu 96-120 jam dan larva mengalami pergantian kulit sebanyak tiga kali.
- Periode post larva (PL) atau periode keempat. Udang windu mencapai sub-stadium post larva sampai 20 tingkatan. Ketika mencapai periode ini, udang lebih menyukai perairan payau dengan salinitas 25-35 ppt.
- Periode juvenil atau periode kelima. Juvenil merupakan udang muda yang menyukai perairan dengan salinitas 20-25 ppt. Periode udang dewasa. Periode ini berlangsung setelah periode juvenil hingga udang siap berkembang biak. Setelah matang kelamin dan matang gonad, udang dewasa akan kembali ke laut dalam untuk melakukan pemijahan. Udang dewasa menyukai perairan payau dengan salinitas 15-20 ppt.

Sumber : http://www.lintasberita.com/go/1141381


www.jendelahewan.blogspot.com

Rabu, 15 September 2010

Budidaya Udang

I. Pendahuluan
Budidaya udang windu di Indonesia dimulai pada awal tahun 1980-an, dan mencapai puncak produksi pada tahun 1985-1995. Sehingga pada kurun waktu tersebut udang windu merupakan penghasil devisa terbesar pada produk perikanan. Selepas tahun 1995 produksi udang windu mulai mengalami penurunan. Hal itu disebabkan oleh penurunan mutu lingkungan dan serangan penyakit.

II. Teknis Budidaya
Budidaya udang windu meliputi beberapa faktor, yaitu :
2.1. Syarat Teknis
- Lokasi yang cocok untuk tambak udang yaitu pada daerah pantai yang mempunyai tanah bertekstur liat atau liat berpasir yang mudah dipadatkan sehingga mampu menahan air dan tidak mudah pecah.
- Air yang baik yaitu air payau dengan salinitas 0-33 ppt dengan suhu optimal 26 - 300C dan bebas dari pencemaran bahan kimia berbahaya.
- Mempunyai saluran air masuk/inlet dan saluran air keluar/outlet yang terpisah.
- Mudah mendapatkan sarana produksi yaitu benur, pakan, pupuk , obat-obatan dan lain-lain.
- Pada tambak yang intensif harus tersedia aliran listrik dari PLN atau mempunyai Generator sendiri.

2.2. Tipe Budidaya.
Berdasarkan letak, biaya dan operasi pelaksanaannya, tipe budidaya dibedakan menjadi :
- Tambak Ekstensif atau tradisional.
Petakan tambak biasanya di lahan pasang surut yang umumnya berupa rawa bakau. Ukuran dan bentuk petakan tidak teratur, belum meggunakan pupuk dan obat-obatan dan program pakan tidak teratur.
- Tambak Semi Intensif.
Lokasi tambak sudah pada daerah terbuka, bentuk petakan teratur tetapi masih berupa petakan yang luas (1-3 ha/petakan), padat penebaran masih rendah, penggunaan pakan buatan masih sedikit.
- Tambak Intensif.
Lokasi di daerah yang khusus untuk tambak dalam wilayah yang luas, ukuran petakan dibuat kecil untuk efisiensi pengelolaan air dan pengawasan udang, padat tebar tinggi, sudah menggunakan kincir, serta program pakan yang baik.

2.3. Benur
Benur yang baik mempunyai tingkat kehidupan (Survival Rate/SR) yang tinggi, daya adaptasi terhadap perubahan lingkungan yang tinggi, berwarna tegas/tidak pucat baik hitam maupun merah, aktif bergerak, sehat dan mempunyai alat tubuh yang lengkap. Uji kualitas benur dapat dilakukan secara sederhana, yaitu letakkan sejumlah benur dalam wadah panci atau baskom yang diberi air, aduk air dengan cukup kencang selama 1-3 menit. Benur yang baik dan sehat akan tahan terhadap adukan tersebut dengan berenang melawan arus putaran air, dan setelah arus berhenti, benur tetap aktif bergerak.

2.4. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan, meliputi :
- Pengangkatan lumpur. Setiap budidaya pasti meninggalkan sisa budidaya yang berupa lumpur organik dari sisa pakan, kotoran udang dan dari udang yang mati. Kotoran tersebut harus dikeluarkan karena bersifat racun yang membahayakan udang. Pengeluaran lumpur dapat dilakukan dengan cara mekanis menggunakan cangkul atau penyedotan dengan pompa air/alkon.
- Pembalikan Tanah. Tanah di dasar tambak perlu dibalik dengan cara dibajak atau dicangkul untuk membebaskan gas-gas beracun (H2S dan Amoniak) yang terikat pada pertikel tanah, untuk menggemburkan tanah dan membunuh bibit panyakit karena terkena sinar matahari/ultra violet.
- Pengapuran. Bertujuan untuk menetralkan keasaman tanah dan membunuh bibit-bibit penyakit. Dilakukan dengan kapur Zeolit dan Dolomit dengan dosis masing-masing 1 ton/ha.
- Pengeringan. Setelah tanah dikapur, biarkan hingga tanah menjadi kering dan pecah-pecah, untuk membunuh bibit penyakit.
- Perlakuan pupuk TON ( Tambak Organik Nusantara ). Untuk mengembalikan kesuburan lahan serta mempercepat pertumbuhan pakan alami/plankton dan menetralkan senyawa beracun, lahan perlu diberi perlakuan TON dengan dosis 5 botol/ha untuk tambak yang masih baik atau masih baru dan 10 botol TON untuk areal tambak yang sudah rusak. Caranya masukkan sejumlah TON ke dalam air, kemudian aduk hingga larut. Siramkan secara merata ke seluruh areal lahan tambak.

2.5. Pemasukan Air
Setelah dibiarkan 3 hari, air dimasukkan ke tambak. Pemasukan air yang pertama setinggi 10-25 cm dan biarkan beberapa hari, untuk memberi kesempatan bibit-bibit plankton tumbuh setelah dipupuk dengan TON. Setelah itu air dimasukkan hingga minimal 80 cm. Perlakuan Saponen bisa dilakukan untuk membunuh ikan yang masuk ke tambak. Untuk menyuburkan plankton sebelum benur ditebar, air dikapur dengan Dolomit atau Zeolit dengan dosis 600 kg/ha.

2.6. Penebaran Benur.
Tebar benur dilakukan setelah air jadi, yaitu setelah plankton tumbuh yang ditandai dengan kecerahan air kurang lebih 30-40 cm. Penebaran benur dilakukan dengan hati-hati, karena benur masih lemah dan mudah stress pada lingkungan yang baru. Tahap penebaran benur adalah :
- Adaptasi suhu. Plastik wadah benur direndam selama 15 30 menit, agar terjadi penyesuaian suhu antara air di kolam dan di dalam plastik.
- Adaptasi udara. Plastik dibuka dan dilipat pada bagian ujungnya. Biarkan terbuka dan terapung selama 15 30 menit agar terjadi pertukaran udara dari udara bebas dengan udara dalam air di plastik.
- Adaptasi kadar garam/salinitas. Dilakukan dengan cara memercikkan air tambak ke dalam plastik selama 10 menit. Tujuannya agar terjadi percampuran air yang berbeda salinitasnya, sehingga benur dapat menyesuaikan dengan salinitas air tambak.
- Pengeluaran benur. Dilakukan dengan memasukkan sebagian ujung plastik ke air tambak. Biarkan benur keluar sendiri ke air tambak. Sisa benur yang tidak keluar sendiri, dapat dimasukkan ke tambak dengan hati-hati/perlahan.

2.7. Pemeliharaan.
Pada awal budidaya, sebaiknya di daerah penebaran benur disekat dengan waring atau hapa, untuk memudahkan pemberian pakan. Sekat tersebut dapat diperluas sesuai dengan perkembangan udang, setelah 1 minggu sekat dapat dibuka. Pada bulan pertama yang diperhatikan kualitas air harus selalu stabil. Penambahan atau pergantian air dilakukan dengan hati-hati karena udang masih rentan terhadap perubahan kondisi air yang drastis. Untuk menjaga kestabilan air, setiap penambahan air baru diberi perlakuan TON dengan dosis 1 - 2 botol TON/ha untuk menumbuhkan dan menyuburkan plankton serta menetralkan bahan-bahan beracun dari luar tambak.
Mulai umur 30 hari dilakukan sampling untuk mengetahui pekembanghan udang melalui pertambahan berat udang. Udang yang normal pada umur 30 hari sudah mencapai size (jumlah udang/kg) 250-300. Untuk selanjutnya sampling dilakukan tiap 7-10 hari sekali. Produksi bahan organik terlarut yang berasa dari kotoran dan sisa pakan sudah cukup tinggi, oleh karena itu sebaiknya air diberi perlakuan kapur Zeolit setiap beberapa hari sekali dengan dosis 400 kg/ha. Pada setiap pergantian atau penambahan air baru tetap diberi perlakuan TON.
Mulai umur 60 hari ke atas, yang harus diperhatikan adalah manajemen kualitas air dan kontrol terhadap kondisi udang. Setiap menunjukkkan kondisi air yang jelek (ditandai dengan warna keruh, kecerahan rendah) secepatnya dilakukan pergantian air dan perlakuan TON 1-2 botol/ha. Jika konsentrasi bahan organik dalam tambak yang semakin tinggi, menyebabkan kualitas air/lingkungan hidup udang juga semakin menurun, akibatnya udang mudah mengalami stres, yang ditandai dengan tidak mau makan, kotor dan diam di sudut-sudut tambak, yang dapat menyebabkan terjadinya kanibalisme.

2.8. Panen.
Udang dipanen disebabkan karena tercapainya bobot panen (panen normal) dan karena terserang penyakit (panen emergency). Panen normal biasanya dilakukan pada umur kurang lebih 120 hari, dengan size normal rata-rata 40 - 50. Sedang panen emergency dilakukan jika udang terserang penyakit yang ganas dalam skala luas (misalnya SEMBV/bintik putih). Karena jika tidak segera dipanen, udang akan habis/mati.
Udang yang dipanen dengan syarat mutu yang baik adalah yang berukuran besar, kulit keras, bersih, licin, bersinar, alat tubuh lengkap, masih hidup dan segar. Penangkapan udang pada saat panen dapat dilakukan dengan jala tebar atau jala tarik dan diambil dengan tangan. Saat panen yang baik yaitu malam atau dini hari, agar udang tidak terkena panas sinar matahari sehingga udang yang sudah mati tidak cepat menjadi merah/rusak.

III. Pakan Udang.
Pakan udang ada dua macam, yaitu pakan alami yang terdiri dari plankton, siput-siput kecil, cacing kecil, anak serangga dan detritus (sisa hewan dan tumbuhan yang membusuk). Pakan yang lain adalah pakan buatan berupa pelet. Pada budidaya yang semi intensif apalagi intensif, pakan buatan sangat diperlukan. Karena dengan padat penebaran yang tinggi, pakan alami yang ada tidak akan cukup yang mengakibatkan pertumbuhan udang terhambat dan akan timbul sifat kanibalisme udang.
Pelet udang dibedakan dengan penomoran yang berbeda sesuai dengan pertumbuhan udang yang normal.
a. Umur 1-10 hari pakan 01
b. Umur 11-15 hari campuran 01 dengan 02
c. Umur 16-30 hari pakan 02
d. Umur 30-35 campuran 02 dengan 03
e. Umur 36-50 hari pakan 03
f. Umur 51-55 campuran 03 dengan 04 atau 04S
(jika memakai 04S, diberikan hingga umur 70 hari).
g. Umur 55 hingga panen pakan 04, jika pada umur 85 hari size rata-rata mencapai 50, digunakan pakan 05 hingga panen.
Kebutuhan pakan awal untuk setiap 100.000 ekor adalah 1 kg, selanjutnya tiap 7 hari sekali ditambah 1 kg hingga umur 30 hari. Mulai umur tersebut dilakukan cek ancho dengan jumlah pakan di ancho 10% dari pakan yang diberikan. Waktu angkat ancho untuk size 1000-166 adalah 3 jam, size 166-66 adalah 2,5 jam, size 66-40 adalah 2,5 jam dan kurang dari 40 adalah 1,5 jam dari pemberian.
Untuk meningkatkan pertumbuhan udang, perlu penambahan nutrisi lengkap dalam pakan. Untuk itu, pakan harus dicampur dengan POC NASA yang mengandung mineral-mineral penting, protein, lemak dan vitamin dengan dosis 5 cc/kg pakan untuk umur dibwah 60 hari dan setelah itu 10 cc/kg pakan hingga panen.

IV. Penyakit.
Beberapa penyakit yang sering menyerang udang adalah ;
1. Bintik Putih. Penyakit inilah yang menjadi penyebab sebagian besar kegagalan budidaya udang. Disebabkan oleh infeksi virus SEMBV (Systemic Ectodermal Mesodermal Baculo Virus). Serangannya sangat cepat, dalam beberapa jam saja seluruh populasi udang dalam satu kolam dapat mati. Gejalanya : jika udang masih hidup, berenang tidak teratur di permukaan dan jika menabrak tanggul langsung mati, adanya bintik putih di cangkang (Carapace), sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Virus dapat berkembang biak dan menyebar lewat inang, yaitu kepiting dan udang liar, terutama udang putih. Belum ada obat untuk penyakit ini, cara mengatasinya adalah dengan diusahakan agar tidak ada kepiting dan udang-udang liar masuk ke kolam budidaya. Kestabilan ekosistem tambak juga harus dijaga agar udang tidak stress dan daya tahan tinggi. Sehingga walaupun telah terinfeksi virus, udang tetap mampu hidup sampai cukup besar untuk dipanen. Untuk menjaga kestabilan ekosistem tambak tersebut tambak perlu dipupuk dengan TON.

2. Bintik Hitam/Black Spot. Disebabkan oleh virus Monodon Baculo Virus (MBV). Tanda yang nampak yaitu terdapat bintik-bintik hitam di cangkang dan biasanya diikuti dengan infeksi bakteri, sehingga gejala lain yang tampak yaitu adanya kerusakan alat tubuh udang. Cara mencegah : dengan selalu menjaga kualitas air dan kebersihan dasar tambak.

3. Kotoran Putih/mencret. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi kotoran dan gas amoniak dalam tambak. Gejala : mudah dilihat, yaitu adanya kotoran putih di daerah pojok tambak (sesuai arah angin), juga diikuti dengan penurunan nafsu makan sehingga dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kematian. Cara mencegah : jaga kualitas air dan dilakukan pengeluaran kotoran dasar tambak/siphon secara rutin.

4. Insang Merah. Ditandai dengan terbentuknya warna merah pada insang. Disebabkan tingginya keasaman air tambak, sehingga cara mengatasinya dengan penebaran kapur pada kolam budidaya. Pengolahan lahan juga harus ditingkatkan kualitasnya.

5. Nekrosis. Disebabkan oleh tingginya konsentrasi bakteri dalam air tambak. Gejala yang nampak yaitu adanya kerusakan/luka yang berwarna hitam pada alat tubuh, terutama pada ekor. Cara mengatasinya adalah dengan penggantian air sebanyak-banyaknya ditambah perlakuan TON 1-2 botol/ha, sedangkan pada udang dirangsang untuk segera melakukan ganti kulit (Molting) dengan pemberian saponen atau dengan pengapuran.
Penyakit pada udang sebagian besar disebabkan oleh penurunan kualitas kolam budidaya. Oleh karena itu perlakuan TON sangat diperlukan baik pada saat pengolahan lahan maupun saat pemasukan air baru.

www.jendelahewan.blogspot.com