Ayam Cemani adalah ayam lokal asli yang berasal dari Kedu, Temanggung Jawa Tengah. Cemani berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya berwarna hitam. Memang inilah ciri utama yang dimiliki dari binatang unggas ini. Hampir semua bagian dari tubuhnya berwarna hitam. Mulai dari bulu, paruh, kaki, jengger dan darahnya semuanya gelap. Bahkan yang kwalitasnya paling unggul, warna tulangnya dan kotorannya juga hitam.
Sejarah Ayam Cemani
Ada beberapa versi tentang sejarah ayam cemani. Namun yang pasti asalnya dari daerah Kedu Jawa Tengah. Namanya mulai sering disebut ketika muncul dalam suatu acara lomba satwa di kota Semarang pada tahun 1926.
Pemilik ayam, Tjokromiharjo adalah seorang lurah di sebuah desa di Magelang. Pada waktu itu Magelang termasuk bagian dari Karesidenan Kedu. Oleh panitia lomba ayam itu diberi nama ayam kalikuto, sesuai dengan nama desa dimana Tjokromiharjo menjadi lurah. Namun Tjokromiharjo lebih suka memberinya dengan sebutan ayam kedu.
Dalam perkembangannya, ayam kedu terus berkembang biak. Tapi beberapa diantara keturuannya tidak memiliki warna yang hitam legam lagi, lebih varian. Selanjutnya yang masih mempunyai warna yang sama dengan induknya disebut dengan ayam cemani.
Menjadi Peluang Usaha
Kebanyakan orang memelihara ayam cemani hanya untuk koleksi saja. Bukan untuk peternakan yang diambil dagingnya. Meskipun rasa dagingnya sama, namun banyak yang tidak suka makan daging ayam yang berwarna hitam.
Memang bagusnya ayam cemani dijadikan hiasan atau koleksi saja. Warnanya terkesan angker dan magis. Terutama yang berjenis kelamin jantan. Suaranya lebih nyaring dibanding dengan ayam biasa ketika sedang berkokok. Menimbulkan suasana kegagahan dan kewibawaan.
Untuk masalah harga, ayam cemani yang biasa harganya berkisar 750 ribu. Sedangkan yang masih muda bisa dijual dengan nilai 500 ribu. Yang kwalitas unggul atau prima, harganya bisa mencapai puluhan juta. Apalagi bila berhasil menjadi juara dalam suatu kontes atau perlombaan. Harganya bisa menjulang menjadi puluhan bahkan ratusan juta.
Karena tingginya tingkat permintaan, maka tidak mengherankan bila banyak yang memanfaatkan fenomena ini sebagai peluang usaha baru. Terutama bagi masyarakat daerah Kedu sendiri. Mereka mulai mengembangkan usaha peternakan ayam cemani dengan lebih serius, tidak sekadar usaha sampingan saja. Bila terus ditekuni, usaha ternak ini diyakini akan menghasilkan keuntungan yang tinggi pula.
Teknik Beternak Ayam Cemani
Beternak ayam cemani sebenarnya tidak jauh berbeda dengan beternak ayam biasa. Peternak tidak perlu menggunakan teknologi yang terlalu modern. Ayam jenis ini malah lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Pakan utama yang diperlukan juga cukup mudah didapatkan. Peternak bisa menggunakan sisa-sisa hasil pertanian seperti dedak padi, jagung giling, menir, gabah dan sebagainya. Yang perlu diperhatikan adalah pengetahuan nilai gizi dari makanan tersebut serta harus disesuaikan dengan umur dari ayam cemani yang diternak.
Sedangkan, untuk tempat pemeliharaan bisa menggunakan kandang berlantai kawat atau memakai bambu. Bisa juga di lantai tanah biasa atau lantai semen yang diberi serbuk gergaji secukupnya. Ukurannya disesuaikan dengan besar dan jumlah ayam yang dipelihara. Untuk ayam cemani ukuran dewasa, setiap satu meter persegi maksimal empat ekor saja.
Yang perlu diperhatikan, kandang ayam tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung. Ventilasinya juga harus cukup untuk keluar masuk udara, sehingga ayam cemani bisa terus bernafas dengan lega. Selain itu kebersihan kandang juga harus selalu dijaga, agar tidak menimbulkan penyakit.
Meski sistem pemeliharaannya masih menggunakan pola tradisional, namun bila manajemennya menggunakan sistem agribisnis secara utuh dan modern, dipastikan akan mendatangkan keuntungan yang maksimal.
Sumber : http://www.anneahira.com/ayam-cemani.htm
Gambar : http://globalpasar.indonetwork.co.id/2378072/jual-ayam-cemani.htm
www.jendelahewan.blogspot.com