Tampilkan postingan dengan label Budidaya Sapi Perah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budidaya Sapi Perah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Agustus 2012

Ternak Sapi Perah Menguntungkan Bila Pemilikan Minimal 6 Ekor

Peternakan sapi perah merupakan salah satu bidang yang mampu membangkitkan perekonomian masyarakat. Namun dari pendekatan ekonomis, usaha itu terlihat kurang menguntungkan karena pemilikan ternak yang rendah. Hal tersebut disampaikan Prof Dr Ir Sudi Nurtini SU saat dikukuhkan dalam jabatan guru besar pada Fakultas Peternakan UGM, di Balai Senat UGM.

Menurutnya, usaha tani sapi perah menguntungkan dan berkelanjutan apabila pemilikan minimal 5,23 unit ternak atau 6 ekor sapi dan proporsi sapi laktasi 70%. Sementara itu, skala ekonomis dapat dicapai dengan kepemilikan 10-12 ekor sapi per peternak.

Dalam pidato berjudul ''Insentif Ekonomi Peternakan Sapi Perah Rakyat'', Prof Nurtini menyebutkan bahwa peternak membutuhkan insentif agar mereka dapat mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang lebih efisien. Dengan hal tersebut, diharapkan pada waktunya akan memantapkan industri persusuan domestik.

''Peternak sapi perah rakyat masih saja mengalami disinsentif dan jika hal ini dibiarkan terjadi, maka akan menjadi penghambat pencapaian keberhasilan industri persusuan nasional,'' katanya.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan insentif ekonomi peternak sapi perah rakyat adalah dengan perluasan pasar. Dalam praktik pemasaran susu segar, industri pengolahan susu (IPS) masih dianggap sebagai pasar utama yang seharusnya hanya merupakan pasar alternatif dari peluang pasar lain yang memiliki kaitan lebih erat dengan kepentingan peternak.

''Masyarakat Indonesia yang lebih memilih susu bubuk dan susu kental manis daripada susu segar/susu cair merupakan tantangan sekaligus peluang bagi produsen. Terobosan peluang pasar itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar pasar lebih kompetitif,'' kata wanita kelahiran Yogyakarta, 25 Desember 1953 itu.

Pola konsumsi susu masyarakat Indonesia berbeda dengan sejumlah negara maju di dunia. Masyarakat Indonesia merupakan konsumen susu cair yang sangat kecil. Data Ditjen Industri Agro dan Kimia menyebutkan pada 2007 konsumsi susu cair Indonesia hanya 18%, sedangkan negara-negara Eropa hampir 100%, Amerika Serikat 99,7%, India 98%, Thailand 88%, dan China 76,5%.

Sementara itu, menurut data FAO (2011), konsumsi susu Indonesia pada 2007 adalah 7,3 liter/kap/th, lebih rendah dibandingkan dengan sesama negara ASEAN, seperti Malaysia 25 liter/kap/th, Thailand 22,1 liter/kap/th, dan Filipina 18 liter/kap/th.

Upaya perluasan pasar susu segar dapat dilakukan melalui program susu untuk anak sekolah. Namun, upaya itu harus sinergi dengan upaya peningkatan kualitas susu dengan mengubah perilaku peternak dan petugas yang menangani pascapanen. Lebih lanjut dikatakannya, Thailand merupakan salah satu negara di kawasan ASEAN yang dalam penanganan industri persusuan relatif lebih baik.

Produksi susu Thailand oleh peternak sapi perah skala kecil yang memiliki ternak antara 5-10 ekor dan sekitar 28% dari peternak memiliki lebih dari 20 ekor sapi perah. Populasi sapi perah di Thailand pada tahun 2009 mencapai 498.000 ekor sapi dengan laktasi 293.000 ekor dan produksi susu 840.000 ton, sedikit lebih tinggi daripada populasi sapi perah di Indonesia, padahal populasi penduduk dan luas wilayah Thailand jauh lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia.

''Jadi, tidak ada salahnya kita belajar dari Thailand dalam pembangunan persusuannya,'' tambahnya.

Sumber : http://www.suaramerdeka.com/

www.jendelahewan.blogspot.com

Jumat, 11 November 2011

Beternak Sapi Perah

Dalam pemeliharaan sapi perah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Seleksi Bibit
Jenis sapi perah yang biasa dipelihara adalah sapi FH (Fries Holland) dengan ciri-ciri sebagai berikut :
- Warna bulu putih dengan bercak hitam.
- Berat badan betina dewasa 625 kg dan jantan 900 kg.
- Pembawaan betina tenang dan jinak sedangkan jantan agak panas.
- Daya merumput (Grazing ability) hanya baik pada pasture yang baik saja.
- Dewasa kelamin sapi FH agak lambat, umur pertama kali dikawinkan 15 – 18 bulan.
- Produksi susu relatif lebih tinggi dibandingkan sapi perah lainnya.

2. Pakan
Pakan sapi perah umumnya dibagi tiga :

a. Hijauan :
- Rumput - rumputan : Rumput gajah (Pennisetum purpureum), Rumput Raja (King grass), setaria, benggala (Pennisetum maximum), rumput lapang dan BD (Brachiaria decumbens),
- Kacang-kacangan : Lamtoro, turi, gamal

b. Konsentrat :
Dedak, bunkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung kedelai.

c. Limbah pertanian :
Jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, dll.

Pakan yang diberikan kepada sapi perah secara umum berupa hijauan 60% dari BK (berat kering) dan 40% Konsentrat.

Dalam hal ini hijauan yang digunakan 75% rumput alam dan 25% rumput unggul.

Sebagai contoh bila berat sapi 450 kg dan produksi susu 13 kg / hari lemak 3,5% dapat diberikan pakan : rumput alam 21 kg, rumput gajah 7,5 kg dan konsentrat pabrik 6 kg.

3. Kandang dan Peralatan
kandang yang dibuat harus memenuhi syarat antara lain : Terpisah dari rumah + 10 m, drainase dan ventilasi baik, lantai tidak licin, ada penampungan kotoran dan ukuran kandang 1,5 X 2,5 m / ekor.

4. Kesehatan Hewan
Beberapa penyakit yang sering menyerang sapi perah antara lain:

a. Radang Ambing / Mastitis
Penyebab : Bakteri Streptococcus agalactiae dan Staphilocossus aureus
Gejala : (pada mastitis akut) pembengkakan pada ambing, panas, keras dan terasa sakit diikuti demam, lemah dan nafsu makan hilang.
Pencegahan : Kebersihan kandang terutama pada lantai
Pengobatan : Antibiotik seperti pennicilin, Terramycin dll.

b. Antrax
Penyebab : Kuman Antrax
Gejala : Bengkak pada dada leher dan perut, keluar darah dari lubang hidung, rongga mulut, anus dan kelamin menjelang kehamilan.
Pencegahan : Vaksinasi Antrax.

c. Brucellosis
Penyebab : Kuman Brucella
Gejala : Biasanya terjadi keguguran pada kebuntingan 5 - 8 bulan.
Pencegahan : Pemeriksaan darah secara berkala, menjaga kebersihan kandang ternak, dan Vaksinasi.

5. Pengelolaan / Manajemen
a. Sapi dara :

Sapi betina berumur 1 – 2 tahun atau lebih dan belum pernah beranak. Pemeliharaan dan pemberian pakan pada sapi dara sebelum beranak sangat mempengaruhi pertumbuhan.

b. Sapi Betina Dewasa :
Dilakukan exercise (gerak jalan), pemeliharaan kuku, kebersihan badan, dan perlu diperhatikan perkembangan reproduksi seperti masa birahi, masa perkawinan, kebuntingan dan beranak.

c. Pembuatan catatan meliputi catatan reproduksi dan kesehatan.

6. Pemasaran
Pemasaran dapat dilakukan melalui kelompok atau koperasi. Produk yang dipasarkan dapat berupa susu dan hasil olahannya, daging atau kulit.

7. Pasca Panen
Pasca panen sapi perah antara lain berupa produk caramel, tahu susu, kerupuk susu, abon, dendeng, sosis, tas, sepatu jaket dll.

Sumber : http://sapip.blogspot.com/


www.jendelahewan.blogspot.com

Minggu, 06 November 2011

Meraup Untung dari Sapi Perah

Sapi perah adalah sapi yang khusus dipelihara untuk diambil susunya. Ada beragam jenis sapi perah unggul yang biasa diternakkan, antara lain sapi shorhorn, friesian holstein, jersey, brown swiss, red danish, dan droughtmaster.

Pemilihan Bibit Sapi Perah
Berdasarkan penelitian para pakar, jenis sapi perah yang paling sesuai untuk dibudidayakan di Indonesia adalah friesian holstein (FH). Adapun ciri-ciri sapi FH sebagai berikut.
• Bulu berwarna putih dengan bercak hitam.
• Berat badan sapi betina dewasa mencapai 625 kilogram, sedangkan berat sapi jantan mencapai 900 kilogram.
• Sapi betina berperilaku tenang dan jinak, sedangkan sapi jantan agak mudah marah.
• Jika diternakkan di padang penggembalaan yang baik, grazing ability (daya merumput) sapi FH akan baik juga.
• Sapi FH agak lambat mencapai dewasa kelamin. Jenis sapi ini biasanya dikawainkan pertama kali saat berumur 15 – 18 buan.
• Produksi susu sapi FH relatif lebih tinggi daripada jenis sapi perah yang lain.

Pemberian Pakan Sapi Perah
Makanan sapi perah terdiri atas tiga jenis pakan berikut.
• Hijauan berupa rumput-rumputan dan kacang-kacangan. Jenis-jenis rumput yang biasa diberikan pada sapi perah antara lain rumput gajah, rumput raja, rumput setaria, rumput benggala, rumput lapang, dan rumput BD (Brachiaria decumbens). Adapun jenis kacang-kacangan yang dijadikan pakan sapi adalah lamtoro, turi, dan gamal.
• Konsentrat berupa dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung, dan kedelai.
• Limbah pertanian, seperti jerami padi, batang jagung, batang kedelai, dan sebagainya.

Pakan berupa hijauan diberikan pada siang hari setelah pemerahan sebanyak 30–50 kilogram per ekor tiap hari. Rumusnya, setiap hari, seekor sapi perah dewasa memerlukan rumput sebanyak 10% bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1 – 2% BB.

Sapi perah yang sedang menyusui perlu diberi pakan tambahan sebanyak 25% hijauan dan konsentrat. Selain hijauan berupa rumput-rumputan, pakan sapi perah sebaiknya ditambah dengan kacang-kacangan.

Kebutuhan karbohidrat sapi perah dapat dipenuhi dengan memberikan dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa. Sapi perah juga memerlukan mineral sebagai penguat, berupa garam dapur dan kapur.

Konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi dan sore hari sebelum sapi diperah. Banyaknya sekitar 1–2 kilogram per ekor tiap hari.
Sapi perah juga membutuhkan air minum. Kebutuhan air minum sapi adalah 10% bobot badan per hari.

Pemeliharaan Kandang Sapi Perah
Kandang sapi perah harus dibuat terpisah dari rumah dan berjarak lebih dari 10 meter. Ukuran kandang adalah 1,5 m × 2,5 m per ekor sapi.
Agar sirkulasi udaranya lancar, kandang dibuat agak terbuka. Sebaiknya, tempat makan dan minum sapi dibuat di luar kandang, tetapi tetap terlindung di bawah atap.
Agar pakan sapi perah tidak terinjak-injak atau tercampur dengan kotoran, tempat pakan dibuat agak lebih tinggi dari permukaan lantai. Sementara itu, tempat air minum dibuat permanen berupa bak semen.

Kandang sapi perah harus dibersihkan setiap hari. Kotoran sapi sebaiknya ditampung dan ditimbun di tempat lain. Setelah dibiarkan selama sekitar 1–2 minggu, kotoran akan mengalami proses fermentasi dan menjadi pupuk kandang.

Setelah dibersihkan, lantai kandang diberi alas lantai berupa jerami atau sisa-sisa pakan hijauan. Alas lantai tersebut harus dibongkar seminggu sekali.

Perawatan dan Pemeliharaan Kesehatan Sapi Perah
Sapi perah sebaiknya dimandikan dua kali sehari. Sapi perah dimandikan setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu.

Beberapa penyakit biasa menyerang sapi, antara lain antraks, penyakit mulut dan kaki (PMK), penyakit ngorok (mendengkur) atau penyakit Septichaema epizootica, dan penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot).

Penyakit-penyakit tersebut bisa dicegah dengan memberikan vaksinasi dan menjaga kebersihan kandang.

Pengelolaan Ternak Sapi Perah
Pengelolaan ternak sapi perah dibedakan berdasarkan umur sapi. Sapi betina berumur 1-2 tahun atau lebih yang belum pernah beranak disebut sapi dara. Sementara sapi perah yang sudah pernah beranak disebut sapi betina dewasa.

Sapi dara masih dalam masa pertumbuhan. Oleh karena itu, pemeliharaan dan pemberian pakan pada sapi dara harus diperhatikan secara serius.

Sapi betina dewasa sebaiknya diberi latihan gerak jalan. Kebersihan badan dan kesehatan kukunya harus diperhatikan dengan saksama. Peternak harus memberi perhatian lebih pada sapi betina dewasa berkaitan dengan perkembangan reproduksinya, seperti masa birahi, masa perkawinan, kebuntingan, dan beranak.

Panen Sapi Perah
Sesuai dengan namanya, hasil utama peternakan sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk sapi betina.

Kotoran sapi perah dapat dijadikan pupuk kandang. Selain itu, sapi perah yang sudah tidak produktif pun memberi hasil lain berupa daging dan kulit.

Usaha Sapi Perah di Indonesia
Sebagai salah satu hasil komoditi peternakan, susu merupakan bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein ini terus meningkat dari waktu ke waktu seiring tingginya tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kebutuhan gizi. Pengembangan bidang peternakan, khususnya pengembangan usaha sapi perah adalah salah satu alternatif cara meningkatkan persediaan sumber kebutuhan protein.

Pembangunan usaha sapi perah dilakukan untuk memenuhi gizi masyarakat dan mengurangi tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Usaha susu di Indonesia sebenarnya sudah lama dikembangkan. Di sini, usaha sapi perah didominasi oleh usaha berskala kecil, yaitu terdiri atas empat ekor sapi (80 persen), empat sampai tujuh ekor sapi (17 persen), dan lebih dari tujuh ekor sapi (tiga persen).

Data ini menunjukkan bahwa kurang lebih 64 persen produksi susu nasional dihasilkan oleh usaha berskala kecil, sedangkan sebanyak 24 persen sisanya dihasilkan oleh ternak sapi perah skala menengah dan ternak sapi perah skala besar. Keadaan ini masih menempatkan usaha ternak sapi perah di Indonesia sangat kecil sehingga tidak mampu bersaing dengan produk luar. Selain itu, kondisi ini juga dapat memperlelmah daya usaha ternak sapi perah di Indonesia.

Peningkatan laju pertumbuhan sektor peternakan, khususnya ternak sapi perah harus terus dilakukan karena kemampuan pasokan susu peternak lokal sekarang baru mencapai 25 persen hingga 30 persen dari kebutuhan susu nasional. Tingginya angka impor susu nasional mengakibatkan Indonesia menjadi net importir. Bahkan, menunjukkan juga prospek pasar yang besar sekali dalam usaha peternakan sapi perah untuk menghasilkan susu segar sebagai hasil substitusi impor.

Aneka Olahan dari Susu Sapi Perah di Pangalengan
Pangalengan terkenal sebagai penghasil susu sapi perah di Jawa Barat. Sebagian masyarakat tentunya sudah mengenal dan menikmati permen susu atau karamel hasil olahan para pengrajin di Pangalengan. Selain itu, olahan dari susu perah lainnya adalah kerupuk susu, dodol susu, tahu susu, noga susu, dan lain-lain.

Makanan hasil olahan tersebut semuanya diawali dengan adanya peternakan sapi perah di Pangalengan yang memiliki sejarah panjang. Dulu, orang-orang Belanda membangun peternakan sapi perah untuk kepentingan gizi mereka. Akhirnya, peternakan sapi perah ini diambil alih oleh pribumi dan dijadikan sebagai mata pencaharian.

Para pribumi ini menjual susu sapi perah ke berbagai tempat. Kini, tak hanya susu yang dijual, tetapi makanan olahan dari susu sapi ternak juga mulai diproduksi dan dipasarkan (dodol susu, kerupuk susu, permen susu). Produk-produk olehan makanan ini banyak dijual di sepanjang jalan di Pangalengan dan pemasarannya sudah sampai ke Jakarta.

Sumber : http://www.anneahira.com/sapi-perah.htm


www.jendelahewan.blogspot.com

Jumat, 04 November 2011

Upaya Penanganan Kesehatan Sapi Perah

Untuk memperoleh hasil susu sapi perah yang optimal, diperlukan upaya penanganan kesehatan sapi perah melalui pencegahan dan pengendalian penyakit secara tepat.

Dalam usaha sapi perah, kesehatan hewan merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaannya. Sapi yang kondisinya lemah akan mudah sekali terserang oleh infeksi penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular. Usaha sapi perah harus terletak di daerah yang tidak pernah terjangkit atau daerah endemis penyakit hewan menular atau tidak ditemukan gejala klinis maupun bukti adanya penyakit lain seperti, antara lain : penyakit Antraks (radang limpa), penyakit mulut dan kuku (Foot and Mouth Disease), penyakit ngorok/mendekur (septichaemia epizootica/SE), dan Brucellosis (kluron menular).

Untuk memperoleh hasil yang optimal dalam usaha sapi perah diperlukan perhatian khusus mengenai gejala/tanda-tanda suatu penyakit, penyebab, pencegahan, dan pengendaliannya. Pada umumnya penyakit ternak/hewan dapat disebabkan oleh mikroba (bakteri, virus dan protozoa), parasit (eksternal maupun internal), jamur atau karena gangguan/kelainan metabolisme (termasuk di dalamnya karena defisiensi nutrisi ataupun kena racun) dan gangguan reproduksi.

Adapun penyakit yang sering menyerang sapi perah, antara lain : penyakit antraks, penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Apthae epizootica/AE, penyakit ngorok, penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot), penyakit brucellosis dengan tanda-tanda, penyebab dan pengendaliannya, sebagai berikut :

(1) Penyakit Antraks, penyebabnya yaitu Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan. Adapun tanda-tanda penyakit antraks, yaitu: Pada umumnya ternak mati secara mendadak (berakut) tanpa didahului gejala klinis yang nyata dan biasanya diikuti dengan keluarnya darah yang berwarna hitam dari lubang tubuh. Apabila sempat muncul gejala khusu secara cepat biasanya berupa demam tinggi, badan lemah dan gemetar; gangguan pernafasan; pembengkaan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; limpa bengkak dan berwarna kehitaman. Sedangkan pencegahan dan pengedaliannya, yaitu: vaksinasi, pengobatan antibiotik, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta ternak yang mati (bangkai) karena antraks dilarang keras dibuka (bedah bangkai) serta harus segera mengubur/membakar sapi yang mati;

(2) Penyakit Mulut dan Kuku atau Apthae epizootica/AE, penyebabnya yaitu virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE. Adapun tanda - tanda penyakit mulut dan kuku, yaitu : rongga mulut, lidah, dan tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; demam atau panas, suhu badan menurun drastis; nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; air liur keluar berlebihan. Sedangkan pencegahan dan pegendaliannya, yaitu : vaksnasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah;

(3) Penyakit Ngorok, penyebabnya yaitu bakteri Pasteurella multocida dengan penularannya melalui makanan dan minuman tercemar bakteri. Adapun tanda - tanda penyakit ngorok, yaitu: kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah kebiruan; leher, anus, dan vulva membengkak; paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua. Apabila dilakukan bedah bangkai, maka demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12 - 36 jam. Sedangakan pencegahan dan pengendaliannya, yaitu: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotik atau sulfa;

(4) Penyakit Radang Kuku atau Kuku Busuk penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Adapun tanda-tanda penyakit Kuku Busuk, yaitu: mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; kulit kuku mengelupas; tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh. Sedangkan pencegahan dan pengobatannya, yaitu dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering;

(5) Penyakit Brucellosis, penyebabnya yaitu Kuman Brucella abortus. Adapu gejala (tanda-tanda) penyakit Brucellosis, yaitu: biasanya terjadi keguguran pada kebuntingan 5-8 bulan. Sedangkan pencegahan dan pengendaliannya, yaitu: pemeriksaan darah secara berkala, menjaga kebersihan kandang dan melakukan desinfeksi kandang/sekitarnya apabila terjadi keguguran (abortus) karena cairan abortus sangat menular kepada ternak lainnya, dan vaksinasi.

Sumber : http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/upaya-penanganan-kesehatan-sapi-perah


www.jendelahewan.blogspot.com

Minggu, 30 Oktober 2011

Budidaya Ternak Sapi Perah

1. SEJARAH SINGKAT
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. Seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa.

Domestikasi sapi mulai dilakukan sekitar 400 tahun SM. Sapi diperkirakan berasal dari Asia Tengah, kemudian menyebar ke Eropa, Afrika dan seluruh wilayah Asia. Menjelang akhir abad ke-19, sapi Ongole dari India dimasukkan ke pulau Sumba dan sejak saat itu pulau tersebut dijadikan tempat pembiakan sapi Ongole murni.

Pada tahun 1957 telah dilakukan perbaikan mutu genetik sapi Madura dengan jalan menyilangkannya dengan sapi Red Deen. Persilangan lain yaitu antara sapi lokal (peranakan Ongole) dengan sapi perah Frisian Holstein di Grati guna diperoleh sapi perah jenis baru yang sesuai dengan iklim dan kondisi di Indonesia.

2. SENTRA PETERNAKAN
Sentra peternakan sapi di dunia ada di negara Eropa (Skotlandia, Inggris, Denmark, Perancis, Switzerland, Belanda), Italia, Amerika, Australia, Afrika dan Asia (India dan Pakistan). Sapi Friesian Holstein misalnya, terkenal dengan produksi susunya yang tinggi (+ 6350 kg/th), dengan persentase lemak susu sekitar 3-7%. Namun demikian sapi-sapi perah tersebut ada yang mampu berproduksi hingga mencapai 25.000 kg susu/tahun, apabila digunakan bibit unggul, diberi pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak, lingkungan yang mendukung dan menerapkan budidaya dengan manajemen yang baik. Saat ini produksi susu di dunia mencapai 385 juta m2/ton/th, khususnya pada zone yang beriklim sedang. Produksi susu sapi di PSPB masih kurang dari 10 liter/hari dan jauh dari standar normalnya 12 liter/hari (rata-ratanya hanya 5-8 liter/hari).

3. J E N I S
Secara garis besar, bangsa-bangsa sapi (Bos) yang terdapat di dunia ada dua, yaitu (1) kelompok yang berasal dari sapi Zebu (Bos indicus) atau jenis sapi yang berpunuk, yang berasal dan tersebar di daerah tropis serta (2) kelompok dari Bos primigenius, yang tersebar di daerah sub tropis atau lebih dikenal dengan Bos Taurus.

Jenis sapi perah yang unggul dan paling banyak dipelihara adalah sapi Shorhorn (dari Inggris), Friesian Holstein (dari Belanda), Yersey (dari selat Channel antara Inggris dan Perancis), Brown Swiss (dari Switzerland), Red Danish (dari Denmark) dan Droughtmaster (dari Australia).

Hasil survei di PSPB Cibinong menunjukkan bahwa jenis sapi perah yang paling cocok dan menguntungkan untuk dibudidayakan di Indonesia adalah Frisien Holstein.

4. MANFAAT
Peternakan sapi menghasilkan daging sebagai sumber protein, susu, kulit yang dimanfaatkan untuk industri dan pupuk kandang sebagai salah satu sumber organik lahan pertanian.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5x2 m atau 2,5x2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8x2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5x1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

6.2. Pembibitan
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh bibit sapi perah betina dewasa adalah: (a) produksi susu tinggi, (b) umur 3,5-4,5 tahun dan sudah pernah beranak, (c) berasal dari induk dan pejantan yang mempunyai eturunan produksi susu tinggi, (d) bentuk tubuhnya seperti baji, (e) matanya bercahaya, punggung lurus, bentuk kepala baik, jarak kaki depan atau kaki belakang cukup lebar serta kaki kuat, (f) ambing cukup besar, pertautan pada tubuh cukup baik, apabila diraba lunak, kulit halus, vena susu banyak, panjang dan berkelokkelok, puting susu tidak lebih dari 4, terletak dalam segi empat yang simetris dan tidak terlalu pendek, (g) tubuh sehat dan bukan sebagai pembawa penyakit menular, dan (h) tiap tahun beranak.

Sementara calon induk yang baik antara lain: (a) berasal dari induk yang menghasilkan air susu tinggi, (b) kepala dan leher sedikit panjang, pundak tajam, badan cukup panjang, punggung dan pinggul rata, dada dalam dan pinggul lebar, (c) jarak antara kedua kaki belakang dan kedua kaki depan cukup lebar, (d) pertumbuhan ambing dan puting baik, (e) jumlah puting tidak lebih dari 4 dan letaknya simetris, serta (f) sehat dan tidak cacat.

Pejantan yang baik harus memenuhi kriteria sebagai berikut: (a) umur sekitar 4- 5 tahun, (b) memiliki kesuburan tinggi, (c) daya menurunkan sifat produksi yang tinggi kepada anak-anaknya, (d) berasal dari induk dan pejantan yang baik, (e) besar badannya sesuai dengan umur, kuat, dan mempunyai sifat-sifat pejantan yang baik, (f) kepala lebar, leher besar, pinggang lebar, punggung kuat, (g) muka sedikit panjang, pundak sedikit tajam dan lebar, (h) paha rata dan cukup terpisah, (i) dada lebar dan jarak antara tulang rusuknya cukup lebar, (j) badan panjang, dada dalam, lingkar dada dan lingkar perut besar, serta (k) sehat, bebas dari penyakit menular dan tidak menurunkan cacat pada keturunannya.

1) Pemilihan bibit dan calon induk
Untuk mengejar produktivitas ternak yang tinggi, diperlukan perbaikan lingkungan hidup dan peningkatan mutu genetik ternak yang bersangkutan.
Bibit yang baru datang harus dikarantina untuk penularan penyakit. Kemudian bibit diberi minum air yang dicampur garam dapur, ditempatkan dalam kandang yang bersih dan ditimbang serta dicatat penampilannya.

2) Perawatan bibit dan calon induk
Seluruh sapi perah dara yang belum menunjukkan tanda-tanda birahi atau belum bunting setelah suatu periode tertentu, harus disisihkan. Jika sapi yang disisihkan tersebut telah menghasilkan susu, sapi diseleksi kembali berdasarkan produksi susunya, kecenderungan terkena radang ambing dan temperamennya.

3) Sistim Pemuliabiakan
Seringkali sapi perah dara dikawinkan dengan pejantan pedaging untuk mengurangi risiko kesulitan lahir dan baru setelah menghasilkan anak satu dikawinkan dengan pejantan sapi perah pilihan. Bibit harus diberi kesempatan untuk bergerak aktif paling tidak 2 jam setiap hari.

6.3. Pemeliharaan
1. Sanitasi dan Tindakan Preventif

Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas. Sapi perah yang dipelihara dalam naungan (ruangan) memiliki konsepsi produksi yang lebih tinggi (19%) dan produksi susunya 11% lebih banyak daripada tanpa naungan. Bibit yang sakit segera diobati karena dan bibit yang menjelang beranak dikering kandangkan selama 1-2 bulan.

2. Perawatan Ternak
Ternak dimandikan 2 hari sekali. Seluruh sapi induk dimandikan setiap hari setelah kandang dibersihkan dan sebelum pemerahan susu. Kandang harus dibersihkan setiap hari, kotoran kandang ditempatkan pada penampungan khusus sehingga dapat diolah menjadi pupuk. Setelah kandang dibersihkan, sebaiknya lantainya diberi tilam sebagai alas lantai yang umumnya terbuat dari jerami atau sisa-sisa pakan hijauan (seminggu sekali tilam tersebut harus dibongkar).

Penimbangan dilakukan sejak sapi pedet hingga usia dewasa. Sapi pedet ditimbang seminggu sekali sementara sapi dewasa ditimbang setiap bulan atau 3 bulan sekali. Sapi yang baru disapih ditimbang sebulan sekali. Sapi dewasa dapat ditimbang dengan melakukan taksiran pengukuran berdasarkan lingkar dan lebar dada, panjang badan dan tinggi pundak.

3. Pemberian Pakan
Pemberian pakan pada sapi dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a) sistem penggembalaan (pasture fattening)
b) kereman (dry lot fattening)
c) kombinasi cara pertama dan kedua.

4. Pakan yang diberikan berupa hijauan dan konsentrat.
Hijauan yang berupa jerami padi, pucuk daun tebu, lamtoro, alfalfa, rumput gajah, rumput benggala atau rumput raja. Hijauan diberikan siang hari setelah pemerahan sebanyak 30-50 kg/ekor/hari. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB.
Sapi yang sedang menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar 25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya. Hijauan yang berupa rumput segar sebaiknya ditambah dengan jenis kacang-kacangan (legum).

Sumber karbohidrat berupa dedak halus atau bekatul, ampas tahu, gaplek, dan bungkil kelapa serta mineral (sebagai penguat) yang berupa garam dapur, kapur, dll. Pemberian pakan konsentrat sebaiknya diberikan pada pagi hari dan sore hari sebelum sapi diperah sebanyak 1-2 kg/ekor/hari.

Selain makanan, sapi harus diberi air minum sebanyak 10% dari berat badan per hari.
Pemeliharaan utama adalah pemberian pakan yang cukup dan berkualitas, serta menjaga kebersihan kandang dan kesehatan ternak yang dipelihara. Pemberian pakan secara kereman dikombinasikan dengan penggembalaan Di awal musim kemarau, setiap hari sapi digembalakan. Di musim hujan sapi dikandangkan dan pakan diberikan menurut jatah. Penggembalaan bertujuan pula untuk memberi kesempatan bergerak pada sapi guna memperkuat kakinya.

5. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara didalamnya berjalan lancar.
Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT
7.1. Penyakit
1. Penyakit antraks

Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2. Pencegahan Serangan
Upaya pencegahan dan pengobatannya dilakukan dengan memotong kuku dan merendam bagian yang sakit dalam larutan refanol selama 30 menit yang diulangi seminggu sekali serta menempatkan sapi dalam kandang yang bersih dan kering.

8. P A N E N
8.1. Hasil Utama

Hasil utama dari budidaya sapi perah adalah susu yang dihasilkan oleh induk betina.
8.2. Hasil Tambahan
Selain susu sapi perah juga memberikan hasil lain yaitu daging dan kulit yang berasal dari sapi yang sudah tidak produktif serta pupuk kandang yang dihasilkan dari kotoran ternak.

9. PASCA PANEN
---
10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
10.1. Analisis Usaha Budidaya

Usaha ternak sapi perah di Indonesia masih bersifat subsisten oleh peternak kecil dan belum mencapai usaha yang berorientasi ekonomi. Rendahnya tingkat produktivitas ternak tersebut lebih disebabkan oleh kurangnya modal, serta pengetahuan/ketrampilan petani yang mencakup aspek reproduksi, pemberian pakan, pengelolaan hasil pascapanen, penerapan sistem recording, pemerahan, sanitasi dan pencegahan penyakit. Selain itu pengetahuan petani mengenai aspek tata niaga harus ditingkatkan sehingga keuntungan yang diperoleh sebanding dengan pemeliharaannya.

Produksi susu sapi di dunia kini sudah melebihi 385 juta m2/ton/th dengan tingkat penjualan sapi dan produknya yang lebih besar daripada pedet, pejantan, dan sapi afkiran. Di Amerika Serikat, tingkat penjualan dan pembelian sapi dan produknya secara tunai mencapai 13% dari seluruh peternakan yang ada di dunia. Sementara tingkat penjualan anak sapi (pedet), pejantan sapi perah, dan sapi afkir hanya berkisar 3%. Produksi susu sejumlah itu masih perlu ditingkatkan seiring dengan peningkatan jumlah penduduk di dunia ini.

Untuk mencapai tingkat produksi yang tinggi maka pengelolaan dan pemberian pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan ternak, dimana minimum pakan yang dapat dimanfaatkan oleh ternak (terserap) diusahakan sekitar 3,5- 4% dari bahan kering.

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis
Usaha peternakan sapi perah keluarga memberikan keuntungan jika jumlah sapi yang dipelihara minimal sebanyak 6 ekor, walaupun tingkat efisiensinya dapat dicapai dengan minimal pengusahaannya sebanyak 2 ekor dengan ratarata produksi susu sebanyak 15 lt/hari. Upaya untuk meningkatkan pendapatan petani melalui pembudidayaan sapi perah tersebut dapat juga dilakukan dengan melakukan diversifikasi usaha. Selain itu melakukan upaya kooperatif dan integratif (horizontal dan vertikal) dengan petani lainnya dan instansiinstansi lain yang berkompeten, serta tetap memantapkan pola PIR diatas.

11. DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. [ ]. Pedoman beternak sapi perah. Purwokerto, Balai Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. 2 hal. (brosur).
2. Anonim. 1983. Petunjuk cara-cara penggunaan obat-obatan ternak. Samarinda, Dinas Peternakan Kalimantan Timur. 12 hal.
3. Anonim. 1988. Kondisi peternakan sapi perah dan kualitas susu di pulau Jawa. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 39-40.
4. Anonim. 1988. Pemerahan, satu faktor penentu jumlah air susu. Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 23-24.
5. Anonim. 1988. Upaya peningkatan kesejahteraan peternak melalui peningkatan efisiensi produksi. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 16-24.
6. Bandini, Yusni. 1997. Sapi Bali. Cet 1. Jakarta, Penebar Swadaya. 73 hal.
7. Church, D.C. 1991. Livestock feeds and feeding. 3 ed. New Jersey, Prentice-Hall, Inc.: 278-279.
8. Djaja, Willian. 1988. Hidup bersih dan sehat di peternakan sapi perah. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 25-26.
9. Djarijah, Abbas Sirega. 1996. Usaha ternak sapi. Yogyakarta, Kanisius. 43 hal.
10. Fox, Michael W. 1984. Farm animals: husbandry, behavior, and veterinary practice. Baltimore Maryland, University Park Press: 82-112; 150.
11. Ginting, Eliezer. 1988. Bimbingan dan penyuluhan usaha sapi perah rakyat di Jawa Timur. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 27-33.
12. Hehanussa, P.E. 1995. Rencana induk Life Science Center-Cibinong. Limnotek, 3 (1) 1995: 1-34.
13. Hermanto. 1988. Bagaimana cara penanganan sapi perah pada masa kering? Swadaya Peternakan Indonesia, (42) 1988: 24-25.
14. Nienaber, J.A., et al. 1974. Livestock environment affects production and health. Proceedings of the International Livestock Environment Conference. St. Joseph, American Society of Agricultural Engineers.
15. Pane, Ismed. 1986. Pemuliabiakan ternak sapi. Jakarta, PT. Media: 1-38; 133.
16. Sabrani, M. 1994. Teknologi pengembangan sapi Sumba Ongole. Jakarta, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: 15-26.
17. Suryanto, Bambang; Santosa, Siswanto Imam; Mukson. 1988. Ilmu Usaha Peternakan. Semarang, Fakultas Peternakan UNDIP. 63 hal.
18. Warudjo, Bambang 1988. Kualitas dan harga susu. Buletin PPSKI, 5 (27) 1988: 34-38.

12. KONTAK HUBUNGAN
1. Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS
Jl.Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829
2. Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Iptek, Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340, Indonesia, Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952, Situs Web: http://www.ristek.go.id

Sumber :
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas


www.jendelahewan.blogspot.com