Tampilkan postingan dengan label Budidaya Sapi Potong. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Budidaya Sapi Potong. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 November 2011

Peluang Bisnis Ternak Sapi Skala Rumah Tangga

Populasi penduduk di Indonesia terbesar keempat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat. Jumlah penduduk yang tinggi diikuti pula dengan meningkatnya konsumsi daging sapi di tanah air terutama ketika hari raya tiba. Untuk memenuhi permintaan pasar yang kian melonjak, usaha peternakan sapi skala rumah tangga patut untuk dikembangkan. Upaya yang dinilai mampu memberi kontribusi berarti bagi roda perekonomian bangsa itu juga disinyalir bermanfaat bagi perwujudan swasembada daging sapi di tanah air.

Program usaha ternak skala rumahan terbukti membawa perubahan yang signifikan terutama bagi peternak. Program ternak rumah tangga yang ada di area Sumatra Barat (Sumbar) misalnya. Di sana, bisnis ternak sapi potong skala rumah tangga telah marak digerakkan. Dengan cara konvensional, peternak sapi potong kelas rumahan itu mampu mengembangkan usahanya dengan keuntungan yang memadai.

Sistem budi daya ternak sapi berskala rumah tangga ini sudah lama diterapkan di kota Sawahlunto, Sumbar, tepatnya sejak tahun 2003 lalu. Menurut pandangan Pemerintah Kota (pemkot) Sawahlunto, penerapan sistem ini tak hanya mendorong laju pertumbuhan produksi sapi potong dalam negeri tapi juga memberi pendapatan hingga berlipat ganda kepada peternak kecil sebagai mata pencariannya.

Usaha ternak sapi potong kelas rumahan sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Karena skalanya kecil, pembuatan kandangnya pun biasanya berbentuk tunggal. Meski demikian, untuk memeroleh kualitas sapi potong yang bagus, ukuran kandang usaha sapi potong rumah tangga tak jauh berbeda dengan ukuran kandang untuk pembudidayaan sapi komersiil dalam skala besar. Begitu pula untuk masalah pakan ternak dan proses pemeliharaan sapi potong.

Para peternak sapi potong kelas rumahan diberi pelatihan khusus untuk mengikuti standard pemeliharaan sapi potong skala besar. Pelatihan ini meliputi knowledge transfer kepada peternak dalam memilih bibit sapi potong. Misalnya dari segi bentuk badan, bibit tipe sapi potong umumnya mempunyai bentuk badan persegi panjang atau berbentuk bulat silinder. Sementara badan bagian muka, tengah dan belakang tumbuh sama kuat dan garis badan bagian atas dan bawah sejajar. Dengan demikian, kualitas daging sapi potong yang dihasilkannya sama dan layak untuk dikonsumsi dengan sapi potong dari peternak kelas besar.

Pemberian kepercayaan dan pelatihan kepada peternak skala rumah tangga yang dijalankan di kawasan Sawahlunto ini membuahkan hasil yang patut dibanggakan. Dalam tempo waktu enam bulan, peternak sapi potong kelas rumahan bisa memeroleh keuntungan sekitar Rp4 juta sampai Rp5 juta per satu ekor sapi potong. Padahal, dalam satu rumah tangga, sapi potong yang dibudidayakan rata-rata 2 hingga 3 ekor. Kalau harga bibit satu ekor antara Rp6 juta – Rp7 juta, sementara setelah dipelihara selama 6 bulan, harga sapi di pasaran meningkat antara Rp10 – Rp11 juta, keuntungan peternak bisa mencapai Rp4 juta – Rp5 juta per ekor. Laba ini pun bisa berlipat ganda saat hari raya keagamaan tiba, seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha dan Natal.

Nah, itu baru keuntungan yang didapat jika dilihat dari sisi profit peternak. Bila dipandang dari sisi jumlah produksi ternak, katakanlah ada 1.000 peternak skala rumah tangga dalam satu kawasan dengan total ternak sapi potong sebanyak 3 ekor. Dalam waktu enam bulan sesudah melewati masa pemeliharaan akan tersedia 3.000 ekor sapi potong lokal yang siap untuk dikonsumsi.

Sumber : http://www.ciputraentrepreneurship.com/bisnis-mikro/12557-peluang-bisnis-ternak-sapi-skala-rumah-tangga.html


www.jendelahewan.blogspot.com

Rabu, 09 November 2011

Mengubah Jerami Kering Menjadi Daging Sapi

Indonesia masih kekurangan daging sapi. Kekurangan tersebut selama ini dipenuhi dari impor daging beku, sapi siap potong maupun sapi bakalan untuk digemukkan. Kendala utama yang mengakibatkan adanya kekurangan daging sapi tersebut adalah jumlah induk betina sapi kita hanya tinggal sekitar 11 juta ekor. Idealnya kita memiliki induk betina sekitar 14 sd 15 juta ekor. Namun di luar kendala kekurangan induk sapi tersebut, produktivitas sapi potong kita juga sangat rendah. Kalau sapi impor rata-rata mampu tumbuh dengan peningkatan bobot badan 1 kg per hari, maka sapi lokal kita hanya akan bertambah berat tara-rata 0,5 kg per hari.

Kendala produktivitas sapi potong kita antara lain disebabkan oleh kurangnya hijauan sebagai ransum, terutama pada musim kemarau. Di Jateng, DIY dan Jatim, limbah pertanian berupa tebon jagung dan jerami kering pun digunakan sebagai pakan sapi. Padahal nutrisi dari tebon dan jerami kering tersebut sudah sangat rendah. Makanan tambahan yang diberikan oleh peternak kepada sapi mereka hanyalah dedak (padi serta jagung), ampas tahu, tetes serta limbah pertanian lainnya. Namun di lain pihak, jerami padi banyak yang dibakar sia-sia. Di kawasan Karawang, Jawa Barat atau di sentra-sentra penghasil padi lainnya, sering kita saksikan pembakaran jerami kering di sawah-sawah. Padahal di lain pihak, para peternak sapi di Gunung Kidul (DIY) serta Wonogiri (Jateng) sedang kekurangan hijauan untuk pakan sapi mereka.

Pola peternakan sapi rakyat di Jawa, Bali dan Lampung, agak berbeda dengan di luar Jawa/Bali/Lampung. Di Jawa/Bali/Lampung, ternak sapi selalu dikandangkan. Sementara di luar kawasan tersebut, sapi diliarkan di ladang-ladang atau hutan. Di Jawa/Bali/Lampung, peternak bisa berfungsi sebagai breeder, namun bisa pula sebagai penggemuk sapi kereman. Yang dimaksud sebagai breeder adalah mereka yang memelihara sapi betina. Hasil yang mereka harapkan adalah anak sapi. Biasanya untuk proses pembuntingan, mereka menggunakan cara inseminasi buatan (kawin suntik). Kalau anak yang diperoleh jantan, akan digemukkan sebagai sapi potong. Apabila betina akan dibesarkan sebagai calon induk.

Keuntungan dari memelihara induk sapi betina ini relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan memelihara sapi bakalan untuk digemukkan sebagai sapi potong. Namun para peternak sapi di Jawa/Bali/Lampung biasanya tidak merasa dirugikan dengan memelihara sapi betina, sebab mereka juga sekaligus menggemukkan sapi jantan hasil peternakan mereka. Selain itu, di kawasan ini sapi betina tersebut juga bisa berfungsi sebagai tenaga kerja membajak sawah. Hingga di Jawa/Bali/Lampung, peternak tidak pernah membeda-bedakan fungsi peternakan mereka, apakah sebagai breeder atau sebagai penggemuk sapi kereman.

Jenis sapi lokal yang banyak dibudidayakan masyarakat Indonesia adalah sapi zebu, peranakan ongole (PO), sapi bali, sapi madura (silangan alami antara zebu, ongole dan bali), american brahman dan australian brahman. Kadang-kadang, di masyarakat juga kita jumpai jenis sapi yang tidak lagi ketahuan galur/rasnya. Sebab di kalangan masyarakat pedesaan, dulu ada kebiasaan untuk mengawinkan sapi betina mereka, tanpa pernah memperhitungkan jenis pejantannya. Akibatnya sapi PO bisa kawin dengan sapi madura, sapi brahman dan sebagainya. Keturunan yang diperoleh, tentu menjadi tidak murni lagi. Dulu, perkawinan sedarah (inbreeding) atau antar saudara, juga ikut pula memerosotkan kualitas sapi yang ada. Terjadi degradasi kualitas sapi yang ada di masyarakat. Upaya pemerintah dengan melakukan inseminasi buatan, berikut penyuluhan kepada para peternak, telah memperbaiki kualitas sapi rakyat. Hingga sekarang galur sapi yang dipelihara masyarakat kembali jelas. Di Jawa dan Lampung, rata-rata masyarakat memelihara sapi zebu, PO atau brahman. Di Madura tentu sapi madura sementara di Bali sapi bali. Sapi madura dan sapi bali ini banyak pula dipelihara di NTB dan NTT. Di kawasan transmigran atau pemukiman lain di Luar Jawa, Madura, Bali dan Lampung, sapi yang dipelihara tergantung dari masyarakat pemukimnya. Meskipun sekarang ada kecenderungan masyarakat untuk lebih memilih sapi bali serta madura karena daya tahanannya yang relatif tinggi terhadap kekurangan hijauan maupun serangan penyakit.

Dengan harga sekitar Rp 12.500,- per kg hidup, dengan bobot rata-rata sekitar 300 sd. 400 kg. maka harga beli sapi jantan bakalan untuk digemukkan sekitar Rp 3.750.000,- sd Rp 5.000.000,- Sapi-sapi lokal kita rata-rata akan mencapai pertambahan bobot hidup 0,5 kg. per hari. Sementara bakalan impor mampu tumbuh 1 kg. bobot hidup per hari. Namun biaya pakan dan perawatan sapi impor juga lebih tinggi dari sapi lokal. Sementara harga per kg. bobot hidup sapi impor, justru lebih rendah dibanding sapi lokal. Ibaratnya harga ayam broiler dengan ayam kampung. Dengan pertambahan bobot hidup 0,5 kg. per hari, kalau harga per kg. bobot hidup Rp 12.500. maka akan diperoleh marjin kotor Rp 6.250,- per hari. Dengan menggunakan pola menggaduh (maro), maka 50% dari marjin tersebut merupakan hak bagi pemilik modal. Hingga hak bagi pemelihara hanyalah Rp 3.125,- per ekor per hari. Dri marjin tersebut, 50% untuk biaya pakan, terutama konsentrat. Sebab hijauan biasanya akan dicari sendiri oleh si pemelihara. Hingga nilai "upah" bagi pemelihara sapi potong adalah Rp 1.562,50 per hari. Dengan kemampuan menggemukkan rata-rata sekitar 4 ekor, maka nilai penghasilan tenaga buruh penggemukan sapi adalah Rp 6.250,- per hari, dengan jam kerja antara 2 sd 3 jam. Jam kerja ini akan digunakan untuk mencari hijauan, membersihkan kandang, memberi minum, memandikan sapi dll. Nilai upah ini setelah jangka waktu penggemukan selesai, biasanya 3 bulan, adalah Rp 140.625,- per ekor atau Rp 562.500,- untuk 4 ekor sapi.

Kalau penggemukan sapi ini dilakukan secara bisnis, maka nilai biaya yang harus dikeluarkan oleh investor adalah Rp 3.125,- per ekor per hari untuk sapi lokal, dan Rp 6.250,- per ekor per hari untuk sapi impor. Nilai biaya tersebut akan dialokasikan untuk penyusutan kandang, peralatan, perijinan dll, untuk pakan, obat-obatan serta tenaga kerja, termasuk untuk biaya manajemen. Jumlah minimal sapi lokal yang bisa digemukkan boleh hanya satu ekor dan sudah menguntungkan. Namun pada sapi impor, ada batasan minimalnya. Sebab mendatangkan sapi bakalan dari Australia, minimal harus satu kapal sebanyak sekitar 2.000 ekor. Hingga angka minimal yang harus digemukkan per angkatan adalah 2.000 ekor. Meskipun sekarang sudah ada pola "nempil". Seorang investor yang hanya memiliki modal untuk menggemukkan 20 ekor, bisa patungan dengan dua atau tida investor lain hingga terkumpul 40 sd 60 ekor. Jumlah ini diusahakan untuk nempil (membeli sebagian kecil) dari pengusaha feedlot yang melakukan impor sapi bakalan. Apabila investor kecil tersebut sudah dikenal baik oleh importir, biasanya akan diberi "tempilan" sejumlah yang dibutuhkannya. Bahkan importir yang biasanya juga pengusaha penggemukan tersebut, akan menjamin pula pemasarannya apabila usaha yang dilakukan oleh si investor kecil tersebut berhasil. Patokan keberhasilan ini ditandai dengan angka mortalitas nol dan laju pertumbuhan minimal 1 kg per ekor per hari.

Komponen utama usaha penggemukan sapi potong adalah pakan. Dalam penggemukan berskala bisnis modern, pakan utama adalah konsentrat plus silase. Hijauan, baik segar maupun kering hanya diberikan sekadar untuk "lauk pauknya". Sementara dalam penggemukan secara tradisional, pakan utama adalah hijauan (juga segar maupun kering), sementara pakan tambahannya hanya berupa dedak, ampas tahu, ampas singkong, tetes tebu dan pakan lain sesuai dengan ketersediaan setempat. Karenanya pertambahan bobot hidup rata-rata pada penggemukan secara tradisional hanyalah 0,5 kg per hari. Meskipun sapi yang digemukkan merupakan bakalan impor, dengan pola penggemukan tradisional, sulit untuk mencapai pertumbuhan bobot hidup 1 kg per hari. Sementara sapi lokal pun, apabila digemukkan dengan pakan utama konsentrat dan silase, sementara hijauannya hanya merupakan pakan tambahan, akan mencapai pertumbuhan bobot hidup lebih dari 0,5 kg per hari. Pada akhirnya, yang akan menentukan untung ruginya penggemukan sapi potong adalah komponen biaya pakan ini. Apabila kita bisa menemukan pakan yang mampu meningkatkan bobot hidup tinggi namun harganya murah, maka tingkat keuntungannya akan bertambah. Sebaliknya, penggunaan konsentrat pabrik secara berlebihan, akan menelan biaya tinggi, hingga pertumbuhan bobot hidup yang dicapai tidak mampu lagi menutup biaya pakan.

Hijauan murah yang selama ini masih belum termanfaatkan dengan baik untuk usaha penggemukan sapi potong adalah jerami padi. Kalau kita lewat kawasan Pantura atau sentra penghasil padi lainnya selama musim panen raya, maka akan tampak jerami yang dihamparkan di tengah sawah dan setelah kering langsung dibakar. Api (panas) yang ditimbulkan akibat pembakaran jerami ini, sebenarnya merupakan energi yang masih bisa diubah menjadi protein melalui pencernakan sapi. Di Gunung Kidul, DIY, pada musim kemarau sapi hanya diberi pakan jerami dan tebon (batang jagung) kering. Selulosa ini tentu sangat rendah gizinya. Namun di tahun 1950an, ketika pupuk urea diperkenalkan ke masyarakat, peternak di Gunung Kidul punya gagasan unik. Kalau mes (urea) bisa menyuburkan tanaman, mestinya juga bisa menggemukkan sapi. Maka mereka pun memberi sapi mereka sedikit urea pada minumannya. Biasanya air minum sapi ini dicampur dengan tetes, ampas singkong atau dedak. Di luar dugaan, ternyata sapi yang hanya diberi jerami dan tebon kering ini setelah mendapat urea benar-benar jadi gemuk. Dalam rumen (lambung sapi), memang terdapat bakteri penghancur selulosa. Dengan adanya starter urea plus karbohidrat, bakteri tersebut akan tumbuh pesat dan menghancurkan selulosa. Karena penghancuran jerami dan tebon kering ini dibantu oleh jutaan bakteri, maka penyerapan nutrisinya menjadi lebih optimal. Sementara bangkai bakteri berupa protein itu, merupakan gizi tambahan yang luarbiasa.

Sumber : http://foragri.blogsome.com/mengubah-jerami-kering-menjadi-daging-sapi/


www.jendelahewan.blogspot.com

Sabtu, 05 November 2011

Potensi Peternakan Sapi Potong di Jawa Timur

Sebagai gambaran. Pentingnya peternakan sapi di Indonesia adalah masih tergantungnya dari suplai Luar Negeri. Untuk memenuhi kebutuhan daging serta sapi bakalan yang akan digemukkan oleh feedloter sampai saat ini masih tergantung pada impor. Data Asosiasi Produsen Daging dan Feedloter Indonesia (APFINDO) menunjukkan bahwa tidak kurang dari 200.000 ekor sapi bakalan per tahun diimpor dari luar negeri, bahkan sumber lain menyebutkan sampai mencapai 400.000 ekor per tahun. Dengan asumsi harga sapi Rp 3.000.000,- per ekor maka setiap tahun Indonesia harus membayar sebesar Rp 600 milyard sampai Rp 1,2 trilyun untuk pembelian sapi bakalan tersebut.

Pola Pemerintah mengenai agribisnis sapi potong yang dipusatkan kepada masyarakat sebagai pemilik ternak dengan dibimbing oleh Pemerintah sampai saat ini belum mampu menjawab tantangan penyediaan bibit sapi bakalan, pemenuhan kebutuhan daging serta yang lebih penting lagi adalah belum adanya perbaikan mutu genetik ternak secara kontinyu. Sehingga kualitas sapi potong yang ada bukannya meningkat dari tahun ke tahun, namun justru dalam keadaan sebaliknya yaitu mengalami degradasi mutu genetik dan performans. Hal ini disebabkan bahwa sapi-sapi keturunan hasil persilangan melalui kawin suntik (F-1) pada umumnya dipilih oleh peternak untuk dipasarkan dan dipotong, karena memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada bukan hasil kawin suntik (bukan persilangan).

Propinsi Jawa Timur

Secara geografis total luas lahan sawah irigasi di Jawa Timur pada tahun 2007 sekitar 1.159.592 ha.(BPS,2008), yang mana pada lahan tersebut sebagian besar ditanami padi dalam setahun 2 kali tanam, bahkan ada yang dapat ditanami 3 kali setahun. Disamping penggunaan lahan beririgasi, wilayah Jawa Timur juga terdapat lahan kering yang potensial untuk mendukung pengembangan ternak sapi potong. Total dari berbagai bentuk jenis lahan kering (Tegal/kebun, Ladang, dan padang penggembalaan) pada tahun 2007 ada sekitar 1.225.104 juta Ha. Melihat keadaan lahan kering yang relatif luas, maka sangat potensial bagi ketersediaan limbah pertanian, dengan kata lain bahwa Propinsi Jawa Timur disamping merupakan lumbung pertanian juga merupakan lumbung ternak secara nasional. Hal ini terlihat dampak positifnya, bahwa usaha pengembangan ternak sapi potong dimasyarakat berkembang pesat, disisi lain juga mampu memberikan peluang usaha dan pendapatan sebagian masyarakat pedesaan, serta dapat menyumbangkan devisa yang tidak sedikit.

Di kabupaten Blitar saat ini telah dilaksanakan program pengembangan ternak sapi dengan sistem SIPT. Dimana program tersebut dilaksanaan sejak tahun 2002. di Blitar daerah yang dialokasikan di kecamatan Wlingi desa Klemunan. Dan mulai pada tahun 2003 dikembangkan di desa Siraman kecamatan Kesamben.yang melibatkan dua kelompok ternak sapi (Dinas Peternakan Kabupaten Blitar, 2003)

Aspek lainnya seperti pembinaan perlu ditingkatkan, karena peternak yang ikut kegiatan SIPT merupakan peternak pemula, otomatis ini membutuhkan bimbingan teknis secara terpadu, yang selama ini terkesan kurang adanya koordinasi antara kelompok dan dinas terkait. Berbeda halnya di kabupaten Magetan bahwa kebanyakan peternak berminat pada sapi yang digemukkan yakni jenis sapi peranakan Boss Taurus seperti Simental, Limausin dan jenis Brangus. Alasannya adalah selain pesat pertumbuhannya juga mudah dalam pencarian ternak

Di kabupaten Pasuruan dengan ketersediaan lahan potensi pertanian yang tersedia cukup baik dan sangat potensial untuk dikembangkan ternak sapi potong. Namun yang perlu mendapat perhatian bahwa dengan kondisi perkembangan areal tanaman komoditas padi dan palawija, nampaknya wilayah Pasuruan sudah mengalami stagnasi, maka apabila wilayah ini dijadikan areal pengembangan sapi potong perlu diperhatikan adanya kontinuitas ketersediaan pakan. Lebih-lebih dalam pengembangan ternak sapi potong yang sepenuhnya mengandalkan limbah pertanian dimasa mendatang dan tentu perlu dipertimbangkan adanya “Buffer Stock” kebutuhan pakan.

Teknis Budidaya
I. Persyaratan Lokasi

Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.
Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5×2 m atau 2,5×2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5×1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).
Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.

II. Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1) Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2) Matanya tampak cerah dan bersih.
3) Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4) Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5) Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6) Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7) Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.

III. Penyakit
1. Penyakit antraks

Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3. Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3. Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

Sumber : http://bisnisukm.com/potensi-peternakan-sapi-potong-di-jawa-timur.html


www.jendelahewan.blogspot.com

Teknik budidaya/ Berternak Sapi Potong

1. SEJARAH SINGKAT
Sapi yang ada sekarang ini berasal dari Homacodontidae yang dijumpai pada babak Palaeoceen. Jenis-jenis primitifnya ditemukan pada babak Plioceen di India. Sapi Bali yang banyak dijadikan komoditi daging/sapi potong pada awalnya dikembangkan di Bali dan kemudian menyebar ke beberapa wilayah seperti: Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi.

2. SENTRA PETERNAKAN
Sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura banyak terdapat di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi. Sapi jenis Aberdeen angus banyak terdapat di Skotlandia.

Sapi Simental banyak terdapat di Swiss. Sapi Brahman berasal dari India dan banyak dikembangkan di Amerika.

3. J E N I S
Jenis-jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia saat ini adalah sapi asli Indonesia dan sapi yang diimpor. Dari jenis-jenis sapi potong itu, masing-masing mempunyai sifat-sifat yang khas, baik ditinjau dari bentuk luarnya (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju pertumbuhan).

Sapi-sapi Indonesia yang dijadikan sumber daging adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi PO (peranakan ongole) dan sapi Madura. Selain itu juga sapi Aceh yang banyak diekspor ke Malaysia (Pinang). Dari populasi sapi potong yang ada, yang penyebarannya dianggap merata masing-masing adalah: sapi Bali, sapi PO, Madura dan Brahman.

Sapi Bali berat badan mencapai 300-400 kg dan persentase karkasnya 56,9%. Sapi Aberdeen angus (Skotlandia) bulu berwarna hitam, tidak bertanduk, bentuk tubuh rata seperti papan dan dagingnya padat, berat badan umur 1,5 tahun dapat mencapai 650 kg, sehingga lebih cocok untuk dipelihara sebagai sapi potong. Sapi Simental (Swiss) bertanduk kecil, bulu berwarna coklat muda atau kekuning-kuningan. Pada bagian muka, lutut kebawah dan jenis gelambir, ujung ekor berwarna putih.

Sapi Brahman (dari India), banyak dikembangkan di Amerika. Persentase karkasnya 45%. Keistimewaan sapi ini tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, jenis pakan (rumput dan pakan tambahan) apapun akan dimakannya, termasuk pakan yang jelek sekalipun. Sapi potong ini juga lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk serta tahan panas.

4. MANFAAT
Memelihara sapi potong sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging dan susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai tenaga kerja. Sapi juga dapat digunakan meranih gerobak, kotoran sapi juga mempunyai nilai ekonomis, karena termasuk pupuk organik yang dibutuhkan oleh semua jenis tumbuhan. Kotoran sapi dapat menjadi sumber hara yang dapat memperbaiki struktur tanah sehingga menjadi lebih gembur dan subur.

Semua organ tubuh sapi dapat dimanfaatkan antara lain:
1)Kulit, sebagai bahan industri tas, sepatu, ikat pinggang, topi, jaket.
2)Tulang, dapat diolah menjadi bahan bahan perekat/lem, tepung tulang dan barang kerajinan
3)Tanduk, digunakan sebagai bahan kerajinan seperti: sisir, hiasan dinding dan masih banyak manfaat sapi bagi kepentingan manusia.

5. PERSYARATAN LOKASI
Lokasi yang ideal untuk membangun kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman penduduk tetapi mudah dicapai oleh kendaraan. Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang serta dekat dengan lahan pertanian. Pembuatannya dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah atau ladang.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

6.1.Penyiapan Sarana dan Peralatan
Kandang dapat dibuat dalam bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki. Pada kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak belakang. Diantara kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk jalan.

Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman) biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara hanya sedikit. Namun, apabila kegiatan penggemukan sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Lantai kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Lantai terbuat dari tanah padat atau semen, dan mudah dibersihkan dari kotoran sapi. Lantai tanah dialasi dengan jerami kering sebagai alas kandang yang hangat.

Seluruh bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahanbahan lainnya.

Ukuran kandang yang dibuat untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5×2 m atau 2,5×2 m, sedangkan untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi cukup 1,5×1 m per ekor, dengan tinggi atas + 2-2,5 m dari tanah. Temperatur di sekitar kandang 25-40 derajat C (rata-rata 33 derajat C) dan kelembaban 75%. Lokasi pemeliharaan dapat dilakukan pada dataran rendah (100-500 m) hingga dataran tinggi (> 500 m).

Kandang untuk pemeliharaan sapi harus bersih dan tidak lembab. Pembuatan kandang harus memperhatikan beberapa persyaratan pokok yang meliputi konstruksi, letak, ukuran dan perlengkapan kandang.

1) Konstruksi dan letak kandang
Konstruksi kandang sapi seperti rumah kayu. Atap kandang berbentuk kuncup dan salah satu/kedua sisinya miring. Lantai kandang dibuat padat, lebih tinggi dari pada tanah sekelilingnya dan agak miring kearah selokan di luar kandang. Maksudnya adalah agar air yang tampak, termasuk kencing sapi mudah mengalir ke luar lantai kandang tetap kering.

Bahan konstruksi kandang adalah kayu gelondongan/papan yang berasal
dari kayu yang kuat. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat, tetapi agak
terbuka agar sirkulasi udara di dalamnya lancar.

Termasuk dalam rangkaian penyediaan pakan sapi adalah air minum yang
bersih. Air minum diberikan secara ad libitum, artinya harus tersedia dan
tidak boleh kehabisan setiap saat.

Kandang harus terpisah dari rumah tinggal dengan jarak minimal 10 meter
dan sinar matahari harus dapat menembus pelataran kandang. Pembuatan
kandang sapi dapat dilakukan secara berkelompok di tengah sawah/ladang.

2) Ukuran Kandang
Sebelum membuat kandang sebaiknya diperhitungkan lebih dulu jumlah sapi yang akan dipelihara. Ukuran kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah 1,5 x 2 m. Sedangkan untuk seekor sapi betina dewasa adalah 1,8 x 2 m dan untuk seekor anak sapi cukup 1,5×1 m.

3) Perlengkapan Kandang
Termasuk dalam perlengkapan kandang adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang, tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak/ tercampur kotoran. Tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari pada permukaan lantai.

Dengan demikian kotoran dan air kencing tidak tercampur di dalamnya. Perlengkapan lain yang perlu disediakan adalah sapu, sikat, sekop, sabit, dan tempat untuk memandikan sapi. Semua peralatan tersebut adalah untuk membersihkan kandang agar sapi terhindar dari gangguan penyakit sekaligus bisa dipakai untuk memandikan sapi.

6.2.Pembibitan
Syarat ternak yang harus diperhatikan adalah:
1)Mempunyai tanda telinga, artinya pedet tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya.
2)Matanya tampak cerah dan bersih.
3)Tidak terdapat tanda-tanda sering butuh, terganggu pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir.
4)Kukunya tidak terasa panas bila diraba.
5)Tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan bulunya.
6)Tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor dan dubur.
7)Tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan bulu.
8)Pusarnya bersih dan kering, bila masih lunak dan tidak berbulu menandakan bahwa pedet masih berumur kurang lebih dua hari.

Untuk menghasilkan daging, pilihlah tipe sapi yang cocok yaitu jenis sapi Bali, sapi Brahman, sapi PO, dan sapi yang cocok serta banyak dijumpai di daerah setempat.

Ciri-ciri sapi potong tipe pedaging adalah sebagai berikut:
1)tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat/bola.
2)kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan.
3)laju pertumbuhannya relatif cepat.
4)efisiensi bahannya tinggi.

6.3.Pemeliharaan
Pemeliharaan sapi potong mencakup penyediaan pakan (ransum) dan pengelolaan kandang. Fungsi kandang dalam pemeliharaan sapi adalah :
a) Melindungi sapi dari hujan dan panas matahari.
b) Mempermudah perawatan dan pemantauan.
c) Menjaga keamanan dan kesehatan sapi.

Pakan merupakan sumber energi utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga. Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin besar tenaga yang ditimbulkan dan masih besar pula energi yang tersimpan dalam bentuk daging.

1. Sanitasi dan Tindakan Preventif
Pada pemeliharaan secara intensif sapi-sapi dikandangkan sehingga peternak mudah mengawasinya, sementara pemeliharaan secara ekstensif pengawasannya sulit dilakukan karena sapi-sapi yang dipelihara dibiarkan hidup bebas.

2. Pemberian Pakan
Pada umumnya, setiap sapi membutuhkan makanan berupa hijauan. Sapi dalam masa pertumbuhan, sedang menyusui, dan supaya tidak jenuh memerlukan pakan yang memadai dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Pemberian pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua.

Penggembalaan dilakukan dengan melepas sapi-sapi di padang rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai tempat penggembalaan cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam per hari. Dengan cara ini, maka tidak memerlukan ransum tambahan pakan penguat karena sapi telah memakan bermacam-macam jenis rumput.

Pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/disuguhkan yang yang dikenal dengan istilah kereman. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga pakan tambahan 1% – 2% dari berat badan. Ransum tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa, gaplek, ampas tahu yang diberikan dengan cara dicampurkan dalam rumput ditempat pakan. Selain itu, dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam dapur, kapus. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan jumlah dan perbandingan tertentu ini dikenal dengan istilah ransum.

Pemberian pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis hijauan dibagi menjadi 3 katagori, yaitu hijauan segar, hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah rumput-rumputan, kacang-kacangan (legu minosa) dan tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi, daun lamtoro.

Hijauan kering berasal dari hijauan segar yang sengaja dikeringkan dengan tujuan agar tahan disimpan lebih lama. Termasuk dalam hijauan kering adalah jerami padi, jerami kacang tanah, jerami jagung, dsb. yang biasa digunakan pada musim kemarau. Hijauan ini tergolong jenis pakan yang banyak mengandung serat kasar.

Hijauan segar dapat diawetkan menjadi silase. Secara singkat pembuatan silase ini dapat dijelaskan sebagai berikut: hijauan yang akan dibuat silase ditutup rapat, sehingga terjadi proses fermentasi. Hasil dari proses inilah yang disebut silase. Contoh-contoh silase yang telah memasyarakat antara lain silase jagung, silase rumput, silase jerami padi, dll.

3. Pemeliharaan Kandang
Kotoran ditimbun di tempat lain agar mengalami proses fermentasi (+1-2 minggu) dan berubah menjadi pupuk kandang yang sudah matang dan baik. Kandang sapi tidak boleh tertutup rapat (agak terbuka) agar sirkulasi udara di dalamnya berjalan lancar.

Air minum yang bersih harus tersedia setiap saat. Tempat pakan dan minum sebaiknya dibuat di luar kandang tetapi masih di bawah atap. Tempat pakan dibuat agak lebih tinggi agar pakan yang diberikan tidak diinjak-injak atau tercampur dengan kotoran. Sementara tempat air minum sebaiknya dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi daripada permukaan lantai. Sediakan pula peralatan untuk memandikan sapi.

7. HAMA DAN PENYAKIT

7.1.Penyakit
1. Penyakit antraks

Penyebab: Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan.
Gejala: (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman.
Pengendalian: vaksinasi, pengobatan antibiotika, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur/membakar sapi yang mati.

2. Penyakit mulut dan kuku (PMK) atau penyakit Apthae epizootica (AE)
Penyebab: virus ini menular melalui kontak langsung melalui air kencing, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE.
Gejala: (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan.
Pengendalian: vaksinasi dan sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

3.Penyakit ngorok/mendekur atau penyakit Septichaema epizootica (SE)
Penyebab: bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri.
Gejala: (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip orang yang ngorok. Dalam keadaan sangat parah, sapi akan mati dalam waktu antara 12-36 jam.
Pengendalian: vaksinasi anti SE dan diberi antibiotika atau sulfa.

4. Penyakit radang kuku atau kuku busuk (foot rot)
Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor.
Gejala: (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan yang menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh.

7.2.Pengendalian
Pengendalian penyakit sapi yang paling baik menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah:
1.Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi.
2.Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan.
3.Mengusakan lantai kandang selalu kering.
4.Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

Sumber : http://potensikami.blogspot.com/2010/10/teknik-budidaya-berternak-sapi-potong.html


www.jendelahewan.blogspot.com

Minggu, 30 Oktober 2011

BUDIDAYA SAPI POTONG

I. Pendahuluan.
Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern. PT. NATURAL NUSANTARA dengan prinsip K-3 (Kuantitas, Kualitas dan Kesehatan) membantu budidaya penggemukan sapi potong baik untuk skala usaha besar maupun kecil.

II. Penggemukan
Penggemukan sapi potong adalah pemeliharaan sapi dewasa dalam keadaan kurus untuk ditingkatkan berat badannya melalui pembesaran daging dalam waktu relatif singkat (3-5 bulan).
Beberapa hal yang berkaitan dengan usaha penggemukan sapi potong adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong.
Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

A. Sapi Bali.
Cirinya berwarna merah dengan warna putih pada kaki dari lutut ke bawah dan pada pantat, punggungnya bergaris warna hitam (garis belut). Keunggulan sapi ini dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan yang baru.

B. Sapi Ongole.
Cirinya berwarna putih dengan warna hitam di beberapa bagian tubuh, bergelambir dan berpunuk, dan daya adaptasinya baik. Jenis ini telah disilangkan dengan sapi Madura, keturunannya disebut Peranakan Ongole (PO) cirinya sama dengan sapi Ongole tetapi kemampuan produksinya lebih rendah.

C. Sapi Brahman.
Cirinya berwarna coklat hingga coklat tua, dengan warna putih pada bagian kepala. Daya pertumbuhannya cepat, sehingga menjadi primadona sapi potong di Indonesia.

D. Sapi Madura.
Mempunyai ciri berpunuk, berwarna kuning hingga merah bata, terkadang terdapat warna putih pada moncong, ekor dan kaki bawah. Jenis sapi ini mempunyai daya pertambahan berat badan rendah.

E. Sapi Limousin.
Mempunyai ciri berwarna hitam bervariasi dengan warna merah bata dan putih, terdapat warna putih pada moncong kepalanya, tubuh berukuran besar dan mempunyai tingkat produksi yang baik

2. Pemilihan Bakalan.
Bakalan merupakan faktor yang penting, karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Pemilihan bakalan memerlukan ketelitian, kejelian dan pengalaman.

Ciri-ciri bakalan yang baik adalah :
* Berumur di atas 2,5 tahun.
* Jenis kelamin jantan.
* Bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, panjang minimal 170 cm tinggi pundak minimal 135 cm, lingkar dada 133 cm.
* Tubuh kurus, tulang menonjol, tetapi tetap sehat (kurus karena kurang pakan, bukan karena sakit).
* Pandangan mata bersinar cerah dan bulu halus.
* Kotoran normal

III. Tatalaksana Pemeliharaan.
3.1. Perkandangan.

Secara umum, kandang memiliki dua tipe, yaitu individu dan kelompok. Pada kandang individu, setiap sapi menempati tempatnya sendiri berukuran 2,5 X 1,5 m. Tipe ini dapat memacu pertumbuhan lebih pesat, karena tidak terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan dan memiliki ruang gerak terbatas, sehingga energi yang diperoleh dari pakan digunakan untuk hidup pokok dan produksi daging tidak hilang karena banyak bergerak. Pada kandang kelompok, bakalan dalam satu periode penggemukan ditempatkan dalam satu kandang. Satu ekor sapi memerlukan tempat yang lebih luas daripada kandang individu. Kelemahan tipe kandang ini yaitu terjadi kompetisi dalam mendapatkan pakan sehingga sapi yang lebih kuat cenderung cepat tumbuh daripada yang lemah, karena lebih banyak mendapatkan pakan.

3.2. Pakan.
Berdasarkan kondisi fisioloigis dan sistem pencernaannya, sapi digolongkan hewan ruminansia, karena pencernaannya melalui tiga proses, yaitu secara mekanis dalam mulut dengan bantuan air ludah (saliva), secara fermentatif dalam rumen dengan bantuan mikrobia rumen dan secara enzimatis setelah melewati rumen.

Penelitian menunjukkan bahwa penggemukan dengan mengandalkan pakan berupa hijauan saja, kurang memberikan hasil yang optimal dan membutuhkan waktu yang lama. Salah satu cara mempercepat penggemukan adalah dengan pakan kombinasi antara hijauan dan konsentrat. Konsentrat yang digunakan adalah ampas bir, ampas tahu, ampas tebu, bekatul, kulit biji kedelai, kulit nenas dan buatan pabrik pakan. Konsentrat diberikan lebih dahulu untuk memberi pakan mikrobia rumen, sehingga ketika pakan hijauan masuk rumen, mikrobia rumen telah siap dan aktif mencerna hijauan. Kebutuhan pakan (dalam berat kering) tiap ekor adalah 2,5% berat badannya. Hijauan yang digunakan adalah jerami padi, daun tebu, daun jagung, alang-alang dan rumput-rumputan liar sebagai pakan berkualitas rendah dan rumput gajah, setaria kolonjono sebagai pakan berkualitas tinggi.

Penentuan kualitas pakan tersebut berdasarkan tinggi rendahnya kandungan nutrisi (zat pakan) dan kadar serat kasar. Pakan hijauan yang berkualitas rendah mengandung serat kasar tinggi yang sifatnya sukar dicerna karena terdapat lignin yang sukar larut oleh enzim pencernaan.

Oleh karena itu PT. NATURAL NUSANTARA juga mengeluarkan suplemen khusus ternak yaitu VITERNA Plus, POC NASA, dan HORMONIK. Produk ini, khususnya produk VITERNA Plus menggunakan teknologi asam amino yang diciptakan dengan pendekatan fisiologis tubuh sapi, yaitu dengan meneliti berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak.

VITERNA Plus mengandung berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak, yaitu :
* Mineral-mineral sebagai penyusun tulang, darah dan berperan dalam sintesis enzim, yaitu N, P, K, Ca, Mg, Cl dan lain-lain.
* Asam-asam amino, yaitu Arginin, Histidin, Leusin, Isoleusin dan lain-lain sebagai penyusun protein, pembentuk sel dan organ tubuh.
* Vitamin lengkap yang berfungsi untuk berlangsungnya proses fisiologis tubuh yang normal dan meningkatkan ketahanan tubuh sapi dari serangan penyakit.
* Asam - asam organik essensial, diantaranya asam propionat, asam asetat dan asam butirat.

Sementara pemberian POC NASA yang mengandung berbagai mineral penting untuk pertumbuhan ternak, seperti N, P, K, Ca, Mg, Fe dan lain-lain serta dilengkapi protein dan lemak nabati, mampu meningkatkan pertumbuhan bobot harian sapi, meningkatkan ketahanan tubuh ternak, mengurangi kadar kolesterol daging dan mengurangi bau kotoran.

Sedangkan HORMONIK lebih berfungsi sebagai zat pengatur tumbuh bagi ternak. Di mana formula ini akan sangat membantu meningkatkan pertumbuhan ternak secara keseluruhan.

Cara penggunaannya adalah dengan dicampurkan dalam air minum atau komboran pakan konsentrat. Caranya sebagai berikut :
1. Campurkan 1 botol VITERNA Plus (500 cc) dan 1 botol POC NASA (500 cc) ke dalam sebuah wadah khusus. Tambahkan ke dalam larutan campuran tersebut dengan 20 cc HORMONIK. Aduk atau kocok hingga tercampur secara merata.
2. Selanjutnya berikan kepada ternak sapi dengan dosis 10 cc per ekor. Interval 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore hari.

3.3. Pengendalian Penyakit.
Dalam pengendalian penyakit, yang lebih utama dilakukan adalah pencegahan penyakit daripada pengobatan, karena penggunaan obat akan menambah biaya produksi dan tidak terjaminnya keberhasilan pengobatan yang dilakukan. Usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan sapi adalah :

a. Pemanfaatan kandang karantina.
Sapi bakalan yang baru hendaknya dikarantina pada suatu kandang terpisah, dengan tujuan untuk memonitor adanya gejala penyakit tertentu yang tidak diketahui pada saat proses pembelian. Disamping itu juga untuk adaptasi sapi terhadap lingkungan yang baru. Pada waktu sapi dikarantina, sebaiknya diberi obat cacing karena berdasarkan penelitian sebagian besar sapi di Indonesia (terutama sapi rakyat) mengalami cacingan. Penyakit ini memang tidak mematikan, tetapi akan mengurangi kecepatan pertambahan berat badan ketika digemukkan. Waktu mengkarantina sapi adalah satu minggu untuk sapi yang sehat dan pada sapi yang sakit baru dikeluarkan setelah sapi sehat. Kandang karantina selain untuk sapi baru juga digunakan untuk memisahkan sapi lama yang menderita sakit agar tidak menular kepada sapi lain yang sehat.

b. Menjaga kebersihan sapi bakalan dan kandangnya.
Sapi yang digemukkan secara intensif akan menghasilkan kotoran yang banyak karena mendapatkan pakan yang mencukupi, sehingga pembuangan kotoran harus dilakukan setiap saat jika kandang mulai kotor untuk mencegah berkembangnya bakteri dan virus penyebab penyakit.

c. Vaksinasi untuk bakalan baru.
Pemberian vaksin cukup dilakukan pada saat sapi berada di kandang karantina. Vaksinasi yang penting dilakukan adalah vaksinasi Anthrax.
Beberapa jenis penyakit yang dapat meyerang sapi potong adalah cacingan, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), kembung (Bloat) dan lain-lain.

IV. Produksi Daging.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi daging adalah
1. Pakan.
Pakan yang berkualitas dan dalam jumlah yang optimal akan berpengaruh baik terhadap kualitas daging. Perlakuan pakan dengan NPB akan meningkatkan daya cerna pakan terutama terhadap pakan yang berkualitas rendah sedangkan pemberian VITERNA Plus memberikan berbagai nutrisi yang dibutuhkan ternak sehingga sapi akan tumbuh lebih cepat dan sehat.

2. Faktor Genetik.
Ternak dengan kualitas genetik yang baik akan tumbuh dengan baik/cepat sehingga produksi daging menjadi lebih tinggi.

3. Jenis Kelamin.
Ternak jantan tumbuh lebih cepat daripada ternak betina, sehingga pada umur yang sama, ternak jantan mempunyai tubuh dan daging yang lebih besar.

4. Manajemen.
Pemeliharaan dengan manajemen yang baik membuat sapi tumbuh dengan sehat dan cepat membentuk daging, sehingga masa penggemukan menjadi lebih singkat.

Sumber : http://teknis-budidaya.blogspot.com/


www.jendelahewan.blogspot.com