Rabu, 14 Desember 2011

Fenomena "Kelahiran Sapi Kembar"

Twinning cattle atau sapi lahir kembar merupakan salah satu program unggulan dan sekaligus merupakan terobosan dari Badan Litbang Pertanian berpartisipasi dalam upaya mengatasi kekurangan pasokan daging dan memperbaiki kondisi ketahanan pangan nasional sehingga pada waktunya nanti swasembada daging dapat terwujud. Secara alamiah peristiwa kelahiran kembar sangat jarang terjadi sehingga memunculkan berbagai komentar yang cenderung skeptis terhadap peluang pemanfaatan tehnologi kelahiran kembar sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan produksi sapi dan daging nasional. Tulisan ini akan menguraikan secara singkat fenomena kelahiran kembar dan peluang peningkatan frekuensi kelahiran kembar pada sapi betina produktif pembawa sifat kembar sehingga teknologi kelahiran kembar dapat dipertimbangkan menjadi salah satu opsi untuk meningkatkan produksi daging nasional.
{mosimage}Peristiwa kelahiran kembar sudah diamati oleh akademisi dan saintis lebih dari lima dekade yang lalu. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh Asdell pada tahun 1946 dalam bukunya ”Patterns of mamalian reproduction” yang disitasi oleh Anderson (1956) dalam laporannya ”Quintuplet Births in an Angus Cow” bahwa dari 14.111 kelahiran pada sapi Brown Swiss terdapat 2.2% kelahiran kembar sedangkan pada sapi potong frekuensi kelahiran kembar sebesar 0.44%. Selanjutnya Arthur et al. (1996) dalam bukunya “Veterinary Reproduction and Obstetrics” mengumpulkan data frekuensi kelahiran kembar dari berbagai ras sapi, baik ras sapi potong maupun ras sapi perah yang berkisar antara 0.5 sampai 9%.Frekuensi kelahiran kembar pada berbagai ras sapi
No.
Jenis Sapi
Kelahiran kembar (%)
1
Sapi perah
1,0
2
Sapi potong
0,5
3
Brown swiss
2,7-8.9
4
Holstein
3,1-3,3
5
Ayrshire
2,8
6
Guernsey
1,0
Kelahiran kembar dapat terjadi karena superfetasi, superovulasi dan pembelahan zigotmenjadi dua individu baru segera setelah pembuahan. Kelahiran kembar superfetasi secara ilmiah tidak dikategorikan kedalam peristiwa kembar. Kembar superfetasi terjadi karena sapi betina yang sudah kawin dan bunting kemudian pada umur ke 7 - 14 hari kebuntingannya kembali menunjukkan tanda-tanda birahi. Sapi betina bunting muda dan birahi kembali ini dikawinkan dan mengalami kebuntingan susulan inilah yang disebut kembar superfetasi. Dengan demikian umur kedua embrio yang ada di dalam rahim tidak sama sehingga waktu kelahiran pedet juga cenderung mempunyai rentang waktu seperti dengan waktu kawin. Secara umum diperkirakan frekuensi birahi kembali pada bunting muda dapat mencapai 1-2% dari total kebuntingan.
Kembar superovulasi terjadi karena terdapat dua atau lebih sel telur yang matang dan dibuahi dalam satu siklus birahi. Peristiwa superovulasi dapat berasal dari satu ovarium baikovarium kanan atau kiri yang menghasilkan dua telur yang matang dalam satu siklus birahi atau kedua ovarium masing-masing menghasilkan satu telur yang matang dalam satu siklus birahi yang terakhir lazim disebut dengan superovulasi bilateral. Kelahiran kembar dari peristiwa superovulasi disebut juga kembar fraternal. Pada peristiwa kembar superfetasi dansuperovulasi, pembuahan sel telur terjadi oleh spermatozoa yang berbeda sehingga jenis kelamin pedet yang dilahirkan dapat saja sama yaitu keduanya jantan (xy) atau keduanya betina (xx) atau satu jantan (xy) dan satu betina (xx). Jika pedet kembar superovulasidengan jenis kelamin yang berbeda, maka pedet betina pada waktu dewasa cenderung menjadi mandul. Peristiwa ini disebut premartin disebakan terjadinya pencampuran hormon kelamin jantan dan betina pada awal pertumbuhan embrio yang menggangu pertumbuhan organ kelamin dari embrio yang betina. Sedangkan kejadian mandul dari kelahiran kembarsuperfetasi sejauh ini belum pernah dilaporkan.Kembar monozigotik atau kembar yang berasal dari satu telur yang sama sering juga disebut kembar identik artinya kedua individu mempunyai sifat genetik yang sama sehingga penampilan fenotifnya hampir tidak ada perbedaan.
Kembar monozigotik terjadi karena terjadinya pembelahan sel menjadi dua individu segera setelah sel telur dibuahi oleh spermatozoa. Belum terdapat kesepakatan penyebab utama kelahiran kembar monozigotik. Gleeson et al. (1994) pada makalahnya “Monozygotic twinning: An evolutionary hypothesis” meyakini bahwa kembar monozigotik disebabkan oleh adanya sifat genetik (twinning allele) pada gen yang menyebabkan terjadinya pembelahanembrio atau zigot menjadi dua individu segera setelah sel telur dibuahi oleh spermatozoa. Alternatifnya, dengan jumlah penganut yang lebih besar menyatakan bahwa pembelahanzigot yang terjadi segera setelah pembuahan oleh spermatozoa disebabkan oleh adanya gangguan pada saluran reproduksi yang merangsang terjadinya pembelahan zigot. Terlepas dari kedua argumentasi tentang terjadinya kembar monozigotik, Gleeson et al. (1994) melaporkan bahwa frekuensi kejadian kembar identik berkisar antara 5 – 12% dari kelahiran kembar dengan jenis kelamin yang sama.
Kelahiran kembar secara umum diyakini merupakan peristiwa yang dipengaruhi sifat genetik kembar yang pemunculannya sangat bergantung pada lingkungan dan salah satu faktor lingkungan yang paling berpengaruh adalah lingkungan pakan. Kirpatrick dari “Winconsin Agricultural College and Life Sciences” mengatakan bahwa sifat genetik kelahiran kembar atau sifat genetik superovulasi terdapat pada kromosom 5, 7 dan 19. Jika gen superovulasiyang terdapat pada kromosom 19 dimiliki oleh seekor induk maka terdapat peluang 10% dari induk tersebut untuk melahirkan kembar dan jika pada kromosom 5 dan 7 juga terdapat gen bersifat superovulasi maka peluang untuk melahirkan kembar meningkat sampai 13%.
Seleksi sifat kelahiran kembar dan perbaikan manajemen pakan dan pemeliharaan terbukti dapat meningkatkan peluang kelahiran. Amerika Serikat merupakan pioner pengembangan program kelahiran kembar. Meat Animal Research Centre Nebraska lembaga penelitian dibawah United State Department of Agrigultural (USDA-MARC) memulai program pedet lahir kembar pada tahun 1984 dengan menerapkan seleksi sifat kembar, perbaikan manajemen pemberian pakan dan pemeliharaan. Echternkamp dan Gregory (2002) dalam makalahnya berjudul “Reproductive, growth, feedlot, and carcass traits of twin vs single births in cattle” melaporkan bahwa pada awal proyek frekuensi kelahiran kembar pada betina produktif yang ada di stasiun penelitian USDA-MARC Nebraska hanya 4%, kemudian melalui seleksi dan perbaikan manajemen pemeliharaan dan pakan frekuensi kelahiran kembar meningkat rata-rata sebesar 3.1% per tahun atau pada tahun 2000, sebanyak 50% dari betina produktif yang ada di stasiun penelitian Nebraska melahirkan kembar. Selanjutnya Echternkamp et al. (2007) pada publikasinya berjudul “Effects of ovulation rate and fetal number on fertility in twin-producing cattle” mengatakan bahwa pada populasi sapi yang mempunyai gen dengan sifat kelahiran kembar perbaikan manajemen akan dapat meningkatkan frekuensi ovulasi kembar pada satu siklus oestrus sehingga kejadian kelahiran kembar juga meningkat.
Dengan diketahuinya bahwa gen sifat kembar berada pada kromosom 5, 7 dan 19, USDA-MARC mengembangkan alat DNA test untuk mendeteksi apakah betina yang pernah beranak kembar mempunyai sifat gen kembar atau tidak dan mendeteksi anak yang dilahirkan membawa gen kembar atau tidak. Penggunaan alat DNA test ini memudahkan pengembangan program twinning cattle termasuk di Indonesia nantinya jika kelahiran kembar kemudian dijadikan pilihan untuk meningkatkan produktivitas induk dan produksi daging nasional. 
Sapi Bali merupakan salah satu ras sapi asli Indonesia yang diperkirakan juga mempunyai potensi melahirkan kembar. Hasil pengamatan sementara pada sistim pemeliharaan intensif di kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Barat pada beberapa kecamatan yang diobservasi diperoleh informasi sebanyak 4 sampai 5 kejadian kelahiran kembar. Kejadian kelahiran kembar juga dilaporkan terdapat di kabupaten Sumbawa Barat, Sumbawa dan Dompu. Potensi kembar dari pengamatan sekilas ada pada sapi Bali di NTB. Dengan demikian perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat peluang melahirkan kembar pada sapi Bali sehingga jika lahir kembar ini dilirik sebagai salah satu pilihan untuk memperbaiki produksi sapi di Bumi Sejuta Sapi setidaknya sudah ada landasan berpijak yang kokoh.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat (BPTP-NTB) berada digaris depan untuk memulai program penelitian sapi lahir kembar di Bumi Sejuta Sapi. Program penelitian kelahiran kembar ini dimulai dari pemetaan wilayah kelahiran kembar, identifikasi pakan pada lokasi kejadian kembar dan identifikasi sosial dan ekonomi pada peternak kasus terjadinya kelahiran kembar untuk mendapatkan informasi penciri utama dari kejadian kelahiran kembar. Pada waktu yang bersamaan juga akan dilakukan pengkajian pengunaan Folicle Stimulating Hormon (FSH) atau Pregnant Mare Serum Gonadotrophin (PMSG) untuk menghasilkan kelahiran kembar di Kebun Percobaan BPTP-NTB di Narmada. Kerjasama penelitian dengan Fakultas Peternakan UNRAM juga dijalin untuk mencari informasi karakteristik jenis, komoditas pakan, pemeliharaan dan lingkungan sapi beranak kembar. Kerjasama penelitian dengan Fakultas Pertanian UNRAM juga dilakukan untuk mencari konsep pengembangan model komunikasi dan metode percepatan pencapaian adopsi teknologi sapi beranak kembar bila nanti paket teknologi sapi beranak kembar siap dimassalkan. (Tanda Panjaitan)

Sumber : BPTP - NTB