Tampilkan postingan dengan label Hama dan Penyakit. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hama dan Penyakit. Tampilkan semua postingan

Selasa, 07 Agustus 2012

Mengatasi Kolik Pada Kuda


Kuda bisa mendapatkan ‘kolik’ atau nyeri perut karena berbagai alasan. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kolik pada kuda bisa sangat kecil, sedangkan yang lain dapat serius dan memerlukan intervensi medis segera. Kolik bisa disebabkan oleh sejumlah masalah gastrointestinal, dan dianggap sebagai salah satu masalah yang paling umum kesehatan kuda. Ada dapat beberapa jenis kolik kuda, dari yang umum adalah beberapa jenis, impaksi kolik, spasmodik kolik, kolik impaksi ileum, perpindahan atau kolik torsi, enterolith, impaksi pasir kolik, distensi lambung dan kolik disebabkan oleh parasit seperti cacing pita, besar cacing gelang dan Cyathostomes.

Apa Penyebab Kolik pada Kuda?

Equine kolik bisa disebabkan oleh sejumlah faktor. Kadang-kadang, massa keras dari makanan dapat berdampak pada usus besar di salah satu flexures, dimana usus kemudian berbalik dan sempit. Bahkan akumulasi gas dalam usus, khususnya di usus besar dapat meningkatkan kontraksi peristaltik saluran pencernaan, yang dapat menyebabkan nyeri perut atau kolik pada kuda.

Pembentukan tumor lemak jinak seperti lipoma dalam saluran usus, konsumsi pasir atau kotoran bersama dengan padang rumput, membangun deposit mineral dalam usus dan adanya cacing gelang besar dan cacing pita juga dapat menyebabkan sumbatan atau halangan dalam saluran usus, yang pada gilirannya dapat mengakibatkan kolik. Selain ini, perpindahan kolon punggung, torsi, berkedut yaitu bagian-bagian dari saluran gastrointestional, pembentukan ulkus di lambung, konsumsi makanan berjamur atau busuk, dan radang kecil, serta usus besar dapat menyebabkan kuda kolik.

Kolik pada Kuda Gejala

Sejumlah gejala yang dapat diamati dalam menderita kuda dari kolik. Rasa sakit perut yang disebabkan oleh kondisi ini sering memaksa kuda terpengaruh untuk menendang perut atau perut dan menggigit pada kedua sisi. Kuda yang terkena dapat menampilkan tidak tertarik untuk makan atau minum, dan mungkin berbaring lebih dari biasanya, atau bangun dan berbaring berulang kali. Kadang-kadang, itu bisa bangun dan mulai berjalan di kalangan dan kemudian berbaring lagi. Tanda-tanda lain dan gejala kolik pada kuda dapat termasuk, mengais-ngais tanah, sering mencoba untuk buang air kecil dan buang air besar tidak berhasil, memutar kepala terhadap diare, panggul, menggigit sisi, keriting bibir atas, mengerang, meregang, kegelisahan, stamping kaki, suhu tubuh sedikit lebih tinggi dari normal, denyut nadi meningkat dan berkeringat.

Kolik pada Kuda Pengobatan

Perlakuan kolik tergantung hanya pada beratnya kondisi dan penyakit yang mendasarinya. Kadang-kadang, intervensi bedah segera dapat diminta untuk mengobati kondisi ini. Jadi, jika kuda Anda menunjukkan tanda-tanda yang serius dari sakit atau perilaku kolik dan kekerasan, kemudian memanggil dokter hewan anda secepat mungkin. Sementara itu, Anda dapat membuat kuda anda berjalan-jalan sedikit untuk mengalihkan pikiran dari rasa sakit. Namun, pastikan untuk tidak memberi makan kuda atau mengelola segala jenis obat tanpa persetujuan dokter hewan. Seorang dokter hewan dapat melaksanakan beberapa tes dan pemeriksaan untuk mengetahui keparahan kondisi dan kemudian mengobatinya sesuai.

Insiden kolik dapat dikurangi sampai batas tertentu dengan memberi makan kuda dengan kualitas tinggi serat (jerami atau rumput), menyediakan pakan yang bersih bebas dari jamur dan kotoran, dan mencegah konsumsi pasir dan kotoran. Jadwal makan yang teratur dan menghindari perubahan pakan juga dapat membantu mengurangi resiko kolik pada kuda. Juga penting adalah untuk menyediakan air bersih untuk kuda Anda, jerami pakan dan air sebelum biji-bijian, memungkinkan jumlah pemilih sebanyak mungkin, mempertahankan program latihan yang teratur dan konsisten, memilih cacingan reguler dan menghindari makan kuda segera setelah berolahraga dan berolahraga mereka segera setelah makan , untuk mencegah kolik kuda. Anda dapat berbicara dengan dokter hewan, jika Anda memiliki keraguan tentang apa kuda makan dan apa yang mereka seharusnya tidak makan.

Harapan sekarang, Anda sudah mendapat ide yang adil tentang penyebab dan gejala kolik, serta bagaimana untuk mencegah kolik pada kuda. Pemilik Kuda harus mengetahui gejala kolik kuda, untuk mendeteksi lebih dini dan mencari perawatan medis. Dalam kasus tertentu, kolik kuda dapat berubah menjadi kondisi yang mengancam kehidupan. Jadi, jika Anda memiliki pertanyaan yang berkaitan dengan kesehatan kuda kuda kolik, atau jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang tindakan pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah kondisi ini, berbicara dengan dokter hewan.
dari berbagai sumber

Enteroliths, Penyebab Kolik Serius pada Kuda


Enteroliths berasal dari kata Yunani 'entero' berarti usus, dan 'Lith' yang berarti batu.
Ada banyak penyebab kolik, istilah umum untuk sakit perut, pada kuda tapi batu usus (enteroliths) adalah salah satu yang paling serius karena yang besar dapat menyebabkan penyumbatan fatal dan hanya dapat di obati melalui pembedahan. 
Batu-batu ini juga dapat menyebabkan kolik intermiten karena mereka dapat bergerak dan menghambat perjalanan berkala pakan melalui usus.

Analisis batu-batu ini menunjukkan bahwa mereka terdiri dari bahan kristal yang disebutstruvite yang mengandung magnesium, amonium, dan fosfat.

Enteroliths terbentuk di sekitar benda asing kecil yang ditelan oleh kuda seperti kerikil, pasir, kayu, atau plastik, dan tumbuh seperti mutiara tumbuh di sekitar sebutir pasir pada tiram. Untuk terus tumbuh, enterolith membutuhkan pasokan magnesium, amonium, dan fosfat pada saluran pencernaan yang relatif alkaline (basa lemah).
Tindakan Pencegahan

Untuk membantu mencegah dari pembentukan enteroliths, peneliti di UC Davis School of Veterinary Medicine menunjukkan bahwa Anda:
  • Penurunan tingkat pH usus dengan menambahkan satu cangkir (250 ml) cukasehari untuk diet kuda Anda. (cuka sari apel yang tidak dipasteurisasi cukup)
  • Menambahkan makanan konsentrat bubuk sementara mengurangi jerami juga akan menurunkan tingkat pH dalam usus besar.
  • Mengurangi atau menghilangkan dedak dari diet kuda Anda karena dedak menyediakan kandungan fosfor tinggi.
  • Ganti banyak alfalfa dalam diet kuda Anda dengan gandum atau jerami rumput. Alfalfa, terutama alfalfa dari California, mengandung jumlah magnesium dan protein yang tinggi. Jumlah amonium bebas yang berlebihan dapat dilepaskan dari pencernaan protein tinggi jerami seperti alfalfa. (Pada UC Davis ditemukan bahwa sebagian besar kuda dengan enteroliths memiliki diet jerami alfalfa 50%!)
  • Meningkatkan waktu makan menjadi tiga atau empat kali sehari karena ini akan meningkatkan pergerakan bahan pakan massal melalui saluran usus yang harus menyediakan sebuah lingkungan yang kurang menguntungkan bagi batu untuk mengeram dan tumbuh.
  • Hindari kurungan di kandang yang lama dan memberikan banyak latihan sehari-hari yang juga membantu meningkatkan gerakan pakan pada usus.

Untuk tempat tidur, gunakan jerami bukan serutan (grajen). Jerami ini akan menyediakan bahan serat tinggi yang rendah protein, magnesium, dan mineral fosfor.

Rabu, 20 Juni 2012

Penyakit ORF ( DAKANGAN/BENGOREN ) pada Ternak


PENDAHULUAN
Penyakit ORF atau penyakit Dakangan/Bengoren merupakan penyakit yang sangat menular, menyerang hanya pada kambing dan domba terutama pada kulit bibir atau disekitar leher.

Penyakit ini mempunyai arti ekonomi penting karena dapat menyebabkan :
  • penurunan berat badan
  • kematian pada hewan muda
  • dapat menular pada manusia


PENYEBAB
Penyakit Dakangan atau Bengoren ini disebabkan oleh Parapoxvirus dari famili Poxviridae.

PENYEBARAN
ORF hanya menyerang domba dan kambing. Hewan yang sembuh dari penyakit ini mempunyai kekebalan yang berlangsung lama dan infeksi ulang biasanya tidak pernah terjadi.

Pada daerah enzootik ORF ditemukan pada hewan muda, sedangkan pada daerah yang baru pertama kali diserang, ORF ditemukan pada segala umur.

Penularan penyakit ini dapat melalui :
  • kontak langsung
  • luka-luka kulit waktu menyusui
  • kontak kelamin
  • kontak dengan bahan yang tercemar / mengandung kuman ORF


Penularan pada manusia terjadi melalui kontak dengan hewan sakit atau bahan tercemar.

GEJALA PENYAKIT
Masa inkubasi berlangsung kurang lebih 2 hari. Gejala klinis yang terjadi adalah peradangan pada kulit sekitar mulut, kelopak mata, alat genital, ambing pada hewan yang sedang menyusui serta pada tempat yang jarang ditumbuhi bulu.
Peradangan berubah menjadi erythema, lepuh-lepuh pipi yang mengeluarkan cairan, membentuk kerak-kerak yang mengelupas setelah 1-2 minggu. Apabila lesi hebat maka akan terjadi kelainan menyerupai bunga kol. Kalau tidak ada infeksi sekunder lesi-lesi ini biasanya akan sembuh setelah penyakit berlangsung 4 minggu.
Pada manusia penyakit ini berupa lepuh-lepuh pada tangan dan lengan, lesi kemudian mongering serta mengeras setelah 2-3 minggu.

PERUBAHAN PASCAMATI
Pada bedah bangkai tidak ditemukan kelainan yang nampak pada bagian tubuh yang lain, kecuali pada kulit..
Bahan pemeriksaan berupa keropeng kulit disertai jaringan dibawahnya, diawetkan dalam gliserin NaCl 50% untuk pemeriksaan virologik dan dalam formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologik.

DIAGNOSIS
Orf didiagnosa berdasarkan gejala klinis, patologis anatomis dan pemeriksaan laboratorium dengan melakukan isolasi dan identifikasi dengan uji serologis.
Diagnosa banding : Penyakit yang mirip dengan Orf adalah cacar domba dan cacar kambing. Pada penyakit cacar lesi dimulai dengan hemorhagik dan terjadi pada kulit bagian luar meluas keseluruh tubuh termasuk organ dalamnya.

PENGOBATAN
Hewan yang sakit diobati dengan antibiotik spektrum luas untuk infeksi sekunder dan vitamin, sedangkan kulit yang terjangkit diobati lokal dengan salep atau Iod tincture.

TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT
Pencegahan penyakit ORF atau Dakangan dapat dilakukan dengan vaksinasi pada daerah enzootik. Vaksin dibuat dari keropeng kulit penderita, dibuat tepung halus dan disuspensikan menjadi 1% dalam gliserin.
Vaksinasi pada hewan muda dilakukan dengan mencacar kulit pada sebelah dalam paha, sedang pada hewan dewasa dilakukan disekitar leher beberapa minggu sebelum persusuan.
Pada daerah yang belum pernah terjangkit penyakit ini dianjurkan tidak divaksin.

TINDAKAN PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT
Hewan yang menderita sakit dengan gejala klinis diatas segera diasingkan dari hewan yang sehat dan diobati.

PEMOTONGAN HEWAN
Penyakit ini dapat menular pada manusia, sebaiknya daging dari hewan sakit jangan dikonsumsi. Oleh karena itu hewan sakit jangan dipotong

Rabu, 16 Mei 2012

PEDOMAN TEKNIS PENANGGULANGAN PENYAKIT IKAN BUDIDAYA LAUT


1. PENDAHULUAN
Dalam rangka mendukung peningkatan produksi perikanan, khususnya ikan laut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi seperti: kakap putih, kerapu, beronang, rumput laut dan jenis ikan laut lainnya, akhir-akhir ini sedang digalakkan pembudidayaannya dan mendapat perhatian dari masyarakat.

Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya ikan laut tersebut, terdapat pula beberapa masalah yang mengganggu, sehingga menghambat perkembangan usaha budidaya, yaitu hama dan penyakit ikan.  Apabila keadaan tersebut tidak segera ditanggulangi lebih awal, maka kegiatan budidaya ikan laut akan terganggu, akibatnya ikan akan menurun karena tingkat kematiannya tinggi.

Untuk menghindari hal tersebut perlu diupayakan pencegahan dan pengobatan terhadap hama dan penyakit ikan.  Namun demikian perlu diperhatikan bahwa tidak semua penyebab kematian dikarenakan penyakit, maka dalam menangani masalah ini, tindakan penanggulangannya dilakukan secara hati-hati dan teliti agar tidak menimbulkan kesalahan yang merugikan.

Selengkapnya : [DOWNLOADFILE LENGKAP]

Sabtu, 17 Maret 2012

Mahkota dewa sebagai vaksin AI


Artina Prastiwi, seorang mahasiswa dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada telah menemukan sebuah penghambat laju virus Avian Influenza / flu burung (AI / H5N1), Yang lebih mengejutkan lagi, penghambat laju virus flu burung tersebut bukanlah berasal dari zat-zat kimia, melainkan berasal dari tanaman herbal bernama “mahkota dewa”. Penemuan mahkota dewa sebagai antivirus AI ini merupakan “vaksin organic pioneer di Asia” yang meraih juara pertama dalam kompetisi Masyarakat Ilmuan dan Teknologi Indonesia (MITI) Paper Challenge (MPC) 2011 yang dilangsungkan 29 Januari 2011 lalu.
mahasiswa angkatan 2007 ini menemukan bahwa ekstrak buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) ternyata efektif dalam menghambat perkembangan virus avian influenza. vaksin yang dikembangkannya terbukti mampu menghambat perkembangan virus AI hingga 87 persen. Selain telah teruji dalam skala laboratorium mampu menghambat virus AI, vaksin ini juga lebih murah dibanding dengan vaksin kimia yang dijual dipasaran.
Berawal dari keresahannya akan virus avian influenza yang sempat membuat gempar dunia beberapa saat lalu, serta melihat fenomena penyebaran virus Avian Influenza di Indonesia, maka calon dokter hewan ini berusaha untuk mencari solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Kemudian dipilihlah mahlota dewa yang merupakan tanaman asli Indonesia ini. Seperti telah diketahui, mahkota dewa terbukti mampu untuk meningkatkan daya tahan tubuh terhadap virus avian influenza. Hal tersebut didapatkan dari kandungan buah mahkota dewa yang bernama “saponin”. Selain dapat meningkatkan system kekebalan tubuh, saponin juga diketahui mempunyai fungsi sebagai antibakteri dan juga antivirus. Untuk mendapatkan senyawa saponin, Artina mengekstrak buah mahkota dewa melalui penyulingan. Cara membuat antivirus dari ekstrak mahkota dewa ini diawali dengan penimbangan sesuai dosis yang dibutuhkan. Untuk dosis 10 ml diperlukan buah mahkota dewa kering 10 gram per 100 ml air atau kelipatannya yakni 100 gram per 1000 ml. selanjutnya hal yang dilakukan adalah proses penyulingan.

Setelah mendapat ekstrak, Artina melakukan pengujian kadar saponin di laboratorium LPPT UGM. Ia melakukan pengujian kadar saponin 10 ml di LPPT UGM. Menurutnya, ekstrak mahkota dewa harus mengandung kadar saponin 10 persen. Hasil saponin yang diperoleh inilah yang digunakan sebagai bahan baku yakni sebagai pelarut suspense antigen virus AI. Lalu yang digunakan sebagai vaksin adalah ekstrak mahkota dewa tersebut. Pada awal percobaan, dilakukan uji coba pada 30 butir telur ayam berembrio. Dari hasil percobaan tersebut diketahui telur yang diberi virus AI dan diberi tambahan saponin 10 persen dari ekstrak buah mahkota dewa 0,2 ml setelah diinkubasi selama 35 hari diketahui embrio tidak mati, sehat dan tanpa bekas luka. Sementara telur yang disuntik dosis yang lebih tinggi 15 persen dan 20 persen, ternyata semua embrio mati dengan bentuk perdarahan seluruh tubuh, kekerdilan, dan cairan alantois keruh. Dari hasil percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian kadar saponin harus tepat, karena bila terlalu banyak justru malah akan mengakibatkan keracunan.
Selanjutnya setelah uji coba pada telur berembrio dirasa berhasil, maka percobaan selanjutnya adalah memebrikan vaksin avian influenza tersebut pada ayam. eksperimen dilakukan dengan mengujikan vaksin tersebut pada ayam usia kurang dari 21 hari. Dari hasil percobaan ini didapatkan hasil yang cukup menggembirakan, bahwa ayam-ayam yang telah divaksin buatannya, tidak ada ayam percobaan yang mengalami kematian 

Penyakit Leptospirosis


Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp. Penyakit ini dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Leptospirosis dikenal juga dengan nama demam pesawah, demam lumpur, dan tifus anjing. Bakteri ini biasanya dibawa oleh tikus, babi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, kelelawar, tupai, dan landak.

Kepala Dinas Kesehatan Bantul, Siti Noor Zaenab mengatakan, dana tersebut nantinya digunakan untuk pembelian obat bagi penderita leptospirosis, obat pembasmi tikus, dan pelatihan bagi para medis dalam penanganan penderita leptospirosis.

"Untuk obat tikus pengadaan dilakukan oleh Dinas Pertanian Kehutan dan Peternakan, sedangkan obat bagi pasien dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan," katanya, Kamis, 27 Januari 2011.

Noor Zaenab mengatakan, sebanyak tiga dokter telah diberi pelatihan untuk setiap puskesmas dan juga penyuluhan kepada warga.

Bupati Bantul Sri Suryawidati mengatakan, bagi penderita leptospirosis yang dirawat di rumah sakit belum ada kebijakan pembebasan biaya. Masyarakat miskin masih dapat menggunakan Jaminan Kesehatan Sosial atau Jaminan Kesehatan Masyarakat. Namun jika tidak punya, maka dapat mengajukan bantuan ke Dinas Sosial. Sebanyak 6 orang tewas akibat penyakit ini.
sumber : vivanews

TINDAKAN-TINDAKAN PENCEGAHAN PENYAKIT


Pencegahan penyakit  ternak pada prinsipnya terdiri dari dua komponen, yaitu tindakan sanitasi dan vaksinasi. Tindakan sanitasi sendiri secara berurutan terdiri atas tindakan dekontaminasi dan desinfeksi.  Desinfeksi dengan penggunaan desinfektan yang tidak didahului dengan dekontaminasi menyebabkan ketidakefektifan tindakan sanitasi.

Penghapushamaan (Dekontaminasi)  dan Deisinfeksi Kandang serta Peralatan
Dekontaminasi didefinisikan sebagai proses fisik untuk menghilangkan bahan-bahan biologis dan anorganik dari permukaan suatu bangunan, termasuk kandang dan peralatan. Sedangkan desinfeksi merupakan proses penghancuran organisme patogenik. Jadi dekontaminasi yang menyeluruh digunakan untuk mencapai desinfeksi yang efektif. Dekontaminasi merupakan upaya untuk membersihkan seluruh bagian kandang dan peralatan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan jalan mencuci bersih menggunakan deterjen atau dengan mengapur dinding kandang sebagai persiapan desinfeksi kandang dan peralatan.
Desinfektan dan Antiseptika
Desinfektan adalah preparat kimia yang digunakan untuk desinfeksi kandang dan peralatan, guna membasmi mikroorganisme, khususnya mikroorganisme yang membahayakan. Preparat ini tersedia secara komersial yang masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan penggunaan tertentu. Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat mematikan mikroorganisme yang sedang dalam keadaan tidak aktif, sehingga hanya mematikan bentuk vegetatif dari mikroorganisme, tetapi tidak efektif terhadap spora. Desinfektan dapat mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Desinfektan digunakan untuk barang-barang tak hidup, misal : ruang operasi, kandang alat-alat operasi dan sebagainya.
Antiseptika adalah semua senyawa yang dapat membunuh atau mencegah perkembangan mikroorganisme. Antiseptika biasanya digunakan untuk jaringan hidup. Konsentrasi antiseptika biasanya rendah, guna menghindari kerusakan jaringan. Kadar antiseptika yang tinggi dapat membunuh sel-sel bakteri maupun jaringan hidup yang terkena. Konsentrasi antiseptika yang rendah hanya cukup untuk menghambat perkembangbiakan jasad renik, sehingga bersifat bakteriostatik.
Pengetahuan tentang desinfektan dan antiseptika perlu dikembangkan, karena tidak semua desinfektan atau antiseptika dapat digunakan untuk pengendalian mikroorganisme secara umum. Desinfektan atau antiseptika  tertentu hanya cocok untuk mengendalikan mikroorganisme tertentu, tidak mampu mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis desinfektan  atau antiseptika ada yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme. Pengguna desinfektan atau antiseptika dituntut  bisa melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing desinfektan atau antiseptika.
Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan. Hal ini disebabkan  karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.
Desinfektan dan  antiseptika berbeda dengan antibiotik, karena desinfektan dan antiseptika memiliki toksisitas selektif yang rendah, keduanya bersifat toksik tidak hanya pada mikroba patogen tetapi juga terhadap sel inang. Oleh karena itu,  desinfektan  hanya digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada lingkungan mati, sedangkan antiseptika mungkin hanya digunakan pada jaringan hidup terbatas pada permukaan kulit
 Sifat-sifat penting Desinfektan dan Antiseptika
Beberapa sifat-sifat penting antiseptika dan desinfektan,  antara lain :
  • Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.
  • Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.
  • Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi manusia maupun ternak.
  • Memiliki daya tembus yang tinggi.
  • Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah, nanah dan jaringan yang mati.
  • Tidak mengganggu proses kesembuhan.
  • Tidak merusak alat-alat operasi, lantai kandang dan dinding.
  • Tidak menimbulkan warna yang mengganggu pada jaringan yang dioperasi.
  • Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang besar.
Desinfektan, selain memiliki sifat-sifat tersebut di atas, maka harus memiliki juga sifat-sifat berikut :
  • Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan jaringan organik, sehingga memiliki efek mematikan mikroorganisme yang lebih tinggi.
  • Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan pelarut yang universal dan dengan senyawa-senyawa lain yang digunakan untuk desinfeksi.
  • Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang.
  • Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan daya kerjanya akan lebih baik pada temperatur tinggi, namun desinfektan yang bagus adalah desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun jika temperaturnya menurun. Pada umumnya desinfektan bekerja baik pada temperatur di atas 650F. Klorin dan Iodifor sebagai desinfektan bekerja baik tidak lebih dari 1100F.
Pada usaha peternakan, desinfektan digunakan untuk mencegah ataupun mengendalikan penyakit infeksi. Desinfeksi terhadap kandang, bangunan-bangunan dan alat-alat peternakan dapat mencegah timbulnya penyakit menular. Pada saat bedah bangkai dan penguburan hewan mati karena penyakit menular, desinfektan juga banyak digunakan guna mencegah penularan penyakit  Pada peternakan sapi perah, antiseptika digunakan untuk mencegah penyakit radang ambing atau mastitis. Larutan antiseptika juga dipakai untuk mencuci alat-alat yang berhubungan dengan proses pengolahan susu, misalnya kaleng susu, botol, ember, tangki dan sebagainya.
Diperlukan pertimbangan konsentrasi dan waktu kontak desinfektan yang cukup, sehingga penggunaan desinfektan menjadi aman, efisien dan efektif. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dan kontak waktu yang terlalu lama menyebabkan desinfektan menjadi tidak praktis, mahal, membakar kulit dan berbahaya bagi ternak. Perlu dipertimbangkan pula aktivitasnya dalam melawan bakteri, virus, fungi dan protozoa, misalnya 4% asam asetat bisa membunuh virus PMK, namun tidak membunuh Mycobacterium paratuberculosis, yang merupakan penyebab John Disease. Label produk harus dicek tanggal kadaluwarsanya, karena penggunaan desinfektan yang kadaluwarsa menyababkan tidak efektif lagi untuk mendesinfeksi. Waktu kontak kebanyakan desinfektan berkisar antara 20 menit sampai dengan 30 menit.
 Macam-macam Desinfektan dan Antiseptika
 Desinfektan dan antiseptika  bisa digolongkan berdasarkan cara fisis dan kimiawi. Secara fisis, yang penting adalah penggunaan panas dan sinar. Panas dapat diperoleh dengan dilewatkan melalui pemanas atau dengan air yang dipanaskan, kemudian disemprotkan ke tempat yang disucihamakan. Jenis sinar yang digunakan dalam sterilisasi adalah sinar ultraviolet dan sinar gamma. Di Indonesia, kecuali untuk peternakan ayam, secara fisis di atas hanya dilakukan dengan menggunakan air panas, selain murah dan gampang dilakukan, juga memiliki kelebihan lain yaitu air dapat memasuki lubang-lubang kecil.
Desinfektan bisa digunakan dengan variasi cara, antara lain : spray, sabun, aerosol atau fumigan.
Secara kimiawi, terdapat beberapa jenis senyawa desinfektan yang tersedia secara komersial dengan karakteristik pemakaian tertentu, yaitu :
  • Kresol, merupakan biosida yang murah dan efektif bila digunakan untuk bangunan dan tanah, termasuk dinding kandang dan peralatan kandang, Bersifat korosif, toksik  pada konsentrasi tinggi dan meninggalkan warna. Senyawa ini tidak boleh digunakan pada kandang yang di dalamnya ada ternak hidup, telur atau daging yang diproses, karena dapat mengakibatkan kontaminasi pada produk-produk tersebut dan bersifat toksik pada manusia dan ternak. Desinfektan ini sangat efektif mengatasi jamur, virus, bakteri, karena mampu mematikan mikroorganisme tersebut.
  • Fenol organik, cocok digunakan untuk tempat penetasan (hatchery) dan untuk desinfeksi peralatan di dalamnya. Fenol ektif melawan bakteri, virus dan fungi, termasuk bakteri penyebab Tuberkulosis dan John’s  Disease serta virus PMK. Fenol dan beberapa senyawa fenolik mempunyai kegunaan sebagai antiseptika, desinfektan atau bahan pengawet.
  • Amonium kuarterner, dianjurkan untuk mendesinfeksi  kandang, peralatan dan tempat penetasan Senyawa ini memiliki dua bagian pada struktur kimianya, satu bagian bersifat hidrofilik dan bagian lain bersifat hidrofobik. Desinfektan ini efektif melawan bakteri gram negatif maupun positif, fungi, virus, tetapi tidak efektif melawan virus PMK ataupun Mycobacterium paratuberculosis, bakteri penyebab John’s Disease. Keberadaan materi organik, seperti feses akan menurunkan aktifitasnya. Desinfektan ini tergolong mudah larut dalam air, sangat efektif menghilangkan bau-bauan, daya kerja tinggi dan tidak berefek pada kulit manusia, meskipun juga menyebabkan karat. Keunggulan lain dari desinfektan ini adalah mudah menembus bagian-bagian sebelah dalam yang menjadi sasaran sanitasi. Kelemahan desinfektan ini adalah menyebabkan karat dan memiliki sifat racun yang tinggi
  • Klorin, banyak digunakan di rumah potong, disamping itu pula digunakan untuk menjernihkan air pada peternakan, air minum, sanitasi telur, desinfeksi abattoir (RPH) dan RPA serta kandang ayam. Kaporit atau hipoklorit sering untuk sanitasi sapi perah dan lebih aktif dalam air hangat. Efektif melawan bakteri, banyak virus, terutama parvovirus. Bisa dicampur dengan sabun, tetapi jangan dicampur asam. Aktivitasnya yang kuat menurun dengan adanya materi organik, terutama amoniak atau senyawa-senyawa amino. Desinfektan ini termasuk golongan halogen keras yang bisa mematikan bakteri, virus dan jamur dalam waktu relatif singkat. Kelemahan desinfektan ini adalah mudah menyebabkan perkaratan pada peralatan yang berasal dari bahan metal serta dapat merusak kulit manusia. Larutan chlorin efektif sebagai bakterisidal yang digunakan dalam kolam renang. Khlor (Cl2} dalam air membentuk asam hipoklorit (HOCl) dan asam Hidrokhloride (HCl) dengan reaksi : Cl2 +   H2O ↔ HOCl. Asam HOCl selanjutnya berperan sebagai desinfektan, bereaksi  dengan bervariasi senyawa, baik dengan senyawa anorganik maupun organik atau terurai menjadi menjadi ion H+ dan OCl-, dengan reaksi : HOCl     →    H+ +  OCl- Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH. Ionisasi terjadi pada pH asam sampai netral, sedangkan pada pH alkalis,  ionisasi akan dihambat.
    • Formalin/formaldehid,  cocok untuk fumigasi telur yang terdapat di dalam almari yang dirancang khusus dan harus hati-hati terhadap petugas yang menggunakannya, karena formalin  merupakan senyawa korosif dan bersifat karsinogenik. Keunggulan dari desinfektan ini adalah mudah menembus bagian-bagian sebelah dalam yang menjadi sasaran sanitasi. Gas dapat diperoleh dengan jalan mencampur  Kalium Permanganat dengan formalin. Supaya efektif, maka fumigasi dilakukan pada suhu 30o – 60oC dan kelembaban di atas 75%. Fumigasi ini sangat efektif untuk desinfeksi kandang ayam, dengan syarat kandang dikosongkan, seluruh sela-sela ditutup tirai plastik cukup rapat, dan didiamkan selama 3 - 5 hari. Kandang akan terbebas dari bakteri, jamur dan virus yang mungkin bisa menyebabkan wabah penyakit.
  • Iodofor, bisa digunakan sebagai antiseptika dan desinfektansia. Iodofor adalah kombinasi iodine dan agen-agen yang larut di dalamnya. Iodofor akan membebaskan iodin bebas jika dilarutkan dalam air. Iodofor merupakan desinfektan yang baik, namun tidak efektif bila ada senyawa organik. Sifat Iodofor kurang toksik dibandingkan desinfektan yang lain. Kekurangannya adalah meninggalkan bekas warna pada pakaian dan permukaan yang lain. Iodine bebas bersifat toksik pada kulit, sehingga dalam penggunaannya Iodine dikombinasikan dengan senyawa organik yang lain dan disebut Iodophor. Contoh Iodophor adalah povidone-iodine (Betadine) yang sering digunakan sebagai antiseptik di rumah sakit.  Iodophor merupakan desinfektan yang termasuk golongan halogen.  Bahan ini merupakan sintetis dari yodium dan zat organis yang memiliki kemampuan mikrosidal. Desinfektan ini cocok untuk mengatasi semua bakteri gram positif maupun gram negatif, virus dan jamur. Pada konsentrasi 50 – 75 ppm digunakan sebagai desinfektan pada inkubator,  kandang ayam dan RPA. Pada konsentrasi 12,5 – 25 ppm untuk sanitasi telur. Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 12,5 ppm digunakan untuk antiseptika, dan dicampurkan dalam air minum ayam.
Dikenal juga  berbagai antiseptika dan desinfektan  bersifat asam, antara lain :
  • Asam anorganik, HCl dan H2SO4 0,1 N telah dipakai untuk desinfeksi ruangan yang tercemar tinja. Keduanya korosif, sehingga tidak dianjurkan. Asam borat 2 – 5% digunakan untuk jaringan kulit. Bersifat tidak merangsang jaringan, namun daya mematikan jasad reniknya tidak besar.
  • Asam organik, seperti asam salisilat dan benzoat banyak dipakai sebagai salep. Bersifat germisid lemah, melunakkan tanduk dan dapat membunuh jamur.
Beberapa alkali juga bisa digunakan untuk desinfeksi. Contoh-contoh alkali yang bisa berperan sebagai desinfektan, antara lain :
  • Caustic soda/ NaOH (sodium hydroxide), sangat aktif jika dicampur dengan air panas, namun bersifat merusak cat, plitur dan tekstil. Perlu melindungi diri pada saat penggunaan, dengan  pakaian, sarung tangan, sepatu karet.
  • CaO (lime/Quiclime) atau gamping, jika ditambah dengan air maka CaO menjadi Ca(OH)2, yang bersifat melarutkan kuman. Gamping banyak dipakai untuk lantai maupun halaman. Apabila berlebihan, akan merusak kuku babi, kambing maupun sapi. Gamping tidak bisa membunuh spora kuman anthrax dan Clostridium. Ca(OH)2 di dalam air dengan perbandingan 1 : 4, menghasilkan milk of lime, digunakan untuk desinfeksi lantai tercemar tinja dan guna mencapai hasil yang memuaskan, maka penggunaan minimal 2 jam. Larutan campuran CaO dengan belerang yang direbus, bisa dipakai sebagai pembunuh parasit.
  • Khlorhexidine (Nolvasan-S), merupakan sediaan khlor sintetik, alkalis dan mudah larut dalam air serta tidak bersifat toksik. Secara luas bersifat virusidal, terutama terhadap penyebab rabies,  efektif melawan bakteri gram positif  maupun negatif. Daya kerja tidak dipengaruhi oleh darah, nanah, percikan air susu dan cairan jaringan. Khlor sintetik dipakai untuk desinfeksi alat-alat pemerahan dan ambing. Larutan 0,2 – 5%, digunakan untuk  teat dipping. Kadang-kadang khlorhexidine dikombinasi dengan surfaktan, zat warna atau bahan lain, misal : gliserin.  Sediaan khlor yang juga banyak dipakai, antara lain : sodium dan kalsium hipoklorit, kaporit, khloramin-T dan iodine monokhloride.
 Keampuhan Antiseptika dan desinfektansia
Antiseptika dan desinfektansia sebagai bahan antimikrobial memiliki kekuatan keampuhan membunuh bakteri tertentu. Guna mengetahui keampuhan bahan antimikrobial seringkali digunakan istilah koefisien fenol, yaitu keampuhan antimikrobial tertentu yang dibandingkan dengan keampuhan yang dimiliki fenol.  Koefisien fenol kurang dari satu, berarti antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya koefisien lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa antimikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol.
Hasil penelitian Rahayu (2006), menunjukkan bahwa keampuhan alkohol, etanol 70% terhadap bakteri penyebab mastitis, yaitu  Staphylococcus aureus, cukup besar, yaitu 4 kali kekuatan fenol. Tabel 2.1., meyajikan hasil uji koefisien fenol sensitifitas etanol 70% terhadap  Staphylococcus aureus.
Tabel 2.1. Hasil Uji Koefisien Fenol Sensitifitas Etanol 70% Terhadap       Staphylococcus aureus

Pengenceran
5 menit
10 menit
15 menit
Alkohol 70%1 : 300
1 : 350
1 : 400
1 : 450
HidupMati
Mati
Mati
MatiMati
Mati
Mati
MatiMati
Mati
Mati
Fenol1 : 90
1 : 100
HidupHidup
HidupMati
MatiMati
Sumber : Rahayu (2006)
Kekuatan etanol dalam membunuh Staphylococcus aureus jauh lebih besar daripada fenol. Etanol menunjukkan aktivitas antimkroba yang cepat dengan spektrum luas melawan bakteri vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak sporosidal. Sel Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis tidak memiliki spora sehingga akan mati dengan pemberian etanol.
Diperlukan pertimbangan konsentrasi dan waktu kontak yang cukup pada penggunaan desinfektan, sehingga penggunaan desinfektan menjadi aman, efisien dan efektif. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dan kontak waktu yang terlalu lama menyebabkan desinfektan menjadi tidak praktis, mahal, membakar kulit dan berbahaya bagi ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol dengan konsentrasi 70 % secara  efektif bisa digunakan untuk dipping puting sapi perah post pemerahan guna mencegah kejadian mastitis, dengan lama pencelupan 10 menit. Pada penggunaan etanol 90%, zone hambat terhadap Staphylococcus aureus lebih kecil dibandingkan etanol 70%. Hal ini berkaitan dengan aktivitas katalitik air yang menurun, karena jumlah air dalam larutan berkurang pada etanol 90%. Etanol dengan konsentrasi di bawah 50% tidak efektif membunuh bakteri Staphylococcus aureus.
 Level kaporit yang menghasilkan daya hambat tertinggi terhadap Staphylococcus aureusdicapai pada  level 60 ml/L, yang merupakan konsentrasi tertinggi dalam percobaan.  Sedangkan pada Iodofor, dicapai pada level 10 ml/L, yang merupakan level terendah dari perlakuan yang dicobakan. Iodofor 10 ml/L menghasilkan daya hambat yang tertinggi terhadap Staphylococcus aureus, karena pada konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang paling efektif bagi Iodophor   sebagai antiseptik pada kulit puting dan bekerja dengan cara inaktivasi protein mikroba. Pada level Iodophor yang lebih tinggi dari 10 ml/L daya hambat Iodophor terhadap Staphylococcus aureus menurun. Hal ini disebabkan konsentrasi antiseptika yang tinggi akan mengurangi jumlah air, padahal air memiliki peran aktivitas katalitik terhadap denaturasi protein mikroba.
Selain desinfektan dan antiseptika, beberapa istilah yang berkaitan dengan desinfektan dan antiseptika harus diketahui, antara lain :
  • Bakterisid, merupakan bahan kimia yang mempunyai daya kerja mematikan sel-sel bakteri.
  • Mikrobisid, merupakan bahan kimia yang daya kerjanya mematikan lebih dari satu macam mikroorganisme, misalnya bakteri, virus, protozoa, dsb.
  • Bakteriostat, merupakan bahan kimia yang hanya menghambat perkembangan bakteri, jadi tidak mematikan bakteri.
  • Sanitaiser, merupakan bahan kimia yang dapat menekan jumlah bakteri pada suatu lingkungan tertentu, sehingga lingkungan tersebut aman dari serangan penyakit. Sanitaiser tidak mematikan semua bentuk mikroorganisme yang berada di permukaan, tetapi hanya membatasi perkembangbiakannya sehingga sumber penyakit tersebut tidak mampu menimbulkan infeksi.
Vaksin dan Vaksinasi
Vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanggap kebal dapat ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap agen menular tersebut.
Vaksin diklasifikasikan menjadi dua klas, yaitu vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup berisi mikroorganisme yang telah dilemahkan virulensi (keganasannya). Pengurangan virulensi dikenal dengan istilah atenuasi (perlemahan). Cara atenuasi yang sederhana terhadap bakteri untuk keperluan vaksinasi adalah dengan pemanasan bakteri sampai tepat di bawah titik kematian atau memaparkan bakteri pada bahan kimia penginaktif sampai batas konsentrasi subletal. Menumbuhkan bakteri pada medium yang tidak cocok untuk pertumbuhannya, contohnya : Vaksin kolera unggas (Pasteurella multocida) oleh Pasteur ditumbuhkan di bawah keadaan yang kekurangan zat makanan.
Cara etenuasi terhadap virus adalah dengan membiakkan pada spesies yang tidak sesuai untuk tumbuhnya, contoh : virus rinderpest yang patogen terhadap sapi, dilemahkan dengan menumbuhkannya pada kambing. Cara etenuasi lainadalah menumbuhkan virus mamalia pada telur atau menumbuhkan pada telur lain jenis, misalnya :virus influenza pada ayam dilemahkan pada telur burung dara. Cara etenuasi yang umum adalah dengan memperpanjang masa pembiakannya di jaringan pembiak. Meskipun jaringan pembiak dapat diperoleh dari berbagai jenis, umumnya menggunakan sel biakan dari jenis hewan yang akan divaksinasi guna mengurangi efek samping akibat pemasukan jaringan asing.
Baik vaksin hidup maupun vaksin mati memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihannya vaksin hidup merupakan kekurangannya vaksin mati dan sebaliknya kekurangannya vaksin hidup merupakan kelebihannya vaksin mati.
 Beberapa kelebihan vaksin hidup :
  • Kekebalan yang dihasilkan oleh vaksin hidup sama dengan kekebalan yang diperoleh karena infeksi alami.
  • Merangsang pembentukan antibodi yang lebih tahan lama dan juga memberi perlindungan pada pintu-pintu masuk antigen.
        Tidak perlu adjuvan
 Beberapa kekurangan vaksin hidup, antara lain :
  • Bahaya pembalikan menjadi lebih virulen selama multiplikasi antigen dalam tubuh ternak yang divaksin.
  • Penyimpanan dan masa berlaku vaksin yang terbatas.
  • Diperlukan stabilisator dalam penyimpanan.
  • Tingginya resiko tercemar dengan organisme yang tidak diinginkan.
Beberapa kelebihan vaksin mati, antara lain :
  • Tidak menyebabkan penyakit akibat pembalikan virulensi.
  • Mantap dalam penyimpanan.
 Beberapa kekurangan vaksin mati, antara lain :
  • Perlu perhatian yang luar biasa pada saat pembuatan guna memastikan bahwa tidak tersisa virus virulen aktif di dalam vaksin.
  • Kekebalan berlangsung singkat, sehingga harus ditingkatkan kembali dengan pengulangan vaksinasi yang mungkin menimbulkan reaksi-reaklsi hipersensitifitas.
  • Pemberian secara parenteral memberikan perlindungan yang terbatas.
  • Resistensi lokal pada pintu-pintu masuk alamiah/multiplikasi utama infeksi virus tidak terjadi.
  • Memerlukan adjuvan untuk meningkatkan antigenisitas yang efektif.
Kegagalan Vaksinasi
Perlu diingat bahwa vaksinasi adalah salah satu program pengendalian penyakit pada ternak yang bertanggung jawab terhadap kerugian ekonomis yang cukup tinggi apabila dalam pelaksanaanya ternyata menemui kegagalan. Adanya kegagalan vaksinasi menyebabkan angka pesakitan (morbiditas) ternak tang tinggi, penurunan produksi dan tingginya biaya yang harus dikeluarkan.
Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan vaksinasi antara lain:
  1. Vaksin. Pembatasan life span (masa berlaku) vaksin yang sudah lewat atau kadaluwarsa menyebabkan vaksin tidak berguna apabila digunakan karena tidak akan menghasilkan imunitas yang diharapkan. Apabila temperatur pada saat penyimpanan dan transportasi vaksin di atas 4 derajat celcius, maka vaksin akan kehilangan potensinya. Demikian pula vial dan bahan asal vial yang tidak memenuhi syarat. Bahan pengencer yang disediakan berkualitas rendah. Seringkali digunakan bahan pengencer berupa air sumur, air destilasi atau garam fisiologis, hal ini tidak dibenarkan. Perlu dicatat bahwa bahan pengencer yang digunakan adalah yang telah disediakan oleh pabrik pembuat vaksin. Bahan pengencer tidak boleh dicampur atau ditambahkan zat apapun.
  2. Cara Vaksinasi. Secara khusus dosis dan cara/route pemberian vaksin tertentu sudah ditetapkan oleh produsen pembuat vaksin. Apabila hal tersebut dilakukan tidak sesuai aturan maka terjadilah kegagalan vaksin. Jarum suntik dan dropper yang tidak steril dan tidak stabil akan mengurangi potensi vaksin. Salah dosis, kekurangan dosis vaksin akan menimbulkan imunitas yang kurang. Kelebihan dosis akan menimbulkan immunotolerant dan harga vaksin menjadi mahal. Bahan pengencer yang tidak steril menjadikan vaksin tidak murni lagi. Kadang-kadang peternak menggunakan bahan pengencer berupa air ledeng yang mengandung chlorin, sehingga vaksin kurang menghasilkan potensi antigenisitasnya dan menyebabkan timbulnya antibodi yang kurang. Route pemberian vaksin yang sering digunakan antara lain : intra muskuler (injeksi serabut otot), tetes hidung (intra nasal), tetes mata (intra oculer), subkutan (di bawah kulit). Route pemberian vaksin harus dilakukan sesuai petunjuk produsen vaksin. Kesalahan route pemberian vaksin menyebabkan potensi imunitas yang dihasilkan kurang memuaskan. Jadwal pemberian vaksin seringkali tidak diperhatikan peternak. Beberapa vaksin harus diulang pemberiannya dan dikenal dengan istilah booster. Apabila rangkaian pemberian vaksin yang mungkin terdiri dari booster I dan booster II dan seterusnya tidak lengkap dilakukan , maka imunitas yang diharapkan tidak akan tercapai.
  3. Antibodi Maternal. Antibodi maternal adalah antibodi yang berasal dari induk yang diturunkan kepada anak, kalau pada ayam melalui kuning telur pada waktu telur masih ada di ovarium. Kegunaan antibodi tersebut adalah untuk ketahanan tubuh anak terutama pada awal-awal kehidupannya. Antibodi ini diperoleh secara pasif. Vaksinasi yang dilakukan pada saat antibodi maternal masih ada dalam darah sirkulasi, artinya belum secara total dikatabolisme, maka vaksin yang diberikan akan percuma, karena dinetralisir oleh antibodi maternal. Hasil penelitian Zalizar dan Rahayu (1997), menunjukkan bahwa setelah pemberian vaksin ND La Sota ke-I pada ayam umur 8 hari, titer HI (Hemaglutinasi Inhibisi) menurun sangat drastis sampai 78,75% dari antibodi maternalnya, hal ini disebabkan masih ada campur tangan antibodi maternal terhadap keberhasilan vaksinasi. Titer HI setelah pemberian vaksin ND La Sota ke-II, yaitu pada umur 18 hari, ternyata jauh lebih tinggi daripada titer HI vaksinasi ke-I. Demikian pula titer HI setelah vaksinasi ke-tiga, pada umur 28 hari, lebih tinggi daripada titer HI vaksinasi ke-I dan ke-II.  Antibodi maternal secara efektif mencegah keberhasilan vaksinasi sampai antibodi tersebut habis, yaitu sekitar 10 – 20 hari setelah ayam menetas.
  4. Cold Storage (pendingin). Vaksin harus dipertahankan tetap dingin dari mulai dikeluarkan oleh pabrik pembuat sampai pada saat akan diberikan kepada ternak. Vaksin dan bahan pengencer kadang-kadang menjadi satu tempat, akan tetapi kadang juga terpisah dengan temperatur penyimpanan yang berbeda, hal ini tergantung dari pabrik pembuat vaksin. Tindakan yang lebih hati-hati adalah apabila selama transportasi vaksin ditempatkan di ice box sehingga temperatur yang rendah dapat selalu dipertahankan.  
  5. Kemampuan Membangun Antibodi. Vaksin yang diberikan akan berhubungan langsung dengan status imun ayam yang menerima vaksin. Immunocompetence adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan kemampuan membangun antibodi yang dimiliki oleh ternak. Immunocompetence sangat dipengaruhi oleh faktor kongenital (bawaan lahir) dan faktor lingkungan. Faktor kongenital yang banyak berperan adalah organ-organ limfoid, yang terdiri atas : bursa fabricius pada ayam, thymus, lien yang akan menghasilkan sel-sel limfosit. Bursa fabricius merupakan tempat pendewasaan dan deferensiasi sel-sel limfosit B yang berperan dalam antibodi humoral, sedangkan thymus berperan sebagai tempat pendewasaan sel-sel limfosit T yang berperan bagi pembentukan antibodi seluler. Apabila ada gangguan pembentukan antibodi oleh organ-organ limfoid di atas maka kekebalan tubuh yang terbentukpun akan terganggu. Faktor lingkungan yang berperan menentukan immunocompetence ternak adalah status nutrisi dan penyakit. Nutrisi yang jelek terutama kandungan protein yang rendah akan menurunkan immunocompetence. Temperatur yang tinggi dan tingginya curah hujan juga akan menyebabkan stress pada ternak yang akan menurunkan juga immunocompetence. Penyakit-penyakit strategis pada ayam yang sering menyebabkan hambatan imunitas (immunocompetence) adalah IBD (gumboro) dan ND.
  6. 6. Mycotoxin (racun dari jamur) dalam pakan. Adanya mikotoksin yang masuk ke dalam tubuh ternak bersama dengan biji-bijian pakan ternak akan menyebabkan keracuinan dan menurunkan immunocompetence. Mikotoksin mudah berkembang pada lingkungan dengan temperatur tinggi dan kelembaban yang tinggi pula, seperti di negara-negara tropis, termasuk Indonesia.
7.      Kontaminan pakan. Pestisida yang mencemari biji-bijian pakan diindikasikan sebagi salah satu faktor penyebab rendahnya immunocompetence. Hal ini berkaitan dengan efek pestisida yang menyebabkan limfositoksik (keracunan pada sel-sel limfosit). Hal ini akan menyebabkan kegagalan vaksinasi. Logam berat, seperti Cu, Cd dan Pb seringkali mencemari pakan. Logam-logam tersebut berasal dari limbah industri, pupuk kimia, rodentisida, asap mobil, cat dan herbisida yang mencemari udara, air dan pakan. Apabila pakan tercemar tersebut masuk ke tubuh ternak maka hal ini merupakan faktor penghambat imunitas ternak.

UpayaMengatasi Kegagalan Vaksinasi

Ada beberapa tindakan guna mengatasi kegagalan program vaksinasi, yaitu :
  • Vaksin harus diperoleh dari sumber terpercaya. Lihat batas waktu pemakaian dan pilih vaksin yang masih panjang batas waktu pemakaiannya.
  • Selama transportasi vaksin, hindarkan vaksin dari kontaminasi dan cahaya matahari. Tindakan yang paling aman adalah menyimpan vaksin dalam termos atau ice box.
  • Apabila vaksin disimpan, usahakan temperatur penyimpanan sesuai petunjuk pabrik. Baca secara hati-hati petunjuk penyimpanan. Kadang-kadang antara vaksin dengan pengencernya terpisah dan harus harus disimpan pada temperatur yang berbeda.
  • Vaksinasi dilakukan saat udara dingin, yaitu pada pagi hari atau sore hari untuk mencegah stres.
  • Monitoring kualitas pakan, jangan sampai mengandung mikotoksin, karena mikotoksin dengan kadar 30 ppb akan menunrunkan immunocompetence.
  • Pada vaksin yang dicampur air minum, maka perhitungan volume air yang digunakan harus tepat, hal ini disesuaikan dengan umur ayam dan kondisi iklim, karena konsumsi air bervariasi tergantung cuaca dan umur. Harus dihindari air yang mengandung chlor atau desinfektan. Vial vaksin harus dibuka di dalam air minum untuk menghindari kontaminasi udara.
  • Dianjurkan diberi obat cacing pada ayam grower dan finisher, kira-kira seminggu sebelum vaksinasi untuk mencapai hasil yang optimal.
  • Bisa diberikan adjuvant atau immunomodulator untuk mencapai immunocompetence yang diharapkan.  
 Sumber Bacaan :
  • Anonimous, 1998. Cleaning and Disinfection of Premises. Maintaining Livestock  Health after a Flood. Missisippi State University Extension Service.
  • Dwidjoseputro, 1989. Dasar-dasar Mikrobiologi. Penerbit Djambatan.
  • Jones, 1998. Staphylococcus aureus Mastitis : Cause, Detection and Control. Virginia-Maryland Regional College of Veterinary Medicine, Virginia Tech.
  • Murtidjo, BA., 1995. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Penerbit Kanisius.
  • Rahayu, ID., Kunci Sukses Mengatasi Kegagalan Program Vaksinasi. Poultry Indonesia, Mei – 2000.
  • Rahayu, ID., 2006. Sensitifitas Staphylococcus aureus Sebagai Bakteri Patogen Penyebab Mastitis Terhadap Antiseptika Pencelup Puting Sapi Perah. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Muhammadiyah Malang.
  • Rahayu, ID., 2001. Mengatasi Mikotoksin Sebagai Kontaminan Bahan Pakan Ternak. Poultry Indonesia, April 2001.
  • Smith, TW. 1997. Tsmith@poultry.msstate.cdu or msuinfo@ur.msstate.edu.
  • Shane, SM.1998. Buku Pedoman Penyakit Unggas. (Terjemahan). Alih Bahasa :  Tangenjaya dkk.. American Soybean Association.
  • Singh, B. P. & Chauban, R. S., 1999. Vaccine Failures. Poultry International. September, 1999.
  • Subronto dan Tjahadjati, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press.
  • Tizard, 1988. Pengantar Imunologi Veteriner. Terjemahan Masduki Partodiredjo.. Penerbit Universitas Airlangga.
  • Zalizar, L dan Rahayu, ID., 1997. Pengeruh Pemberian Vaksin Newcastle Disease (ND) La Sota Terhadap Titer Hemaglutinasi Inhibisi (HI) pada Ayam Broiler. Laporan Penelitian. Laboratorium Kesehatan Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang.

Penyakit Orf Pada Ternak Kambing


Ecthyma Contagiosa atau yang biasa disebut Orf adalah penyakit kambing menular yang umum dan merupakan penyakit viral yang sangat infeksius. Penyakit ini ditandai dengan terbentuknya lesi-lesi pada kulit berupa keropeng,bernanah,basah, terutama pada daerah moncong dan bibir. Anak domba dengan umur 3-6 bulang paling banyak menderita , meskipun yang berumur beberapa minggu dan hewan dewasa juga dapat menderita sangat parah. Diketahui juga bahwa penyakit orf pada kambing dapat menular ke manusia (zoonosis) lewat luka abrasi, atau saat memerah susu, atau karena kelalaian pada saat melakukan vaksinasi.

etiologi
Penyakit kambing yang dikenal dengan nama Orf ini disebabkan oleh virus cacar pada ungulata berkuku genap, bersifat dermatotropik. Virus tersebut sedikitnya terdiri dari 6 galur yang semuanya potensial menyebabkan penyakit Orf.
Virus penyebab penyakit kambing ini juga sangat mirip dengan penyebab penyakit pseudocowpox, yang lesinya mirip dengan lesi cacar pada sapi. Penderita yang sembuh dari penyakit memiliki kekebalan yang disebabkan oleh terbentuknya antibodi yang bersifat protektif.

patogenesis
Setelah virus memasuki mukosa kulit atau mulut, kemudian terjadilah proliferasi dan segera menimbulkan lesi primer papulae dan vesikulae. Vesikulae segera berubah jadi pustulae setelah terjadi reruntuhan jaringan dan sel-sel darah, sehingga rongga akan terisi dengan nanah. Vesikulae dan Pustulae yang pecah akan diikuti dengan pembentukan keropeng, lalu terjadilah lesi superfisial. Radang kulit tersebut dikenal sebagai dermatitis pustularis contagiosa.

diagnosis
diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan dari gejala klinis yang ditemukan di lapangan. Jumlah hewan penderita biasanya lebih dari satu kelompok memperkuat dugaan adanya orf. sebagai diagnosa differential perlu dipertimbangkan juga penyakit lain seperti dermatitis karena jamur, penyakit cacar virus, blue tongue. Pada radang ulseratif, penyakit biasanya diderita oleh seekor atau lebih domba atau kambing. Penyebab ulsera yang terjadi biasanya karena infeksi kuman. Pada dermatitis yang disebabkan jamur, lesi ayng terjadi kebanyakan pada daerah kulit yang rambutnya rapat, karena di tempat tersebut kelembapannya
tinggi.

terapi
terapi khusus untuk pengendalian penyakit kambing yang satu ini tidak dikenal. Seringkali yang dilakukan adalah menghilangkan keropeng dengan cara dikerok, akan tetapi terkadang hal ini justru malah memperlambat kesembuhan. Hal yang harus dilakukan adalah mengganti pakan dengan yang lebih halus, untuk kambing yang biasa diberi pakan hijauan bisa dipilih yang halus dan muda. Pemberian beberapa salep antimikrobial, misalnya sulfonamid dapat diberikan.