Selasa, 05 Juli 2011

Budidaya Ikan Hias : Jelawat (Leptobarbus hoeveni)


Jelawat (Leptobarbus hoeveni) atau Red-finned Cigar Shark berasal dari Kalimantan dan Thailand. Namun, ikan ini sangat popuker di Malaysia sebagai ikan hias. Sementara ikan yang sudah besar digunakan sebagai ikan konsumsi. Ukuran terbesar dapat mencapai 40 cm. Dijadikan ikan hias karena warna tubuhnya sangat menarik.



Sisiknya berwarna perak agak ke-hijauan, punggungnya cokelat agak hitam, dan sirip-siripnya merah.
Suhu optimal perairan antara 26-29 C dengan pH 7,0 dan kekerasan 10 dH. Ikan ini bersifat omnivore yang cenderung herbivore. Di habitat aslinya, ikan ini memakan buah-buahan, biji-bijian, dan tanaman air. Untuk budi daya, pakannya dapat berupa pelet dan sedikit sayuran seperti selada air atau bayam.


Induk jelawat harus yang sudah berukuran lebih dari 1,5 kg dengan panjang 40 cm atau sudah berumur sekitar 3 tahun. Karena ukurannya cukup besar maka pemeliharaan induknya pun sebaiknya di kolam yang cukup luas.


Untuk pemijahan, diperlukan rangsangan dengan hormon buatan. Dosis hormon cukup banyak, sekitar 0,9 ml/kg berat induk betina dan 0,4 ml/kg berat induk jantan, karena ikan ini masih berasal dari alam atau belum lama dibudidayakan. Penyuntikan pada induk betina dilakukan dua kali, yaitu 0,3 ml/kg dan 0,6 ml/kg dengan interval waktu sekitar 7 jam. Penyuntikan pertama sebaiknya sore hari dan kedua pada malam hari.


Telur yang dihasilkan cukup banyak, dapat mencapai 100.000 butir untuk setiap induk seberat 1,5 kg. Pengambilan telur tersebut dilakukan dengan cars stripping pada pagi hari. Telur yang d-stripping tersebut dimasukkan dalam wadah, lalu dicampurkan dengan sperma yang juga di-stripping. Aduk merata telur dan sperma dengan menggunakan bulu ayam atau kuas halus. Agar semua telur dapat terbuahi dengan sperma, sebaiknya perbandingan jantan dan betina 3 : 2. Setelah relur diaduk merata, tambahkan air bersih secukupnya (macak-macak) dan aduk beberapa saat. Selanjutnya, cuci telur tersebut dengan air bersih. Telur yang sudah bersih siap untuk ditetaskan.


Penetasan telur dilakukan dalam wadah penetasan berbentuk yang
corong dibuat dari kain atau bahan halus. Wadah ini diletakkan dalam bak penetasan. Bagian bawah corong diberi selang untuk pengeluaran air. Air akan dialirkan dari tetas corong selama telur ditetaskan. Penetasan dalam akuarium atau wadah lain pun
dapat dilakukan asalkan aerasinya cukup kuat untuk menghindari telur mengumpul. Telur yang mengumpul sulit atau tidak akan menetas. Telur akan menetas dalam jangka waktu 24 jam.


Setelah menetas, larvanya akan berenang mulai umur dua hari. Bila menggunakan corong untuk penetasan, larvanya harus segera dipindahkan ke akuarium. Namun, kalau menggunakan akuarium, larvanya dibiarkan saja. Air dalam akuarium untuk pemeliharaan larva perlu ditambahkan garam dapur sebanyak satu sendok teh setiap 10 l air.

Pakan pertama bagi larva dapat berupa infusoria yang diberikan selama enam hari. Setelah itu, larva dapat diberi pakan berupa tetasan artemia atau kutu air. Penggantian air dapat dilakukan dengan cara penyifonan secara hati-hati. jumlah air yang diganti cukup setengahnya saja.
Pembesaran jelawat dapat dilakukan dalam kolam setelah berumur 30 hari.

Ukuran jualnya sebagai ikan hias akuarium sekitar 10-15 cm atau sudah berumur 3-4 bulan. Perlu diperhatikan bahwa ikan ini banyak membutuhkan oksigen dan sangat rentan dengan kadar oksigen rendah. Oleh karenanya, saat pengangkutan ataupun penampungan harus diperhitungkan jumlah oksigen, jangan sampai kekurangan.

sumber : Darti S.L dan iwan D. Penebar Swadaya, 2006