Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat dan berkembang. Disamping kekayaan ikan di kawasan Indonesia yang berlimpah serta usaha untuk meningkatkan hasil tangkapnya yang terus menerus dilaksanakan, ternyata baru mencapai nilai 35% saja yang dapat dicapai.
Dari data yang dapat dikumpulkan, setiap musim masih terdapat antara 25 – 30% hasil tangkapan Ikan Laut yang akhirnya harus menjadi ikan sisa atau ikan buangan yang disebabkan karena berbagai hal.
- Keterbatasan pengetahuan dan sarana para nelayan di dalam cara pengolahan ikan. Misalnya, hasil tangkapan tersebut masih terbatas sebagai produk untuk dipasarkan langsung (ikan segar), atau diolah menjadi ikan asin, pindang, terasi serta hasil-hasil olahannya.
- Tertangkapnya jenis-jenis ikan lain yang kurang berharga ataupun sama sekali belum mempunyai nilai di pasaran, yang akibatnya ikan tersebut harus dibuang kembali.
Diantara bahan alami, ikan tercatat sebagai bahan yang sangat cepat membusuk. Karenanya begitu ikan tertangkap, maka proses pengolahan dalam bentuk pengawetan dan pengolahan harus segera dilakukan. Juga selama pengolahan ikan, masih banyak bagian-bagian dari ikan, baik kepala, ekor, maupun bagian-bagian yang ditermanfaatkan akan dibuang. Tidak mengherankan kalau sisa ikan dalam bentuk buangan dan bentuk-bentuk lainnya berjumlah cukup banyak, apalagi kalau ditambah dengan jenis-jenis ikan lainnya yang tertangkap tetapi tidak mempunyai nilai ekonomi. Ditambah lagi, ikan-ikan sisa dan yang terbuang tersebut secara langsung maupun tidak langsung banyak membawa problema lingkungan di kawasan pesisir, minimal dalam bentuk gangguan terhadap kebersihan, sanitasi dan kesehatan lingkungan.
Dibalik itu semua, ikan sisa atau ikan-ikan yang terbuang itu ternyata masih dapat dimanfaatkan, yaitu sebagai bahan baku pupuk organik lengkap, yakni pupuk dimana kandungan unsur-unsur makronya terbatas (tidak mencukupi untuk kebutuhan tanaman) dan harus dilengkapi dengan penambahan unsur lainnya sehingga kandungan N (nitrogen)-P (fosfor)-K (kalium)-nya sesuai yang dibutuhkan. Sebagai mana kita ketahui, untuk dapat tumbuh dan berkembang, tanaman perlu nutrisi secara lengkap dan bentuk unsur hara makro yang terdiri dari makro primer seperti N-P-K, serta makro sekunder seperti Ca (kalsium), Mg (magnesium), dan S (belerang). Sedangkan unsur hara mikro terdiri dari Fe (besi), Zn (seng), Cu (tembaga), Mn (mangan), Cl (khlor), Bo (borium), Mo (molubdenum)dsb.
Kelompok unsur tersebut sangat membutuhkan dalam jumlah dan susunan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman secara baik serta hasil sesuai yang diharapkan. Namun, tanah ternyata tidak dapat menyediakan jumlah unsur-unsur tersebut sesuai kebutuhan. Karenanya, agar tanaman tumbuh dan berkembang secara subur, petani harus menambahkan sumber tersebut dalam bentuk pupuk.
Pupuk organik lengkap yang dibuat dari bahan ikan ini bukan barang baru di bidang pertanian, khususnya pertanian buahan-buahan. Ini karena nilai organiknya, baik organik-N, organik-P, dan organik-K yang terkandung didalam tubuh ikan mempunyai kelebihan kalau dibandingkan dengan bahan-bahan lainnya. Juga bahwa di dalam ikan masih terkandung unsur-unsur lainnya, khususnya unsur mikro.
Bahan baku ikan untuk memproduksi pupuk organik sangat mempengaruhi kandungan lemaknya. Dengan kandungan lemak yang tinggi, kemungkinan besar bahwa prosesnya berbeda dengan kandungan lemaknya. Dengan kandungan lemak yang tinggi, kemungkinan besar bahwa prosesnya akan lambat atau tidak sempurna. Berbeda dengan kandungan lemak yang sedikit, maka hasil pupuknya akan termasuk yang terbaik.
Kandungan lemak berpengaruh didalam proses pembuatan pupuk organik, karena prosesnya berjalan dalam dua tahap, yaitu proses fisik melalui penggilingan bahan-bahan yang dipergunakan, dan proses biologis yaitu lanjutan proses yang dikenal dengan fermentasi non-alkoholik atau proses ensiling.
Pupuk organik lengkap yang terbuat dari bahan baku ikan memiliki kualitas sebagai pupuk yang lebih dibandingkan dengan pupuk organik lain, apalagi kalau dibandingkan dengan pupuk kompos, pupuk kandang, ataupun pupuk hijau. di Indonesia saat ini telah banyak beredar pupuk organik yang terbuat dari ikan dengan aneka merk, baik produksi dalam negeri maupun impor. Sayangnya, yang masih memenuhi persyaratan masih terbatas. FAO telah menetapkan kriteria dasar untuk pupuk jenis ini, yakni: kandungan unsur makro harus mempunyai nilai minimal N (12%), P (8%), dan K (6%) disamping kandungan unsur mikro seperti Ca, Fe, Mg, Cu, Zn, Mn, dan sebagainya.
Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya