Kamis, 03 Mei 2012

Peluang Budidaya Asparagus Cara Rakyat

Asparagus adalah tanaman sub tropis yang diambil rebungnya untuk dikonsumsi. Sup asparagus adalah menu yang wajib tersedia di hotel dan restoran berbintang. Namun beda dengan sayuran sub tropis lain seperti kol, brokoli, kentang dan wortel yang sudah dibudidayakan di Indonesia, maka aspargus masih harus diimpor. Budidaya asparagus memang pernah dilakukan di kab. Sukabumi dan Cianjur di Jawa Barat, serta kab. Mojokerto dan Malang di Jawa Timur. Namun, budidaya asparagus secara besar-besaran pada tahun 1980an tersebut telah mengalami kegagalan. Penyebab kegagalan tersebut ada beberapa hal.

Pertama, secara manajemen kelembagaan, perusahaan yang mengelola kebun asparagus tersebut tidak terlalu profesional. Hingga terjadi sengketa intern, termasuk sengketa soal status kepemilikan lahan.
Kedua, karena faktor budidaya, maka rebung asparagus yang dihasilkan belum bisa memenuhi persyaratan sesuai dengan standar pasar internasional. Pada waktu rebung masih dalam kondisi lunak, ukurannya (diameter dan panjang) masih belum mencapai standar. Sebaliknya, ketika ukuran standar telah dicapai, kondisi rebung telah berserat. Padahal, pada waktu itu para pengusaha telah melakukan impor benih asparagus berupa semai (bukan biji) secara langsung dari Negeri Belanda.
Ketiga, biaya produksi rebung asparagus dalam skala perkebunan besar, ternyata tidak mampu bersaing di pasar internasional. Padahal, pada waktu itu semangat para investor rebung asparagus adalah untuk menjangkau pasar ekspor. Akibat dari kendala-kendala tersebut, tahun 1990an kebun-kebun asparagus tadi telah tutup dan tidak lagi beroperasi.

Sayuran sub tropis yang sampai saat ini berhasil dibudidayakan di Indonesia, semuanya dikerjakan oleh rakyat dalam skala sangat mikro. Mulai dari kol, kentang, wortel, bawang daun, seledri dan lain-lain. Bunga krisan, leli, gladiol, anyelir dan lain-lain yang memasok para floris, juga dibudidayakan oleh rakyat dalam skala kecil sampai dengan menengah. Budidaya kentang dan bunga yang pernah dilakukan dalam skala besar, misalnya dengan luas lahan di atas 50 hektar, hampir semuanya mengalami kegagalan. Budidaya krisan, gladiol dan leli di kawasan Bandungan, Jawa Tengah misalnya, bisa eksis sampai sekarang karena dilakukan secara tradisional oleh para petani dalam skala mikro (hanya ratusan m2). Bahkan, bunga krisan tunggal, sebelum krisan spray populer, selalu dilakukan dalam petak sangat kecil yang diberi naungan atap jerami padi. Leli putih malahan dibudidayakan di pinggir ladang jagung, di sela-sela singkong dan mawar tabur. Sampai sekarang Bandungan tetap secara rutin menghasilkan bunga leli meskipun dalam volume yang sangat kecil.

Asparagus penghasil rebung, sebenarnya juga sudah sejak jaman Belanda tumbuh di kawasan dataran tinggi, terutama di Bandungan, Tawangmangu dan Selecta. Namun asparagus yang ditanam di pematang dan di sela-sela tanaman jagung serta sayuran ini, fungsinya untuk dipanen daunnya sebagai tanaman hias. Daun asparagus adalah "hijauan" untuk ornamen rangkaian bunga, sebelum ornamen lain seperti florida beauty diintroduksi dan populer. Sebenarnya, asparagus yang ditanam untuk diambil daunnya, adalah jenis Asparagus setactus yang marambat. Asparagus jenis ini banyak ditanam di teras rumah dan dirambatkan dengan tali, kawat atau kayu.

Selain itu masih ada Asparagus densiflorus dan Asparagus umbellatus yang banyak dijadikan elemen taman karena bentuk tajuknya yang tebal dan indah mirip ekor tupai. Juga Asparagus falcatus yang daunnya besar-besar hingga sepintas tidak tampak sebagai asparagus. Barangkali karena volume daun Asparagus setaceus tidak mencukupi untuk dipanen sebagai ornamen rangkaian bunga, maka petani pun mensubstitusinya dengan Asparagus officinalis yang merupakan tanaman penghasil rebung. Hingga masyarakat setempat pun tidak pernah mengenal rebung asparagus ini sebagai bahan sayuran. Padahal, apabila dipanen dan dikumpulkan, rebung asparagus hasil tanaman rakyat akan tetap bisa mamasok pasar. Sama halnya dengan bunga leli mereka yang dengan volume sangat terbatas, tetap bisa mensubstitusi leli tanaman PTPN XII di Pegunungan Ijen dan tanaman perusahaan-perusahaan besar di kawasan Puncak, Jawa Barat.

Tanaman asparagus (Asparagus officinalis), merupakan terna tahunan. Asparagus memiliki batang dalam tanah (rizoma), yang akan menumbuhkan rebung asparagus. Sementara "batang" yang tampak di luar tanah merupakan tempat tumbuhnya cabang, ranting dan daun. Daun asparagus berbentuk jarum. Sepintas tanaman asparagus penghasil rebung ini mirip dengan cemara. Namun tinggi tanaman hanya sekitar 1 m, dengan diameter batang hanya 1 cm. Dalam satu rumpun asparagus, biasanya akan tumbuh 4 sd. 5 batang tanaman. Karena di Bandungan asparagus dipanen daunnya, maka rebung yang tumbuh selalu dibiarkan menjadi individu tanaman baru. Setelah mencapai ketuaan tertentu, maka daun asparagus akan dipanen dengan cara dipotong mulai bagian pangkal batangnya. Pemanenan daun asparagus (juga rebungnya), dilakukan dengan interval 1 sd. 1,5 di kawasan tropis, sementara di kawasan sub tropis antara 1,5 sd. 2 bulan.

Budidaya asparagus, dilakukan dengan benih yang berasal dari perbanyakan generatif melalui biji. Asparagus berbuah buni berbentuk bulat dengan diameter 0,5 cm. Warna buah hijau ketika masih muda dan akan berubah menjadi cokelat kehitaman ketika telah tua. Buah masak ditandai dengan warna hitam serta lembeknya kulit buah dengan daging buahnya yang sangat tipis. Biji asparagus juga berwarna hitam dengan kulit biji sangat keras. Untuk mempercepat perkecambahan, biasanya petani melakukan perendaman biji dalam air hangat (suhu 40 - 45 C) yang dicampur dengan zat perangsang tumbuh (ZPT), paling tidak selama 12 jam. Selama itu air rendaman diganti 1 X untuk menjaga suhu serta ketersediaan oksigen. Dengan perendaman demikian, perkecambahan benih bisa berlangsung lebih cepat, dengan tingkat keberhasilan lebih tinggi.

Rebung asparagus sebenarnya merupakan ujung rizome yang akan tumbuh menjadi individu tanaman baru. Rebung ini berwarna putih ketika masih berada dalam tanah, kemudian berwarna hijau muda dengan pangkal agak kemerahan ketika sudah menyembul di permukaan tanah. Rebung asparagus berdiameter sedikit lebih besar (lebih gemuk) dibanding dengan batang dewasanya. Panen umumnya dilakukan ketika rebung tersebut masih berada di dalam tanah. Warna rebung putih, masih sangat lunak dengan kulit yang juga lembut. Panjang rebung yang dipanen antara 15 sd. 20 cm. Namun ada pula konsumen yang menghendaki rebung yang sudah keluar dari permukaan tanah dan berwarna hijau.

Di kawasan tropis, tanaman asparagus akan tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan di kawasan sub tropis. Sebab di kawasan sub tropis, fotosintesis hanya akan terjadi selama musim panas. Sementara pada musim dingin, tanaman akan mengalami masa dorman (istirahat). Di kawasan tropis, tanaman akan berfotosintesis penuh sepanjang tahun. Pada musim kemarau, apabila lahan diberi pengairan cukup baik, maka produksi rebung akan lebih tinggi daripada pada musim penghujan. Meskipun tidak berpengairan teknis, lahan-lahan vulkanis di pegunungan biasanya akan tetap lembap pada musim kemarau. Hingga volume produksi rebung di kawasan tropis, rata-rata juga lebih tinggi daripada produksi di kawasan sub tropis. Rata-rata produksi rebung asparagus dengan budidaya monokultur akan menghasilkan sekitar 10 ton rebung segar per hektar per tahun. Namun, budidaya asparagus secara monokultur dengan manajemen modern, telah terbukti kurang efisien dibanding dengan budidaya secara tradisional oleh rakyat.

Di Indonesia, asparagus cocok dibudidayakan pada lahan dengan ketinggian antara 600 sd. 1700 m. dpl. Misalnya di Brastagi (Sumut). Bukittinggi (Sumbar), Curub (Bengkulu), Puncak, Selabintana, Lembang dan Pangalengan (Jabar). Baturaden, Dieng, Temanggung, Bandungan, Kopeng dan Tawangmangu (Jateng), Kaliurang (DIY), Tretes, Selecta, Batu dan pegunungan Ijen (Jatim), Bedugul (Bali), Sembalun (Lombok) dan Toraja (Sulsel). Kawasan ini bertanah vulkanis yang gembur dan kaya bahan organik. Namun produksi asparagus akan bisa lebih optimal apabila lahan diberi pupuk organik. Para petani sayuran di kawasan tersebut, biasanya menggunakan pupuk kandang berupa kotoran sapi atau domba untuk menyuburkan lahan mereka. Lahan gembur dan kaya bahan organik mutlak diperlukan oleh asparagus untuk membentuk rizome dan memproduksi rebung.

Sayangnya, sampai saat ini asparagus tanaman rakyat ini tidak pernah dipanen rebungnya untuk dipasarkan sebagai "sayuran elite". Padahal kebun-kebun asparagus skala besar telah tutup. Hingga selama ini, hotel-hotel dan restoran bintang selalu menggunakan rebung asparagus impor, terutama yang telah dikalengkan. Beberapa hotel bintang malahan secara rutin mendatangkan rebung asparagus segar meskipun volumenya tetap sangat terbatas. Seandainya hotel-hotel bintang ini bisa kontak dengan para petani asparagus di Bandungan, maka dua belah pihak akan sangat diuntungkan. Konsumen akan memperoleh asparagus segar dengan harga lebih murah daripada yang impor. Sementara petani akan mendapatkan harga yang baik dibanding dengan memanen asparagus mereka untuk ornamen rangkaian bunga.

Sumber : http://foragri.blogsome.com/

www.jendelahewan.blogspot.com