Minggu, 29 Januari 2012

Tentang Itik Indonesia


Sejak zaman kerajaan, ternak itik sudah dikenal dalam dunia perdagangan sebagai salah satu komoditi pertanian untuk  memenuhi kebutuhan daging dan telur di Indonesia. Salah satu bukti bahwa ternak ini sudah ada dan telah dibudidayakan pada zaman kerajaan adalah prasasti Sangsang 907 Masehi yang ditemukan di propinsi Jawa Timur. Dalam prasasti ini tertulis tentang berapa jumlah komoditi pertanian bebas pajak yang dapat diperdagangkan pada masa itu.

Ternak itik juga tercatat dalam prasasti Pucangan pada masa pemerintahan raja Anak Wungsu yang berkuasa di kerajaan Bali 1049-1077. Dalam prasasti ini tertulis bahwa raja mengabulkan permintaan rakyat untuk memelihara anjing dan itik. Selain itu, bukti berupa prasasti Prameshvara Pura 1275 yang ditemukan di daerah Probolinggo, propinsi Jawa Timur 2002 menyebutkan  pesan raja Sri Kartanegara kepada rakyat untuk memberikan sesajen seperti ayam, itik, telur dan uang.

Budidaya ternak ini terus berkembang hingga zaman pemerintahan Hindia Belanda, di mana pada saat itu, itik  impor sudah masuk ke Indonesia seperti khaki campbell dan peking. Tetapi masuknya itik impor ini, tidak begitu banyak mempengaruhi kegiatan budidaya yang memanfaatkan itik lokal Indonesia, lebih khusus peternak yang ada di pedesaan. Kegiatan ini terus berkembang dan telah telah banyak dibudidayakan hampir diseluruh wilayah Nusantara.

Indian Runner
Indian runner atau itik Indonesia yang oleh orang Belanda disebut Indiche-Loopend. Indian runner sudah ada di Indonesia sejak berabad-abad yang lalu adalah keturunan itik liar yang didomestikasi.  Sejak zaman kerajaan, unggas ini telah dibudidayakan khususnya oleh masyarakat yang berada di  pedesaan. Unggas ini tersebar dan dibudidayakan di daerah dataran rendah. Mulai dari propinsi Aceh sampai ujung timur wilayah Indonesia dapat dijumpai, sehingga oleh orang Belanda, unggas ini disebut “bebek rakyat atau bebek kampung”.

Pada tahun 1930, sebanyak 20 ekor Indian runner asal Comal propinsi Jawa Tengah di bawa dan dipamerkan  di Eropa. Indian runner kemudian diseleksi dan  dikembangbiakan di Eropa sehingga menghasilkan jenis unggul seperti khaki Campbell dll. Khaki Campbell adalah hasil kawin silang Indian runner dan Rouen jantan yang memiliki kemampuan bertelur melebihi Indian runner. Produksi telurnya dapat mencapai 250 – 350  butir  per tahun.

Itik Indonesia yang dikembangbiakan  di Eropa adalah Indian runner putih, sedangkan yang dibudidayakan di Indonesia adalah merah tua kecokelatan atau warna jarakan. Dengan pemeliharaan yang baik, mereka dapat menghasilkan sekitar 250-300 telur setahun tetapi bila digembalakan di sawah, mereka hanya mampu bertelur sekitar 130 – 200 pertahun.

Untuk menjaga dan mempertahan karakteristik serta kemurnian Itik lokal, kemudian dibentuklah sentra peternakan di beberapa wilayah Indoneia. Adapun sentra peternakan itik yang dikenal adalah peternakan itik Alabio di propinsi Kalimantan, itik Tegal di provisi Jawa Tengah, itik Mojosari di provisi Jawa Timur dan itik Bali di Pulau Bali.
Semoga bermanfaat!